Penyidik OPCW Dilarang Masuk Douma
A
A
A
DAMASKUS - Para penyidik internasional Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) mencoba untuk masuk ke lokasi serangan gas kimia di Douma, Suriah. Langkah itu setelah serangan misil yang dipimpin Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis, ke lokasi penyimpanan senjata kimia di Suriah.
Direktur Jenderal OPCW mengungkapkan para penyidik belum diizinkan masuk ke Douma. Inspektur OPCW itu tiba di Suriah pada Sabtu (14/4). "Suriah dan Rusia belum mengizinkan penyidikan masuk ke Douma," ungkap delegasi OPCW dari Inggris, dilansir Reuters.
Dia mengungkapkan, para penyidik OPCW membutuhkan akses tana batas. "Rusia dan Suriah harus bekerja sama dengan OPCW," ungkap delegasi Inggris di OPCW. Duta Besar Inggris untuk Belanda Peter Wilson menuding Rusia telah mengabaikan penyidikan OPCW.
Kubu Suriah dan Rusia mengklaim penundaan akses masuk ke Douma karena adanya serangan militer AS dan aliansinya ke Suriah. Mereka menyalahkah pihak lain yang berusaha memblok upaya untuk menciptakan penyidikan senjata kimia.
Sementara itu, Duta Besar Prancis untuk Belanda Phillipe Lalliot mengungkapkan negara-negara lain perlu membantu OPCW untuk membongkar program senjata kimia Suriah. “Kita semua tahun kalau Suriah tetap menyembunyikan program senjata kimia rahasia sejak 2013,” ungkapnya.
Padahal, selama ini Suriah mengklaim telah menghancurkan seluruh senjata kimia, tetapi hal itu hanya kebohongan saja. Para pakar OPCW mengatakan pada 2016 kalau seluruh cadangan senjata kimia milik Suriah telah dihancurkan. “Suriah telah diperingatkan tentang kesenjangan dan inkonsitensi dengan deklarasi yang dilakukan Damaskus,” ungkap Ahmed Uzumcu, kepala OPCW.
Sedangkan Duta Besar AS untuk OPCW Kenneth Ward mengungkapkan Rusia telah menghancurkan lokasi insiden serangan pada 7 April lalu di Douma. “Dunia internasional perlu menuntut akuntabilitas terhadap pihak yang bertanggungjawab atas tindakan kejam tersebut,” ujar Ward.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov kemarin membantah tudingan kalau Rusia telah merusak barang bukti serangan kimia di douma. "Saya menjamin Rusia tidak merusak barang bukti di lokasi serangan," katanya kepada BBC.
Sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkapkan jika Barat kembali melancarkan serangan ke Suriah, maka itu akan membawa kekisruhan di dunia. Ancaman Putin itu diungkapkan ketika menghubungi Presiden Iran Hassan Rouhani pada Minggu (15/4). “Vladimir Putin, secara khusus menekankan bahwa jika serangan-serangan yang melanggar Piagam PBB itu diteruskan, maka pada akhirnya akan menimbulkan kekacauan dalam hubungan internasional," demikian pernyataan Kremlin.
Namun, Washington menyiapkan langkah diplomasi untuk menekan Rusia dengan memberikan sanksi ekonomi baru. Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengungkapkan AS menjatuhkan sanksi bagi perusahaan yang menyediakan peralatan bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam menggunakan senjata kimia.
Merespons pidato Haley, Evgeny Serebrennikov, Deputi Komite Pertahanan Parlemen Rusia, menegaskan kalau Moskow siap menghadapi pinalti tersebut. “Mereka memang berat untuk kita, tapi akan merusak AS dan Eropa,” katanya dilansir kantor berita RIA. (Andika Hendra)
Direktur Jenderal OPCW mengungkapkan para penyidik belum diizinkan masuk ke Douma. Inspektur OPCW itu tiba di Suriah pada Sabtu (14/4). "Suriah dan Rusia belum mengizinkan penyidikan masuk ke Douma," ungkap delegasi OPCW dari Inggris, dilansir Reuters.
Dia mengungkapkan, para penyidik OPCW membutuhkan akses tana batas. "Rusia dan Suriah harus bekerja sama dengan OPCW," ungkap delegasi Inggris di OPCW. Duta Besar Inggris untuk Belanda Peter Wilson menuding Rusia telah mengabaikan penyidikan OPCW.
Kubu Suriah dan Rusia mengklaim penundaan akses masuk ke Douma karena adanya serangan militer AS dan aliansinya ke Suriah. Mereka menyalahkah pihak lain yang berusaha memblok upaya untuk menciptakan penyidikan senjata kimia.
Sementara itu, Duta Besar Prancis untuk Belanda Phillipe Lalliot mengungkapkan negara-negara lain perlu membantu OPCW untuk membongkar program senjata kimia Suriah. “Kita semua tahun kalau Suriah tetap menyembunyikan program senjata kimia rahasia sejak 2013,” ungkapnya.
Padahal, selama ini Suriah mengklaim telah menghancurkan seluruh senjata kimia, tetapi hal itu hanya kebohongan saja. Para pakar OPCW mengatakan pada 2016 kalau seluruh cadangan senjata kimia milik Suriah telah dihancurkan. “Suriah telah diperingatkan tentang kesenjangan dan inkonsitensi dengan deklarasi yang dilakukan Damaskus,” ungkap Ahmed Uzumcu, kepala OPCW.
Sedangkan Duta Besar AS untuk OPCW Kenneth Ward mengungkapkan Rusia telah menghancurkan lokasi insiden serangan pada 7 April lalu di Douma. “Dunia internasional perlu menuntut akuntabilitas terhadap pihak yang bertanggungjawab atas tindakan kejam tersebut,” ujar Ward.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov kemarin membantah tudingan kalau Rusia telah merusak barang bukti serangan kimia di douma. "Saya menjamin Rusia tidak merusak barang bukti di lokasi serangan," katanya kepada BBC.
Sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkapkan jika Barat kembali melancarkan serangan ke Suriah, maka itu akan membawa kekisruhan di dunia. Ancaman Putin itu diungkapkan ketika menghubungi Presiden Iran Hassan Rouhani pada Minggu (15/4). “Vladimir Putin, secara khusus menekankan bahwa jika serangan-serangan yang melanggar Piagam PBB itu diteruskan, maka pada akhirnya akan menimbulkan kekacauan dalam hubungan internasional," demikian pernyataan Kremlin.
Namun, Washington menyiapkan langkah diplomasi untuk menekan Rusia dengan memberikan sanksi ekonomi baru. Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengungkapkan AS menjatuhkan sanksi bagi perusahaan yang menyediakan peralatan bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam menggunakan senjata kimia.
Merespons pidato Haley, Evgeny Serebrennikov, Deputi Komite Pertahanan Parlemen Rusia, menegaskan kalau Moskow siap menghadapi pinalti tersebut. “Mereka memang berat untuk kita, tapi akan merusak AS dan Eropa,” katanya dilansir kantor berita RIA. (Andika Hendra)
(nfl)