Rostec: Sanksi AS untuk Tendang Rusia dari Pasar Senjata Dunia

Minggu, 08 April 2018 - 02:20 WIB
Rostec: Sanksi AS untuk...
Rostec: Sanksi AS untuk Tendang Rusia dari Pasar Senjata Dunia
A A A
MOSKOW - Rostec, perusahaan teknologi milik negara Rusia, percaya ada tujuan jelek dari Amerika Serikat (AS) saat menjatuhkan sanksi sepihak terhadap perusahaan pertahanan utama Moskow. Menurut perusahaan itu, tindakan Washington sebagai persaingan tak sehat untuk menendang Rusia dari pasar senjata dunia.

Rosoboronexport, perusahaan pertahanan utama Moskow telah ditargetkan oleh serangkaian sanksi terbaru Amerika Serikat."Pembatasan AS telah mengungkap tujuan sebenarnya dari sanksi ini," kata pihak Rostec kepada media Moskow.

"Semua tuduhan Washington terhadap Moskow hanya sebuah alasan untuk mendorong Rusia keluar dari pasar senjata global," lanjut Rostec, seperti dikutip Russia Today, Minggu (8/4/2018)."Langkah AS sebagai persaingan tidak sehat."

Rosoboronexport, yang dikendalikan oleh Rostec, selama ini terlibat dalam perdagangan teknologi dan senjata militer dunia. Perusahaan ini ikut andil dalam prestasi Moskow sebagai ekportir senjata terbesar kedua dunia setelah AS.

Seperti diketahui, pada hari Jumat, Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi terbaru terhadap Moskow atas berbagai tuduhan, termasuk serangan racun saraf Novichok terhadap mantan agen ganda Sergei Skripal di Salisbury, Inggris.

Total ada 24 tokoh dan pejabat Rusia serta 14 entitas yang masuk dalam daftar target sanksi Washington. Selain Rosoboronexport, sanksi Washington juga menargetkan beberapa perusahaan energi utama Rusia, seperti En + atau Eurosibenergo, serta kelompok industri yang beragam.

Beberapa pengusaha dan pejabat tinggi Rusia, termasuk Menteri Dalam Negeri Vladimir Kolokoltsev dan mantan kepala FSB Nikolay Patrushev tak luput dari sanksi baru Washington.

Tindakan AS ini dilakukan di saat ekspor senjata Rusia tumbuh untuk pertama kalinya dalam lima tahun. Pada bulan Oktober 2017, lebih dari tiga puluh perusahaan, termasuk Rostec sendiri, dimasukkan dalam daftar target sanksi Washington.

AS selama ini juga prihatin dengan fakta bahwa Rusia berhasil menembus pasar sekutu dekat dan pembeli utama senjata utama Washington, khususnya di Timur Tengah. Persenjataan Rusia telah menarik perhatian Bahrain, Mesir, Maroko, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Tunisia.

Arab Saudi, yang sejauh ini pembeli terbesar senjata AS, telah menyegel berbagai kontrak senjata dengan Rusia pada Oktober 2017 setelah Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud mengunjungi Moskow.

Kesepakatan itu termasuk pembelian sistem rudal anti-pesawat S-400, rudal anti-tank, sistem senjata api berat, peluncur granat, serta senapan serbu Kalashnikov AK-103. Kontrak dengan Arab Saudi itu bernilai lebih dari USD3 miliar.

Pada 2017, Uni Emirat Arab (UEA) berencana membeli lebih dari satu skuadron jet tempur Su-35. Rusia dan UAE juga berencana mengembangkan pesawat tempur ringan berbasis jet MiG-29.

Pada Januari 2018, Duta Besar Qatar untuk Rusia, Fahad bin Mohammed Al-Attiyah, mengatakan bahwa negaranya berada pada tahap lanjut negosiasi pembelian sistem rudal anti-pesawat S-400 Rusia. Diplomat itu juga memuji perjanjian kerja sama militer yang ditandatangani oleh Doha dan Moskow pada Oktober 2017.

Turki yang merupakan sekutu AS di keanggotaan NATO juga membeli sistem rudal S-400 dari Moskow. Presiden Vladimir Putin yang baru-baru ini berkunjung ke Ankara sepakat memajukan pengiriman unit sistem rudal S-400 dari 2020 menjadi Juli 2019.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1253 seconds (0.1#10.140)