Pembelot Rusia Diracun, Bos Intelijen Kremlin Salahkan AS dan Inggris
A
A
A
MOSKOW - Serangan racun terhadap mantan agen ganda Rusia, Sergei Skripal, dan putrinya adalah aksi provokasi oleh Amerika Serikat (AS) dan dinas intelijen Inggris. Demikian pernyataan yang dikeluarkan oleh kepala badan intelijen asing Rusia, Sergei Naryshkin.
"Bahkan dalam kasus Skripal, provokasi aneh yang dibuat kasar oleh AS dan dinas keamanan Inggris, beberapa pemerintah Eropa tidak mengikuti London dan Washington secara membabi buta tetapi malah memilih untuk secara hati-hati memahami apa yang terjadi," kata Naryshkin seperti dikutip dari Reuters, Rabu (4/4/2018).
Pernyataan Naryshkin ini seolah membenarkan pernyataan Dubes Rusia untuk Inggris, Alexander Yakovenko. Yakovenko menuding Inggris adalah pelaku serangan racun terhadap Sergei Skripal dan putrinya Yulia. Kecurigaan itu muncul karena keengganan London untuk berbagi informasi mengenai serangan itu. Pasalnya London enggan berbagi informasi mengenai serangan itu.
"Kami sangat curiga bahwa provokasi ini dilakukan oleh intelijen Inggris," kata Yakovenko
Serangan racun terhadap Sergei Skripal dan putrinya di Salisbury memicu konflik diplomatik terburuk antara London dan Moskow selama bertahun-tahun. Inggris menuduh pemerintah Rusia menggunakan zat saraf kelas militer terhadap mantan mata-mata itu. Inggris juga menghalangi upaya Moskow untuk mempelajari rincian penyelidikan yang sedang berlangsung atas insiden tersebut.
Setelah serangan racun di Salisbury, Inggris meyakinkan beberapa sekutunya untuk mengikuti jejaknya mengusir diplomat Rusia. Amerika Serikat (AS) adalah yang paling menerima seruan itu. AS menendang 60 diplomat Rusia keluar dari negara itu, yang "mengerdilkan" pengusiran Inggris terhadap 23 diplomat Rusia.
Negara-negara Eropa yang memilih untuk menunjukkan solidaritasnya kepada London mengusir antara satu dan empat diplomat. Hanya Ukraina yang mengusir hingga 13 diplomat Moskow.
"Bahkan dalam kasus Skripal, provokasi aneh yang dibuat kasar oleh AS dan dinas keamanan Inggris, beberapa pemerintah Eropa tidak mengikuti London dan Washington secara membabi buta tetapi malah memilih untuk secara hati-hati memahami apa yang terjadi," kata Naryshkin seperti dikutip dari Reuters, Rabu (4/4/2018).
Pernyataan Naryshkin ini seolah membenarkan pernyataan Dubes Rusia untuk Inggris, Alexander Yakovenko. Yakovenko menuding Inggris adalah pelaku serangan racun terhadap Sergei Skripal dan putrinya Yulia. Kecurigaan itu muncul karena keengganan London untuk berbagi informasi mengenai serangan itu. Pasalnya London enggan berbagi informasi mengenai serangan itu.
"Kami sangat curiga bahwa provokasi ini dilakukan oleh intelijen Inggris," kata Yakovenko
Serangan racun terhadap Sergei Skripal dan putrinya di Salisbury memicu konflik diplomatik terburuk antara London dan Moskow selama bertahun-tahun. Inggris menuduh pemerintah Rusia menggunakan zat saraf kelas militer terhadap mantan mata-mata itu. Inggris juga menghalangi upaya Moskow untuk mempelajari rincian penyelidikan yang sedang berlangsung atas insiden tersebut.
Setelah serangan racun di Salisbury, Inggris meyakinkan beberapa sekutunya untuk mengikuti jejaknya mengusir diplomat Rusia. Amerika Serikat (AS) adalah yang paling menerima seruan itu. AS menendang 60 diplomat Rusia keluar dari negara itu, yang "mengerdilkan" pengusiran Inggris terhadap 23 diplomat Rusia.
Negara-negara Eropa yang memilih untuk menunjukkan solidaritasnya kepada London mengusir antara satu dan empat diplomat. Hanya Ukraina yang mengusir hingga 13 diplomat Moskow.
(ian)