Korban Tewas Aksi Brutal Militer Israel di Tepi Gaza Jadi 18
A
A
A
GAZA - Korban tewas akibat aksi brutal militer Israel di perbatasan Gaza bertambah menjadi 18. Namun, pihak militer Israel menolak tuduhan telah menggunakan kekuatan yang berlebihan.
Korban tewas terbaru adalah seorang pria berusia 29 tahun yang meninggal pada Senin kemarin karena luka-lukanya. Kelompok militan Jihad Islam mengatakan pria tersebut adalah anggotanya seperti dikutip dari AP, Selasa (3/4/2018).
Dalam aksi protes hari Jumat lalu, ribuan orang berkumpul di dekat perbatasan dengan Israel di beberapa lokasi. Kelompok-kelompok kecil bergerak lebih dekat ke pagar perbatasan, melempar batu atau membakar ban. Militer Israel mengatakan bahwa dalam satu insiden, dua orang bersenjata melepaskan tembakan di dekat pagar.
Pejabat kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 750 warga Palestina terluka oleh tembakan tentara Israel dalam aksi protes itu. Jumlah ini menjadikannya hari paling berdarah di Gaza sejak perang Israel-Hamas 2014.
Militer Israel mengatakan 10 orang Palestina yang tewas pada Jumat lalu adalah anggota Hamas dan kelompok militan lainnya. Namun, Israel tidak mengatakan apakah korban bersenjata kecuali dua orang yang melepaskan tembakan di dekat pagar.
Amos Gilad, seorang pensiunan pejabat senior pertahanan, dengan sinis menuduh Hamas mengeksploitasi warga sipil. Ia menuduh kelompok itu "ingin menjadi berita utama melalui darah."
"Pencapaian besar Jumat lalu adalah bahwa mereka (demonstran) tidak melintasi perbatasan," katanya kepada Channel 10 Israel.
"Israel tidak bisa membiarkan orang-orang Palestina yang melakukan kekerasan yang dikirim oleh organisasi yang bertujuan untuk menghancurkan negara untuk memasuki wilayah Israel," katanya.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan apa yang dilakukan oleh militer Israel melanggar hukum. Tentara Zionis dinilai telah menggunakan kekuatan mematikan dalam menghadapi pengunjuk rasa. Padahal, para pengunjuk rasa itu tidak menimbulkan ancaman bagi personil militer Israel.
"Tentara dapat menggunakan kekuatan yang wajar untuk mempertahankan perbatasan," kata Omar Shakir dari kelompok internasional Human Rights Watch.
"Ini adalah insiden di mana tentara menembak dari belakang pagar, dipisahkan oleh zona penyangga dan objek lain, menembaki orang-orang di belakang pagar, dalam beberapa kasus mundur, tidak bergerak maju, atau maju tanpa menimbulkan ancaman yang akan segera terjadi," terangnya.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman menolak seruan internasional untuk melakukan penyelidikan.
Aksi protes akan berlanjut hingga 15 Mei, peringatan ke-70 pendirian Israel. Tanggal tersebut ditangisi oleh orang-orang Palestina sebagai Hari "Nakba", atau bencana, ketika ratusan ribu orang diusir dalam perang Timur Tengah 1948 untuk terbentuknya negara Israel. Sebagian besar dari 2 juta orang Gaza adalah keturunan pengungsi Palestina.
Korban tewas terbaru adalah seorang pria berusia 29 tahun yang meninggal pada Senin kemarin karena luka-lukanya. Kelompok militan Jihad Islam mengatakan pria tersebut adalah anggotanya seperti dikutip dari AP, Selasa (3/4/2018).
Dalam aksi protes hari Jumat lalu, ribuan orang berkumpul di dekat perbatasan dengan Israel di beberapa lokasi. Kelompok-kelompok kecil bergerak lebih dekat ke pagar perbatasan, melempar batu atau membakar ban. Militer Israel mengatakan bahwa dalam satu insiden, dua orang bersenjata melepaskan tembakan di dekat pagar.
Pejabat kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 750 warga Palestina terluka oleh tembakan tentara Israel dalam aksi protes itu. Jumlah ini menjadikannya hari paling berdarah di Gaza sejak perang Israel-Hamas 2014.
Militer Israel mengatakan 10 orang Palestina yang tewas pada Jumat lalu adalah anggota Hamas dan kelompok militan lainnya. Namun, Israel tidak mengatakan apakah korban bersenjata kecuali dua orang yang melepaskan tembakan di dekat pagar.
Amos Gilad, seorang pensiunan pejabat senior pertahanan, dengan sinis menuduh Hamas mengeksploitasi warga sipil. Ia menuduh kelompok itu "ingin menjadi berita utama melalui darah."
"Pencapaian besar Jumat lalu adalah bahwa mereka (demonstran) tidak melintasi perbatasan," katanya kepada Channel 10 Israel.
"Israel tidak bisa membiarkan orang-orang Palestina yang melakukan kekerasan yang dikirim oleh organisasi yang bertujuan untuk menghancurkan negara untuk memasuki wilayah Israel," katanya.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan apa yang dilakukan oleh militer Israel melanggar hukum. Tentara Zionis dinilai telah menggunakan kekuatan mematikan dalam menghadapi pengunjuk rasa. Padahal, para pengunjuk rasa itu tidak menimbulkan ancaman bagi personil militer Israel.
"Tentara dapat menggunakan kekuatan yang wajar untuk mempertahankan perbatasan," kata Omar Shakir dari kelompok internasional Human Rights Watch.
"Ini adalah insiden di mana tentara menembak dari belakang pagar, dipisahkan oleh zona penyangga dan objek lain, menembaki orang-orang di belakang pagar, dalam beberapa kasus mundur, tidak bergerak maju, atau maju tanpa menimbulkan ancaman yang akan segera terjadi," terangnya.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman menolak seruan internasional untuk melakukan penyelidikan.
Aksi protes akan berlanjut hingga 15 Mei, peringatan ke-70 pendirian Israel. Tanggal tersebut ditangisi oleh orang-orang Palestina sebagai Hari "Nakba", atau bencana, ketika ratusan ribu orang diusir dalam perang Timur Tengah 1948 untuk terbentuknya negara Israel. Sebagian besar dari 2 juta orang Gaza adalah keturunan pengungsi Palestina.
(ian)