Sebut Perang dengan Iran 10 Tahun Lagi, Putra Mahkota Saudi Dicap Delusi
A
A
A
TEHERAN - Pemerintah Iran meledek Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman yang menyebut perang antara Riyadh dan Teheran akan terjadi 10 sampai 15 tahun lagi. Putra Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud itu dianggap sedang delusi.
Ledekan Teheran disampaikan juru bicara Departemen Luar Negeri Iran Bahram Qassemi. Diplomat Teheran itu memperingatkan Mohammed bin Salman (MbS) untuk "tidak berdebat dengan kematian".
Qassemi juga meminta para pejabat sepuh Saudi untuk mengajarkan calon raja itu belajar dari mantan pemimpin Irak Saddam Hussein setelah dia menantang Iran. Qassemi bahkan menganggap MbS sebagai "calon pengkhianat".
"Ini pemula delusional, yang masih terlalu besar untuk sepatu botnya, entah tidak tahu perang apa, atau belum mempelajari sejarah, atau sayangnya belum berbicara dengan orang yang terhormat," ujar Qassemi.
Pejabat Teheran itu lantas menguti penggalan puisi abad 13 untuk menambah olok-olokan terhadap MbS."Semut yang berusaha bergulat dengan seekor elang buru-buru mati," bunyi penggalan puisi yang dikutip Qassemi, seperti dilansir Al Jazeera, Minggu (1/4/2018).
Dia meminta ahli bahasa Persia di keluarga Kerajaan Saudi untuk menerjemahkan ayat yang sesuai untuk Putra Mahkota.
Baca Juga: Putra Mahkota Saudi Sebut Perang dengan Iran di Depan Mata
Komentar Qassemi muncul setelah bin Salman mengatakan bahwa Arab Saudi dapat terlibat dalam konfrontasi militer terhadap Iran jika sanksi internasional yang lebih keras tidak dikenakan terhadap Republik Islam Iran.
"Kita harus mencapai ini untuk menghindari konflik militer, jika kita gagal melakukan ini, kita mungkin akan berperang dengan Iran dalam waktu 10-15 tahun," kata Mohammed bin Salman kepada The Wall Street Journal.
Riyadh telah menyatakan alarm pada apa yang dilihatnya sebagai pengaruh Teheran yang merayap di wilayah Timur Tengah dan telah meningkatkan upayanya untuk menahan apa yang dianggapnya sebagai ekspansi Iran melalui konflik proxy dan keterlibatan militer langsung di Yaman.
Riyadh selama ini menjadi kritikus kuat atas kesepakatan nuklir 2015 yang disebut akan meringankan kesengsaraan ekonomi Iran dan memungkinkan Teheran untuk menopang afiliasinya seperti Hizbullah Lebanon.
Otoritas Saudi telah berulang kali memuji sikap keras Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas kesepakatan nuklir Iran 2015, namun Washington hingga kini masih bertahan dengan kesepakatan itu.
Ledekan Teheran disampaikan juru bicara Departemen Luar Negeri Iran Bahram Qassemi. Diplomat Teheran itu memperingatkan Mohammed bin Salman (MbS) untuk "tidak berdebat dengan kematian".
Qassemi juga meminta para pejabat sepuh Saudi untuk mengajarkan calon raja itu belajar dari mantan pemimpin Irak Saddam Hussein setelah dia menantang Iran. Qassemi bahkan menganggap MbS sebagai "calon pengkhianat".
"Ini pemula delusional, yang masih terlalu besar untuk sepatu botnya, entah tidak tahu perang apa, atau belum mempelajari sejarah, atau sayangnya belum berbicara dengan orang yang terhormat," ujar Qassemi.
Pejabat Teheran itu lantas menguti penggalan puisi abad 13 untuk menambah olok-olokan terhadap MbS."Semut yang berusaha bergulat dengan seekor elang buru-buru mati," bunyi penggalan puisi yang dikutip Qassemi, seperti dilansir Al Jazeera, Minggu (1/4/2018).
Dia meminta ahli bahasa Persia di keluarga Kerajaan Saudi untuk menerjemahkan ayat yang sesuai untuk Putra Mahkota.
Baca Juga: Putra Mahkota Saudi Sebut Perang dengan Iran di Depan Mata
Komentar Qassemi muncul setelah bin Salman mengatakan bahwa Arab Saudi dapat terlibat dalam konfrontasi militer terhadap Iran jika sanksi internasional yang lebih keras tidak dikenakan terhadap Republik Islam Iran.
"Kita harus mencapai ini untuk menghindari konflik militer, jika kita gagal melakukan ini, kita mungkin akan berperang dengan Iran dalam waktu 10-15 tahun," kata Mohammed bin Salman kepada The Wall Street Journal.
Riyadh telah menyatakan alarm pada apa yang dilihatnya sebagai pengaruh Teheran yang merayap di wilayah Timur Tengah dan telah meningkatkan upayanya untuk menahan apa yang dianggapnya sebagai ekspansi Iran melalui konflik proxy dan keterlibatan militer langsung di Yaman.
Riyadh selama ini menjadi kritikus kuat atas kesepakatan nuklir 2015 yang disebut akan meringankan kesengsaraan ekonomi Iran dan memungkinkan Teheran untuk menopang afiliasinya seperti Hizbullah Lebanon.
Otoritas Saudi telah berulang kali memuji sikap keras Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas kesepakatan nuklir Iran 2015, namun Washington hingga kini masih bertahan dengan kesepakatan itu.
(mas)