BPJS Ketenagakerjaan Punya Program Khusus Perlindungan TKI
A
A
A
JAKARTA - Direktur BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto menyatakan, pihaknya memiliki program khusus yang memang ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
"Jadi BPJS ketenagakerjaan hanya satu yang berlaku di Indonesia. Namun demikian yang untuk meng-cover TKI ada peraturannya tersendiri, yaitu Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2017 di mana perbedaannya adalah coverage-nya dan juga besaran iurannya. Dan kita sejak 1 Agustus 2017 sudah mendapatkan amanah untuk memberikan perlindungan kepada seluruh pekerja di negara–negara penempatan," terang Agus, Jakarat, Jumat (16/3/2018).
Ia menyebut, pekan lalu memperkenalkan satu aplikasi untuk melakukan pendaftaran secara mandiri oleh TKI. Ia menyebut dengan menggunakan aplikasi berbasis android, BPJS Ketenagakerjaanku, TKI bisa melakukan pendaftaran secara mandiri.
"Mereka juga bisa langsung berinteraksi secara langsung melalui live chatting. Jadi seolah–olah walaupun mereka bekerja di apartemen, bekerja di ladang begitu melakukan pendaftaran mereka bisa berinteraksi seperti berada di kantornya BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.
Namun, Agus menyatakan sistem ini mengalami kelemahan, yakni tidak bisa menjagkau para TKI yang bekerja di pedalaman seperti para TKI yang bekerja di Sarawak. Para TKI di Sarawak kebanyakan bekerja di perkebunan sawit yang tidak memiliki akses internet.
"Namun setelah kami melihat kondisi real para TKI yang ada di Sarawak, ini nampaknya karakteristiknya berbeda, kondisi lapangannya berbeda, kita lihat para TKI kita ada di ladang–ladang yang jauh dari pemukiman. Kemudian jauh dari sinyal handphone, ini (sinyal) juga tidak ada, ini berarti aplikasi kami tidak applicable disini sehingga perlu penanganan khusus, kita sudah berbicara dengan pihak KBRI. Kemungkinan kita akan menunjuk wakil kita untuk hadir di daerah–daerah yang masih blank spot ini," tuturnya.
Sementara itu ketika ditanya besaran iuran untuk mendapatkan layanan asuransi ini, Agus menyatakan besaran iuran sebesar Rp370 ribu untuk masa perlindungan selama 31 bulan.
"Jadi masa perlindungan kita itu dibagi tiga, waktu mereka penempatan, kemudian di negara penempatan dan sesudah mereka penempatan atau balik ke Indonesia. Khusus bagi TKI yang akan berangkat ini sudah diwajibkan. Untuk mengurus dokumen kita sudah bekerja sama dengan pihak terkait untuk memberikan layanan satu atap. Sehingga setiap TKI yang akan berangkat tersebut akan tercover," ucapnya.
"Yang jadi tantangan atau kendala adalah bagaimana para TKI atau BMI yang sudah bekerja di negara penempatan. Apakah mereka harus kembali ke Indonesia untuk mengurus dokumen, tentunya tidak. Oleh karena itu perlu kehadiran BPJS ketenagakerjaan di negara–negara penempatan. Di negara–negara yang sudah familiar dengan gadget dan internet kita bisa hadir secara digital dengan aplikasi. Namun bagi negara–negara yang belum familiar atau fasilitas internetnya tidak memadai, ini perlu kehadiran fisik. Dan begitu kita lihat para WNI yang ada disini lebih nyaman untuk mengurus sesuatu face to face," tukasnya.
"Jadi BPJS ketenagakerjaan hanya satu yang berlaku di Indonesia. Namun demikian yang untuk meng-cover TKI ada peraturannya tersendiri, yaitu Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2017 di mana perbedaannya adalah coverage-nya dan juga besaran iurannya. Dan kita sejak 1 Agustus 2017 sudah mendapatkan amanah untuk memberikan perlindungan kepada seluruh pekerja di negara–negara penempatan," terang Agus, Jakarat, Jumat (16/3/2018).
Ia menyebut, pekan lalu memperkenalkan satu aplikasi untuk melakukan pendaftaran secara mandiri oleh TKI. Ia menyebut dengan menggunakan aplikasi berbasis android, BPJS Ketenagakerjaanku, TKI bisa melakukan pendaftaran secara mandiri.
"Mereka juga bisa langsung berinteraksi secara langsung melalui live chatting. Jadi seolah–olah walaupun mereka bekerja di apartemen, bekerja di ladang begitu melakukan pendaftaran mereka bisa berinteraksi seperti berada di kantornya BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.
Namun, Agus menyatakan sistem ini mengalami kelemahan, yakni tidak bisa menjagkau para TKI yang bekerja di pedalaman seperti para TKI yang bekerja di Sarawak. Para TKI di Sarawak kebanyakan bekerja di perkebunan sawit yang tidak memiliki akses internet.
"Namun setelah kami melihat kondisi real para TKI yang ada di Sarawak, ini nampaknya karakteristiknya berbeda, kondisi lapangannya berbeda, kita lihat para TKI kita ada di ladang–ladang yang jauh dari pemukiman. Kemudian jauh dari sinyal handphone, ini (sinyal) juga tidak ada, ini berarti aplikasi kami tidak applicable disini sehingga perlu penanganan khusus, kita sudah berbicara dengan pihak KBRI. Kemungkinan kita akan menunjuk wakil kita untuk hadir di daerah–daerah yang masih blank spot ini," tuturnya.
Sementara itu ketika ditanya besaran iuran untuk mendapatkan layanan asuransi ini, Agus menyatakan besaran iuran sebesar Rp370 ribu untuk masa perlindungan selama 31 bulan.
"Jadi masa perlindungan kita itu dibagi tiga, waktu mereka penempatan, kemudian di negara penempatan dan sesudah mereka penempatan atau balik ke Indonesia. Khusus bagi TKI yang akan berangkat ini sudah diwajibkan. Untuk mengurus dokumen kita sudah bekerja sama dengan pihak terkait untuk memberikan layanan satu atap. Sehingga setiap TKI yang akan berangkat tersebut akan tercover," ucapnya.
"Yang jadi tantangan atau kendala adalah bagaimana para TKI atau BMI yang sudah bekerja di negara penempatan. Apakah mereka harus kembali ke Indonesia untuk mengurus dokumen, tentunya tidak. Oleh karena itu perlu kehadiran BPJS ketenagakerjaan di negara–negara penempatan. Di negara–negara yang sudah familiar dengan gadget dan internet kita bisa hadir secara digital dengan aplikasi. Namun bagi negara–negara yang belum familiar atau fasilitas internetnya tidak memadai, ini perlu kehadiran fisik. Dan begitu kita lihat para WNI yang ada disini lebih nyaman untuk mengurus sesuatu face to face," tukasnya.
(ian)