China Dukung Upaya Damai Korea Selatan
A
A
A
BEIJING - Presiden China Xi Jinping memberikan dukungan pada inisiatif Korea Selatan (Korsel) untuk menjalin perdamaian dengan Korea Utara (Korut).
Selama pekan lalu, Kepala Kantor Keamanan Nasional Korsel Chung Eui-yong bertemu para pejabat di Beijing dan Moskow setelah sukses mendorong konferensi tingkat tinggi antara pemimpin Korut, Korsel, dan AS.
Rusia juga mengungkapkan dukungan terhadap upaya damai Korea tersebut. “Jinping memberikan pepatah China yang menyatakan, ‘Saat es keras meleleh, musim semi datang dan bunga kembang,’ untuk menggambarkan situasi di Semenanjung Korea dan menyatakan keinginannya mendukung situasi sekarang,” kata Chung kepada para jurnalis saat kembali ke Bandara Internasional Incheon, Seoul, Korsel, kemarin.
Pemimpin Korut Kim Jongun menjelaskan pada delegasi Korsel yang dipimpin Chung bahwa dia terbuka membahas denuklirisasi dengan AS. Tawaran Kim itu pun membuat Presiden AS Donald Trump sepakat bertemu Kim pada Mei mendatang.
“China dan Rusia sepakat bekerja sama untuk mempertahankan perdamaian yang telah tercipta, serta momentum untuk stabilitas melalui komunikasi yang dekat,” papar Chung. Korut telah memiliki hubungan dekat dengan Beijing dan Moskow.
China selama ini menjadi mitra dagang terbesar Korut. Presiden Korsel Moon Jaein akan menggelar konferensi tingkat tinggi (KTT) dengan Kim akhir April. “Komite persiapan Korsel untuk KTT dua Korea itu dipimpin Kepala Staf Kepresidenan Im Jong-seok yang menggelar rapat resmi pertama pada Jumat (16/3),” ungkap juru bicara kepresidenan Korsel Kim Eui-kyeom kemarin.
“Komite itu terdiri atas para pejabat kepresidenan dan pemerintahan termasuk kementerian unifikasi, kementerian luar negeri dan kementerian pertahanan,” ujarnya. Secara terpisah, pejabat Korsel menyatakan masih terlalu dini untuk membahas proyek ekonomi gabungan dengan Pyongyang.
Pejabat itu menjelaskan bahwa Menteri Luar Negeri (Menlu) China Yang Jiechi akan mengunjungi Seoul pada Selasa (20/3) untuk bertemu para pejabat keamanan Korsel. Aktivitas diplomatik yang gencar itu terjadi setelah setahun perselisihan antara Kim Jong-un dan Trump yang dipicu tes rudal dan nuklir Korut.
Pyongyang masih tetap diam mengenai kesepakatan untuk KTT itu sejak Chung kembali dari Korut. Meski demikian, para pejabat di Seoul menyatakan mereka memperkirakan terus berunding untuk menyusun rincian KTT dua Korea.
Ada sejumlah spekulasi bahwa Trump dan Kim akan bertemu di Swedia, setelah Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Swedia mengumumkan Menlu Korut Ri Yong-ho tiba untuk perundingan dua hari dengan Menlu Swedia Margot Wallstrom. Kunjungan tiba-tiba Ri ke Swedia memicu spekulasi bahwa KTT Trump dan Kim akan digelar di sana.
Kedutaan Besar Swedia di Pyongyang mewakili kepentingan diplomatik AS di Korut karena Washington tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Pyongyang. Swedia bukan anggota aliansi militer NATO yang dipimpin AS.
Dalam pernyataannya, Swedia menyatakan bahwa Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) telah mengecam senjata nuklir dan rudal Korut serta meminta Pyongyang sepenuhnya menghentikan program tersebut.
“Swedia mendukung penuh resolusi DK PBB. Tujuan kunjungan adalah berkontribusi pada penerapan efektif resolusi itu,” ungkap Kementerian Luar Negeri Swedia. Sementara itu, Jepang membuka peluang kemungkinan pertemuan antara Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe dan Pemimpin Korut Kim Jong-un.
Jika pertemuan itu terwujud, kedua pemimpin akan membahas masalah penculikan warga Jepang oleh agen Pyongyang beberapa dekade lalu. Abe menjadikan isu penculikan itu sebagai salah satu target utama karier politiknya.
Abe akan bertemu Donald Trump bulan depan di Washington menjelang KTT Trump dan Kim pada Mei. Sebelum itu, Kim akan bertemu Presiden Korsel Moon Jae-in. Muncul kekhawatiran di Tokyo bahwa kepentingan Jepang, termasuk nasib mereka yang diculik, akan dikesampingkan oleh sejumlah langkah terbaru untuk menyelesaikan krisis program rudal dan nuklir Korut.
“Penting untuk mengharmoniskan kebijakan antara Jepang, AS, dan Korsel menjelang KTT AS-Korut,” papar Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga. “Setelah itu, sambil mendekatkan antara tiga negara, kami akan mengangkat bagaimana secara komprehensif menye-lesaikan isu nuklir, rudal dan penculikan.
Di antara itu, kami ingin mempertimbangkan apa yang akan menjadi isu paling efektif dari perspektif itu,” imbuh Suga. Selasa (13/3), sumber pemerintah Jepang menyatakan sedang mempertimbangkan pertemuan Abe dan Kim.
Sumber itu menolak diidentifikasi karena tidak memiliki wewenang untuk bicara ke media. Abe, 63, menyatakan tidak akan istirahat hingga semua 13 orang yang diakui Korut telah diculik itu kembali. Jepang juga ingin mendapat informasi tentang korban penculikan lain yang dibawa menggunakan kereta untuk dilatih sebagai mata-mata Korut. (Syarifudin)
Selama pekan lalu, Kepala Kantor Keamanan Nasional Korsel Chung Eui-yong bertemu para pejabat di Beijing dan Moskow setelah sukses mendorong konferensi tingkat tinggi antara pemimpin Korut, Korsel, dan AS.
Rusia juga mengungkapkan dukungan terhadap upaya damai Korea tersebut. “Jinping memberikan pepatah China yang menyatakan, ‘Saat es keras meleleh, musim semi datang dan bunga kembang,’ untuk menggambarkan situasi di Semenanjung Korea dan menyatakan keinginannya mendukung situasi sekarang,” kata Chung kepada para jurnalis saat kembali ke Bandara Internasional Incheon, Seoul, Korsel, kemarin.
Pemimpin Korut Kim Jongun menjelaskan pada delegasi Korsel yang dipimpin Chung bahwa dia terbuka membahas denuklirisasi dengan AS. Tawaran Kim itu pun membuat Presiden AS Donald Trump sepakat bertemu Kim pada Mei mendatang.
“China dan Rusia sepakat bekerja sama untuk mempertahankan perdamaian yang telah tercipta, serta momentum untuk stabilitas melalui komunikasi yang dekat,” papar Chung. Korut telah memiliki hubungan dekat dengan Beijing dan Moskow.
China selama ini menjadi mitra dagang terbesar Korut. Presiden Korsel Moon Jaein akan menggelar konferensi tingkat tinggi (KTT) dengan Kim akhir April. “Komite persiapan Korsel untuk KTT dua Korea itu dipimpin Kepala Staf Kepresidenan Im Jong-seok yang menggelar rapat resmi pertama pada Jumat (16/3),” ungkap juru bicara kepresidenan Korsel Kim Eui-kyeom kemarin.
“Komite itu terdiri atas para pejabat kepresidenan dan pemerintahan termasuk kementerian unifikasi, kementerian luar negeri dan kementerian pertahanan,” ujarnya. Secara terpisah, pejabat Korsel menyatakan masih terlalu dini untuk membahas proyek ekonomi gabungan dengan Pyongyang.
Pejabat itu menjelaskan bahwa Menteri Luar Negeri (Menlu) China Yang Jiechi akan mengunjungi Seoul pada Selasa (20/3) untuk bertemu para pejabat keamanan Korsel. Aktivitas diplomatik yang gencar itu terjadi setelah setahun perselisihan antara Kim Jong-un dan Trump yang dipicu tes rudal dan nuklir Korut.
Pyongyang masih tetap diam mengenai kesepakatan untuk KTT itu sejak Chung kembali dari Korut. Meski demikian, para pejabat di Seoul menyatakan mereka memperkirakan terus berunding untuk menyusun rincian KTT dua Korea.
Ada sejumlah spekulasi bahwa Trump dan Kim akan bertemu di Swedia, setelah Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Swedia mengumumkan Menlu Korut Ri Yong-ho tiba untuk perundingan dua hari dengan Menlu Swedia Margot Wallstrom. Kunjungan tiba-tiba Ri ke Swedia memicu spekulasi bahwa KTT Trump dan Kim akan digelar di sana.
Kedutaan Besar Swedia di Pyongyang mewakili kepentingan diplomatik AS di Korut karena Washington tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Pyongyang. Swedia bukan anggota aliansi militer NATO yang dipimpin AS.
Dalam pernyataannya, Swedia menyatakan bahwa Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) telah mengecam senjata nuklir dan rudal Korut serta meminta Pyongyang sepenuhnya menghentikan program tersebut.
“Swedia mendukung penuh resolusi DK PBB. Tujuan kunjungan adalah berkontribusi pada penerapan efektif resolusi itu,” ungkap Kementerian Luar Negeri Swedia. Sementara itu, Jepang membuka peluang kemungkinan pertemuan antara Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe dan Pemimpin Korut Kim Jong-un.
Jika pertemuan itu terwujud, kedua pemimpin akan membahas masalah penculikan warga Jepang oleh agen Pyongyang beberapa dekade lalu. Abe menjadikan isu penculikan itu sebagai salah satu target utama karier politiknya.
Abe akan bertemu Donald Trump bulan depan di Washington menjelang KTT Trump dan Kim pada Mei. Sebelum itu, Kim akan bertemu Presiden Korsel Moon Jae-in. Muncul kekhawatiran di Tokyo bahwa kepentingan Jepang, termasuk nasib mereka yang diculik, akan dikesampingkan oleh sejumlah langkah terbaru untuk menyelesaikan krisis program rudal dan nuklir Korut.
“Penting untuk mengharmoniskan kebijakan antara Jepang, AS, dan Korsel menjelang KTT AS-Korut,” papar Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga. “Setelah itu, sambil mendekatkan antara tiga negara, kami akan mengangkat bagaimana secara komprehensif menye-lesaikan isu nuklir, rudal dan penculikan.
Di antara itu, kami ingin mempertimbangkan apa yang akan menjadi isu paling efektif dari perspektif itu,” imbuh Suga. Selasa (13/3), sumber pemerintah Jepang menyatakan sedang mempertimbangkan pertemuan Abe dan Kim.
Sumber itu menolak diidentifikasi karena tidak memiliki wewenang untuk bicara ke media. Abe, 63, menyatakan tidak akan istirahat hingga semua 13 orang yang diakui Korut telah diculik itu kembali. Jepang juga ingin mendapat informasi tentang korban penculikan lain yang dibawa menggunakan kereta untuk dilatih sebagai mata-mata Korut. (Syarifudin)
(nfl)