Memerkosa Ibu Kandung, Pria Ini Dihukum Penjara 16 Tahun
A
A
A
SINGAPURA - Seorang pria berusia 34 tahun di Singapura dijatuhi hukuman 16 tahun penjara dan 18 pukulan tongkat atas tuduhan memerkosa ibu kandungnya. Hukuman dijatuhkan hakim pengadilan setempat pada hari Rabu.
”Pikiran kita berjuang untuk memahaminya,” kata Wakil Jaksa Penuntut Umum Sharmila Sripathy-Shanaz.
”Untuk semua ungkapan, tidak ada kata-kata yang bahkan mendekati untuk menyatakan kengerian terhadap korban karena dia diperlakukan dengan kejam dan tanpa henti diserang secara seksual oleh (anak laki-laki) yang dia besarkan selama 30 tahun,” ujarnya.
Insiden tersebut terjadi pada tahun 2013. Persidangan digelar 18 hari dalam tempo dua tahun, sebelum akhirnya Pengadilan Tinggi memvonisnya atas tiga tuduhan pemerkosaan, pelecehan seksual dan pelecehan dengan penyiksaan yang diperparah.
Identintias terdakwa tidak diungkap untuk melindungi identitas korban.
Pihak jaksa telah meminta hakim pengadilan untuk menghukum terdakwa selama 18 tahun penjara dan 19 pukulan tongkat dengan alasan penderitaan yang dialami korban sebagai ibu kandung terdakwa.
Seorang psikiater telah memberi kesaksian bahwa korban yang berusia 50-an tahun itu menderita Acute Stress Disorder (ASD) setelah mengalami serangan.
Sebelum kejadian, korban mengundang terdakwa untuk tinggal bersama di flat yang dia tinggali bersama suami keduanya.
Terdakwa tidak punya tempat tinggal, dan korban minta agar suaminya mengizinkan anaknya tersebut tinggal bersama. Flat kecil itu hanya dilengkapi satu tempat tidur, lemari, meja kecil, toilet dan dapur darurat.
Aksi perkosaan terjadi pada sekitar pukul 02.00 dini hari pada 4 Oktober 2013. Saat itu korban berada di flat sendirian dan terdakwa melakukan serangan asusila dua kali yang diawali dengan penyiksaan.
Namun, terdakwa melalui pensihat hukumnya Harry Elias, berpendapat bahwa terdakwa telah diatur oleh korban dan suaminya untuk di depak dari flat tersebut.
“Mereka telah berkolusi untuk membuat laporan palsu bahwa (terdakwa) telah memerkosa (ibunya) untuk secara permanen mengeluarkannya dari (flat) dan ruang pribadi mereka," kata Elias.
“Tidak diragukan lagi bahwa terdakwa adalah ‘gangguan’ pada ibunya dan ayah tirinya dan duri dalam hidup mereka,” imbuh pengacara tersebut. ”Mereka perlu menyingkirkannya untuk selamanya.”
Pihak jaksa mempertanyakan kembali pembelaan itu. Menurut jaksa korban sudah tahu apa artinya menjadi korban.
”Setelah mengalami serangan seksual di tangan anaknya, dia diserang dengan diadili oleh pertanyaan skandal yang dirancang untuk menyerangnya, untuk (menggambarkannya sebagai), ibu yang mengerikan dan pembohong,” kata pihak jaksa, seperti dikutip The Straits Times, Kamis (15/3/2018).
”Pikiran kita berjuang untuk memahaminya,” kata Wakil Jaksa Penuntut Umum Sharmila Sripathy-Shanaz.
”Untuk semua ungkapan, tidak ada kata-kata yang bahkan mendekati untuk menyatakan kengerian terhadap korban karena dia diperlakukan dengan kejam dan tanpa henti diserang secara seksual oleh (anak laki-laki) yang dia besarkan selama 30 tahun,” ujarnya.
Insiden tersebut terjadi pada tahun 2013. Persidangan digelar 18 hari dalam tempo dua tahun, sebelum akhirnya Pengadilan Tinggi memvonisnya atas tiga tuduhan pemerkosaan, pelecehan seksual dan pelecehan dengan penyiksaan yang diperparah.
Identintias terdakwa tidak diungkap untuk melindungi identitas korban.
Pihak jaksa telah meminta hakim pengadilan untuk menghukum terdakwa selama 18 tahun penjara dan 19 pukulan tongkat dengan alasan penderitaan yang dialami korban sebagai ibu kandung terdakwa.
Seorang psikiater telah memberi kesaksian bahwa korban yang berusia 50-an tahun itu menderita Acute Stress Disorder (ASD) setelah mengalami serangan.
Sebelum kejadian, korban mengundang terdakwa untuk tinggal bersama di flat yang dia tinggali bersama suami keduanya.
Terdakwa tidak punya tempat tinggal, dan korban minta agar suaminya mengizinkan anaknya tersebut tinggal bersama. Flat kecil itu hanya dilengkapi satu tempat tidur, lemari, meja kecil, toilet dan dapur darurat.
Aksi perkosaan terjadi pada sekitar pukul 02.00 dini hari pada 4 Oktober 2013. Saat itu korban berada di flat sendirian dan terdakwa melakukan serangan asusila dua kali yang diawali dengan penyiksaan.
Namun, terdakwa melalui pensihat hukumnya Harry Elias, berpendapat bahwa terdakwa telah diatur oleh korban dan suaminya untuk di depak dari flat tersebut.
“Mereka telah berkolusi untuk membuat laporan palsu bahwa (terdakwa) telah memerkosa (ibunya) untuk secara permanen mengeluarkannya dari (flat) dan ruang pribadi mereka," kata Elias.
“Tidak diragukan lagi bahwa terdakwa adalah ‘gangguan’ pada ibunya dan ayah tirinya dan duri dalam hidup mereka,” imbuh pengacara tersebut. ”Mereka perlu menyingkirkannya untuk selamanya.”
Pihak jaksa mempertanyakan kembali pembelaan itu. Menurut jaksa korban sudah tahu apa artinya menjadi korban.
”Setelah mengalami serangan seksual di tangan anaknya, dia diserang dengan diadili oleh pertanyaan skandal yang dirancang untuk menyerangnya, untuk (menggambarkannya sebagai), ibu yang mengerikan dan pembohong,” kata pihak jaksa, seperti dikutip The Straits Times, Kamis (15/3/2018).
(mas)