Pria Muslim Ini Buka Kursus Bahasa Ibrani Pertama di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Sapri Sale, 52, nama pria Muslim Indonesia ini. Dia menjadi pria Muslim yang membuka kursus bahasa Ibrani pertama di Indonesia yang berlokasi di Jakarta.
Tujuannya agar orang-orang bisa belajar tekenologi Israel. Tapi, niatnya mendapat tantangan hebat. Dia dituduh sebagai antek atau mata-mata musuh.
Menurutnya, di Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim dan tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Israel, bahasa Ibrani dianggap sebagai bahasa musuh.
Sapri Sale, yang tahun lalu menerbitkan kamus Ibrani-Indonesia pertama, mengatakan bahwa kebanyakan orang Kristen yang tertarik dengan kursusnya. Tapi, dia berharap umat Islam juga akan tertarik untuk belajar bahasa Ibrani.
”Aktivitas saya tidak hanya mengajarkan bahasa Ibrani, tapi juga upaya meminimalkan stigma negatif tentang Israel dan bahasa Ibrani di Indonesia,” katanya kepada The Times of Israel dalam sebuah wawancara email.
”Banyak orang Indonesia tidak mengerti keadaan sebenarnya dari konflik Timur Tengah, namun semata-mata berdasarkan pandangan anti-Israel dan solidaritas mereka kepada orang-orang Palestina,” ujarnya.
Ketika upayanya mempromosikan bahasa Ibrani mendapat kritik, dia secara tak terduga mendapat dukungan hangat dari tokoh agama senior. Namun, dia tak menyebut tokoh agama tersebut.
Menurutnya, tujuan akhir dari karyanya adalah untuk membangun jembatan komunikasi antara dua negara, Indonesia dan Israel, untuk mempromosikan dialog dan saling pengertian.
Bulan lalu, Sale, 52, membuka dua kelas di Indonesian Conference on Religion and Peace yang berada di Jakarta Pusat. Sekitar 20 siswa belajar pada Senin dan Rabu selama 1,5 jam, dengan tujuan untuk dapat memahami bahasa Ibrani dasar.
”Murid-murid saya berasal dari berbagai latar belakang—Muslim, Kristen dan lainnya, tapi kebanyakan orang Kristen,” katanya. ”
Prediksi saya di masa depan adalah lebih banyak siswa Muslim yang akan bergabung dengan kelas saya, karena kesamaan bahasa Ibrani dan bahasa Arab (karena) bahasa Ibrani lebih mudah dipelajari.”
Sebagian besar siswanya hanya tertarik untuk belajar tentang budaya dan bahasa baru yang biasanya mereka akses sedikit. Beberapa murid Kristennya mengikuti kursus karena mereka ingin bisa membaca Alkitab dalam bahasa aslinya.
Sale tertarik pada Israel dan bahasa Ibrani sejak awal 1990-an, saat dia menjadi pelajar sastra Arab di Universitas Al-Azhar, kampus bergengsi di Kairo, Mesir. Menurutnya, “stigma negatif” negara Yahudi di dunia Arab tidak masuk akal baginya dan hal itu membuatnya penasaran untuk mengetahui lebih lanjut.
Usahanya dimulai dengan kursus bahasa Ibrani di Pusat Akademi Israel di Kairo, yang telah ditetapkan oleh Academy of Science and Humanities setelah perjanjian damai 1979.
Sale, yang lahir di Kota Palu, Sulawesi Tengah, dan dibesarkan di Malang, sebuah kota kecil di Jawa Timur, belajar tradisi Islam di sebuah sekolah Islam konservatif. Pada tahun 2006, dia mulai mengerjakan kamus Ibrani-Indonesia pertama, yang diterbitkan satu dekade kemudian dan memiliki lebih dari 35.000 entri.
Menurutnya, kamus yang diberi judul “Milon Rishon” telah diterima dengan hangat oleh beberapa gereja, seminari, pelajar, dan empat universitas negeri Islam. Beberapa ratus eksemplar telah didistribusikan ke komunitas Muslim dan Kristen di Indonesia.
Selain kamus, Sale sedang mengerjakan buku lain yang ditujukan untuk mempromosikan bahasa Ibrani di negara asalnya. Salah satunya adalah panduan percakapan dasar 150 halaman untuk pengunjung Indonesia ke Israel. Buku-buku lain tentang tata bahasa Ibrani.
”Saya yakin usaha ini akan membuka jalan bagi realisasi dialog antara dua negara," katanya.
Sapri Sale mengaku pernah mendapat tekanan oleh beberapa pihak di Indonesia, yang menurutnya dari kelompok Islam garis keras. ”Mereka menuduh saya menjadi antek atau mata-mata,” katanya.
Pihak-pihak yang menekan, kata Sapri Sale, mengatakan bahwa bahasa Ibrani adalah bahasa musuh. Dia pun menjawab bahwa bahasa Ibrani adalah bahasa yang penting dan tidak boleh disamakan dengan kebijakan negara tertentu.
”Saya mengajar bahasa Ibrani untuk membuat orang belajar tentang budaya dan teknologi Israel," katanya, yang dikutip Selasa (13/3/2018). ”Sama seperti kita belajar bahasa Jepang atau bahasa dan negara lain untuk mempelajari budaya dan teknologi mereka.”
Tujuannya agar orang-orang bisa belajar tekenologi Israel. Tapi, niatnya mendapat tantangan hebat. Dia dituduh sebagai antek atau mata-mata musuh.
Menurutnya, di Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim dan tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Israel, bahasa Ibrani dianggap sebagai bahasa musuh.
Sapri Sale, yang tahun lalu menerbitkan kamus Ibrani-Indonesia pertama, mengatakan bahwa kebanyakan orang Kristen yang tertarik dengan kursusnya. Tapi, dia berharap umat Islam juga akan tertarik untuk belajar bahasa Ibrani.
”Aktivitas saya tidak hanya mengajarkan bahasa Ibrani, tapi juga upaya meminimalkan stigma negatif tentang Israel dan bahasa Ibrani di Indonesia,” katanya kepada The Times of Israel dalam sebuah wawancara email.
”Banyak orang Indonesia tidak mengerti keadaan sebenarnya dari konflik Timur Tengah, namun semata-mata berdasarkan pandangan anti-Israel dan solidaritas mereka kepada orang-orang Palestina,” ujarnya.
Ketika upayanya mempromosikan bahasa Ibrani mendapat kritik, dia secara tak terduga mendapat dukungan hangat dari tokoh agama senior. Namun, dia tak menyebut tokoh agama tersebut.
Menurutnya, tujuan akhir dari karyanya adalah untuk membangun jembatan komunikasi antara dua negara, Indonesia dan Israel, untuk mempromosikan dialog dan saling pengertian.
Bulan lalu, Sale, 52, membuka dua kelas di Indonesian Conference on Religion and Peace yang berada di Jakarta Pusat. Sekitar 20 siswa belajar pada Senin dan Rabu selama 1,5 jam, dengan tujuan untuk dapat memahami bahasa Ibrani dasar.
”Murid-murid saya berasal dari berbagai latar belakang—Muslim, Kristen dan lainnya, tapi kebanyakan orang Kristen,” katanya. ”
Prediksi saya di masa depan adalah lebih banyak siswa Muslim yang akan bergabung dengan kelas saya, karena kesamaan bahasa Ibrani dan bahasa Arab (karena) bahasa Ibrani lebih mudah dipelajari.”
Sebagian besar siswanya hanya tertarik untuk belajar tentang budaya dan bahasa baru yang biasanya mereka akses sedikit. Beberapa murid Kristennya mengikuti kursus karena mereka ingin bisa membaca Alkitab dalam bahasa aslinya.
Sale tertarik pada Israel dan bahasa Ibrani sejak awal 1990-an, saat dia menjadi pelajar sastra Arab di Universitas Al-Azhar, kampus bergengsi di Kairo, Mesir. Menurutnya, “stigma negatif” negara Yahudi di dunia Arab tidak masuk akal baginya dan hal itu membuatnya penasaran untuk mengetahui lebih lanjut.
Usahanya dimulai dengan kursus bahasa Ibrani di Pusat Akademi Israel di Kairo, yang telah ditetapkan oleh Academy of Science and Humanities setelah perjanjian damai 1979.
Sale, yang lahir di Kota Palu, Sulawesi Tengah, dan dibesarkan di Malang, sebuah kota kecil di Jawa Timur, belajar tradisi Islam di sebuah sekolah Islam konservatif. Pada tahun 2006, dia mulai mengerjakan kamus Ibrani-Indonesia pertama, yang diterbitkan satu dekade kemudian dan memiliki lebih dari 35.000 entri.
Menurutnya, kamus yang diberi judul “Milon Rishon” telah diterima dengan hangat oleh beberapa gereja, seminari, pelajar, dan empat universitas negeri Islam. Beberapa ratus eksemplar telah didistribusikan ke komunitas Muslim dan Kristen di Indonesia.
Selain kamus, Sale sedang mengerjakan buku lain yang ditujukan untuk mempromosikan bahasa Ibrani di negara asalnya. Salah satunya adalah panduan percakapan dasar 150 halaman untuk pengunjung Indonesia ke Israel. Buku-buku lain tentang tata bahasa Ibrani.
”Saya yakin usaha ini akan membuka jalan bagi realisasi dialog antara dua negara," katanya.
Sapri Sale mengaku pernah mendapat tekanan oleh beberapa pihak di Indonesia, yang menurutnya dari kelompok Islam garis keras. ”Mereka menuduh saya menjadi antek atau mata-mata,” katanya.
Pihak-pihak yang menekan, kata Sapri Sale, mengatakan bahwa bahasa Ibrani adalah bahasa musuh. Dia pun menjawab bahwa bahasa Ibrani adalah bahasa yang penting dan tidak boleh disamakan dengan kebijakan negara tertentu.
”Saya mengajar bahasa Ibrani untuk membuat orang belajar tentang budaya dan teknologi Israel," katanya, yang dikutip Selasa (13/3/2018). ”Sama seperti kita belajar bahasa Jepang atau bahasa dan negara lain untuk mempelajari budaya dan teknologi mereka.”
(mas)