Dinding Laut Ubah Kehidupan Warga Dekat Pantai

Senin, 12 Maret 2018 - 11:39 WIB
Dinding Laut Ubah Kehidupan...
Dinding Laut Ubah Kehidupan Warga Dekat Pantai
A A A
SAAT gempa bumi menerjang Jepang pada 2011, nelayan tiram Atsushi Fujita sedang bekerja seperti biasa di laut. Beberapa saat setelah gempa, gelombang laut raksasa menerjang kotanya dan menewaskan hampir 2.000 orang.

Tujuh tahun berlalu, Fujita dan ribuan orang sepertinya yang hidup di pantai timur laut harus membangun kembali kehidupan bersama dinding laut yang dibangun untuk melindung mereka jika terjadi tsunami lagi. Ancaman tsunami memang bisa terjadi kapan saja karena Jepang terletak di Cincin Api dengan aktivitas seismik yang sangat tinggi. Dinding beton setinggi 12,5 meter itu dibangun untuk menggantikan pemecah gelombang setinggi 4 meter yang tak mampu menghadang tsunami pada 11 Maret 2011 tersebut.

Saat itu gempa bumi dan tsunami yang mencapai ketinggian 30 meter di beberapa wilayah itu menewaskan hampir 18.000 orang di penjuru Jepang. Bencana itu pun mengakibatkan krisis nuklir di Fukushima. "Ini terasa seperti di penjara meski kami tidak melakukan sesuatu yang buruk," ujar Fujita, 52, mengungkapkan pendapatnya tentang dinding laut tersebut.

Sejak bencana beberapa kota melarang pembangunan di dataran dekat pantai dan warganya direlokasi ke dataran yang lebih tinggi. Di tempat lain, seperti Rikuzentakata, warga harus meninggikan tanahnya hingga beberapa meter sebelum membangun gedung baru. Pemerintah Jepang pun membangun dinding laut sepanjang 395 km dengan biaya fantastis USD12,74 miliar.

"Dinding laut akan menghalangi tsunami dan mencegahnya menenggelamkan daratan," kata Hiroyasu Kawai, peneliti di Port and Airport Research Institute, Yokosuka, dekat Tokyo, pada kantor berita Reuters. "Bahkan jika tsunami lebih besar dibandingkan dinding itu, dinding akan menunda banjir dan menjamin lebih banyak waktu untuk evakuasi," paparnya.

Banyak warga awalnya menyambut ide dinding itu, tapi mereka kini menjadi semakin kritis. Beberapa orang menyatakan mereka tidak mendapat informasi tentang tahap perencanaan dan uang yang dihabiskan untuk dinding itu. Mereka menganggap uang yang digunakan untuk membangun dinding itu seharusnya dapat digunakan untuk membangun gedung perumahan baru. Warga lainnya khawatir dinding itu akan merusak sektor pariwisata.

"Sekitar 50 tahun lalu, kami datang ke sini bersama anak-anak dan menikmati mengemudi di sepanjang pantai dan teluk yang indah. Sekarang bahkan tak ada jejak itu," ujar Reiko Iijima, turis dari pusat Jepang yang sedang makan di restoran tiram dekat dinding laut. Beberapa bagian dinding di Kota Kesennuma, bagian selatan, memiliki jendela-jendela untuk mengurangi protes warga.

"Mereka membuat lelucon. Ini hanya membuat kami bahagia dengan sesuatu yang tidak pernah kami inginkan di tempat pertama," ujar Yuichiro Ito yang kehilangan rumah dan saudara kandungnya saat tsunami.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7979 seconds (0.1#10.140)