Fenomena di China, Upacara Pemakaman Dihibur Penari Telanjang

Rabu, 21 Februari 2018 - 22:45 WIB
Fenomena di China, Upacara...
Fenomena di China, Upacara Pemakaman Dihibur Penari Telanjang
A A A
BEIJING - Pertunjukan para penari wanita telanjang atau strippers dalam upacara pemakaman warga telah menjadi fenomena di sejumlah wilayah di China. Otoritas setempat berjanji akan menindak keras fenomena yang dianggap merusak moral tersebut.

Para penari memamerkan tubuh mereka di depan layar elektronik yang menampilkan gambar hitam-putih sosok mendiang dengan teks yang berbunyi; "Kami menyampaikan belasungkawa mendalam atas kematian pria ini”.

Kerumunan pelayat yang semestinya berduka menjadi tertawa terbahak-bahak, bersiul, bertepuk tangan dan sebagian yang tak suka memilih mengecam.

Kementerian Kebudayaan China mengumumkan pada bulan Januari lalu bahwa mereka akan meluncurkan kampanye penindakan yang menargetkan wilayah Provinsi Henan, Anhui, Jiangsu dan Hebei terkait pertunjukan cabul dan vulgar di pesta pernikahan, pemakaman dan ritual di kuil untuk menyambut Festival Musim Semi.

Kementerian itu juga membuka “hotline” khusus untuk publik agar melaporkan fenomena yang merusak moral tersebut. Imbalan hadiah uang disiapkan bagi para pelapor.

Sejatinya, tradisi yang sudah berlangsung lama di berbagai pedesaan China adalah mempekerjakan penyanyi opera lokal untuk upacara pemakaman. Tujuannya untuk memikat para pelayat dan menunjukkan rasa hormat kepada mendiang.

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, tradisi itu bergeser dengan menyewa aktor, penyanyi, komedian, dan—yang paling baru adalah penari telanjang—untuk menghibur orang-orang yang berduka dan menghibur para pelayat.

Seorang jurnalis dari China Society Journal yang menyelidiki pemakaman erotis di Provinsi Anhui timur pada tahun 2006, menemukan bahwa beberapa pedagang yang pintar mulai merekrut gadis-gadis muda yang seksi sebagai hiburan untuk upacara pemakaman. Penyanyi opera pun akhirnya kehilangan pasar.

Pada tahun 2015, desa-desa di Provinsi Hebei dan Jiangsu menjadi berita utama di media sosial China dengan foto-foto viral yang menunjukkan penari telanjang di upacara pemakaman. Pada tahun tersebut, Kementerian Kebudayaan telah mengumumkan rencananya untuk menghilangkan pertunjukan “aneh dan populer” tersebut karena merusak atmosfer sosial.

Pihak berwenang menyatakan pertunjukan seperti itu tidak beradab dan dinyatakan ilegal. Setiap orang yang terlibat diancam akan dihukum berat.

Tapi penduduk desa merasa tidak bersalah atas hiburan erotis tersebut. Menurut seorang netizen, semuanya bermuara pada satu hal; “Selama semua orang bahagia, semuanya baik!”.

Fenomena itu juga jadi sorotan kantor berita pemerintah, Xinhua. ”Dengan pertunjukan erotis di upacara pemakaman, ini menyoroti perangkap kehidupan modern di China, di mana kesombongan dan keangkuhan menguasai tradisi,” tulis media tersebut dalam komentar editorialnya.

Awal Tradisi


Pada awal Dinasti Qing, China memiliki tradisi menghibur pelayat di upacara pemakaman. Khusus di kalangan etnis minoritas tertentu, seperti orang Tujia, ada tradisi “bahagia saat pemakaman tapi sedih saat pernikahan”.

Suguhan tarian telanjang atau striptis mulai ditambahkan ke menu hiburan pemakaman pada tahun 1990-an. Sebagian ahli mengaitkan fenomena semacam itu dengan ritual tentang kesuburan. ”Di beberapa budaya lokal, menari dengan elemen erotis dapat digunakan untuk menyampaikan keinginan mendiang diberkati dengan banyak anak,” kata Huang Jianxing, profesor di Fujian Normal University Sociology and History Department, kepada Global Times, Rabu (21/2/2018).

”Menurut interpretasi antropologi budaya, pesta berasal dari pemujaan reproduksi. Oleh karena itu, kerja erotis di pemakaman hanyalah sebuah atavisme budaya,” imbuh profesor Kuang Haiyan menafsirkan awal munculnya tradisi tersebut.

”Dari perspektif cerita rakyat, festival dan ritual seperti Tahun Baru Imlek adalah saat yang kritis bagi orang untuk menyerahkan hidup mereka dan merangkul kematian. Itulah saat bagi mereka untuk melepaskan semangat mereka dalam pemakaman tersebut,” kata Kuang.

Dibandingkan dengan daerah perkotaan di mana penduduk dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan spiritual mereka, penduduk pedesaan biasanya memiliki sedikit tempat untuk mengekspresikan seksualitas mereka karena keterasingan dan keterbelakangan di pedesaan.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8928 seconds (0.1#10.140)