Latihan Perang Terbesar di Asia Digelar
A
A
A
BANGKOK - Latihan perang terbesar di Asia Pasifik di gelar di Thailand dengan tujuan utama latihan penanganan bencana dan pertempuran dengan persenjataan teknologi tinggi.
Latihan perang bertajuk Cobra Gold itu telah dilaksanakan lebih dari tiga dekade. Tahun ini, Cobra Gold akan diikuti sekitar 11.075 tentara dari 29 negara.
Amerika Serikat (AS) mengirimkan 6.800 tentara untuk mengikuti latihan perang tahunan di Thailand. Sebelumnya AS mengurangi partisipasi dalam Cobra Gold 2015 karena ketidaksetujuan dengan kudeta militer pada 2014 di mana Washington mengirim 3.600 tentara atau menurun 4.300 pada 2014. Sebagai bentuk protes, AS hanya mengikuti latihan evakuasi warga sipil dalam menghadapi bencana. Mereka tidak mengikuti latihan perang.
Latihan perang Cobra Gold kali ini juga diwarnai protes dari AS. Pasalnya, Thailand tetap mengundang militer Myanmar. Padahal, AS menuding militer Myanmar telah melakukan pembersihan etnis terhadap warga Rohingya.
Kehadiran AS dalam banyak pasukan di Cobra Gold kali ini tidak lepas membaiknya hubungan Washington dan Bangkok setelah Presiden Donald Trump berkuasa. Kehadiran 6.800 pasukan AS atau dua kali lipat dibandingkan tahun lalu menunjukkan Washington siap memperkuat geopolitiknya di Asia Pasifik di mana China telah menunjukkan taringnya.
“Latihan perang ini (Cobra Gold) merupakan latihan perang terbesar multilateral di kawasan Indo-Pasifik,” ungkap juru bicara Kedutaan Besar AS di Bangkok Steve Castonguay, kepada Reuters.
“Itu menunjukkan komitmen AS di kawasan,” ujar Castonguay.
Tahun ini diwarnai dengan kontroversi undangan Thailand kepada Myanmar. Menurut Castonguay, Myanmar hanya menghadiri upacara pembukaan. “Myanmar tidak akan berpartsipasi dalam latihan militer kali ini,” ujarnya.
Sebenarnya AS terus menekan restorasi demokrasi di Thailand, salah satu aliansi tertua Washington. Perdana Menteri (PM) Thailand Prayuth Chan-ocha telah berjanji akan menggelar pemilu pada akhir November tahun ini. Tapi, bulan lalu junta menyatakan pemilu bisa ditunda hingga Februari 2019. Itu merupakan kesekian kalinya Thailand menunda jadwal pemilu.
Sementara itu, Korps Marinis AS mengungkapkan mereka bergabung dalam latihan perang terbesar di kawasan Asia Pasifik. Latihan tempur untuk memperkuat keamanan regional dan mendukung respons yang efektif dalam menghadapi krisis regional. Latihan prang itu dimulai dari kemarin hingga 23 Februari lalu.
“Skuadron Helikopter Serang Marinir 369 bergabung dalam latihan perang untuk mendukung latihan multilateral dalam serangan udara dari jarak dekat,” ujar Mayor Kevin M Keen, petugas operasional Marinir, dilansir Marines.
“Kita berpartisipasi bersama dengan tentara dari Thailand dan Korea Selatan (Korsel),” ungkapnya.
Marinir AS menggunakan helikopter AH-1Z Vipers dan UH-1Y Venoms. “Marinir dari HMLA-369 (Gunfighter) sangat senang berpartisipasi di Cobra Gold di Thailand,” ujar Keene.
Dia mengungkapkan Marinir AS senang bekerja sama dengan negara mitra dan aliansi. “Kita tidak sabar untuk menunjukkan kemampuan Gunfighter,” ujarnya.
Anggaran Militer AS Naik
Seiring dengan meningkatnya ancaman dari Rusia dan China, Pentago meminta kenaikan anggaran militer untuk tahun depan sebesar USD686 miliar (Rp.9.800 triliun). Itu menjadi anggaran militer terbesar sepanjang serajah AS. Pada saat bersamaan, pemerintahan Trump juga memotong banyak bantuan dan diplomasi internasional.
“Militer AS akan menjadi terkuat, termasuk peningkatan cadangan setiap senjata,” ujar Presiden Donald Trump.
Dengan anggaran USD686 miliar berarti terjadi kenaikan USD80 miliar sejak 2017. Pentagon menyatakan kenaikan anggaran itu bertujuan untuk menangkal perkembangan ancaman Rusia dan China. Kedua musuh AS itu ingin membela dunia dengan model otoriter untuk menguasai keputusan bangsa lain dalam hal ekonomi, diplomasi, dan keamanan.
“Kompetisi kekuatan besar, bukan terorisme, berkembang pesat dan menjadi tantangan bagi kesejahteraan dan keamanan AS,” kata Pejabat Departemen Pertahanan AS David L. Norquist.
Khususnya China, Pentago menyatakan Beijing ingin memperkuat hegemoni di Asia Pasifik. “Sebagai contoh, Beijing menggunakan kekuatan ekonomi untuk mengintimidasi tetangganya di Laut China Selatan,” katanya.
Hal paling menonjol dalam anggara militer AS adalah penambahan 25.900 tentara. “Hingga 2023, militer AS akan menambah 56.600 prajurit untuk mengisi unit, pilot, teknisi, pakar siber,” ujar Norquist.
Kemudian, prajurit AS juga akan mendapatkan kenaikan gaji 2,6% pada 2019 dan itu menjadi kenaikan pendapatan tertinggi. (Andika Hendra)
Latihan perang bertajuk Cobra Gold itu telah dilaksanakan lebih dari tiga dekade. Tahun ini, Cobra Gold akan diikuti sekitar 11.075 tentara dari 29 negara.
Amerika Serikat (AS) mengirimkan 6.800 tentara untuk mengikuti latihan perang tahunan di Thailand. Sebelumnya AS mengurangi partisipasi dalam Cobra Gold 2015 karena ketidaksetujuan dengan kudeta militer pada 2014 di mana Washington mengirim 3.600 tentara atau menurun 4.300 pada 2014. Sebagai bentuk protes, AS hanya mengikuti latihan evakuasi warga sipil dalam menghadapi bencana. Mereka tidak mengikuti latihan perang.
Latihan perang Cobra Gold kali ini juga diwarnai protes dari AS. Pasalnya, Thailand tetap mengundang militer Myanmar. Padahal, AS menuding militer Myanmar telah melakukan pembersihan etnis terhadap warga Rohingya.
Kehadiran AS dalam banyak pasukan di Cobra Gold kali ini tidak lepas membaiknya hubungan Washington dan Bangkok setelah Presiden Donald Trump berkuasa. Kehadiran 6.800 pasukan AS atau dua kali lipat dibandingkan tahun lalu menunjukkan Washington siap memperkuat geopolitiknya di Asia Pasifik di mana China telah menunjukkan taringnya.
“Latihan perang ini (Cobra Gold) merupakan latihan perang terbesar multilateral di kawasan Indo-Pasifik,” ungkap juru bicara Kedutaan Besar AS di Bangkok Steve Castonguay, kepada Reuters.
“Itu menunjukkan komitmen AS di kawasan,” ujar Castonguay.
Tahun ini diwarnai dengan kontroversi undangan Thailand kepada Myanmar. Menurut Castonguay, Myanmar hanya menghadiri upacara pembukaan. “Myanmar tidak akan berpartsipasi dalam latihan militer kali ini,” ujarnya.
Sebenarnya AS terus menekan restorasi demokrasi di Thailand, salah satu aliansi tertua Washington. Perdana Menteri (PM) Thailand Prayuth Chan-ocha telah berjanji akan menggelar pemilu pada akhir November tahun ini. Tapi, bulan lalu junta menyatakan pemilu bisa ditunda hingga Februari 2019. Itu merupakan kesekian kalinya Thailand menunda jadwal pemilu.
Sementara itu, Korps Marinis AS mengungkapkan mereka bergabung dalam latihan perang terbesar di kawasan Asia Pasifik. Latihan tempur untuk memperkuat keamanan regional dan mendukung respons yang efektif dalam menghadapi krisis regional. Latihan prang itu dimulai dari kemarin hingga 23 Februari lalu.
“Skuadron Helikopter Serang Marinir 369 bergabung dalam latihan perang untuk mendukung latihan multilateral dalam serangan udara dari jarak dekat,” ujar Mayor Kevin M Keen, petugas operasional Marinir, dilansir Marines.
“Kita berpartisipasi bersama dengan tentara dari Thailand dan Korea Selatan (Korsel),” ungkapnya.
Marinir AS menggunakan helikopter AH-1Z Vipers dan UH-1Y Venoms. “Marinir dari HMLA-369 (Gunfighter) sangat senang berpartisipasi di Cobra Gold di Thailand,” ujar Keene.
Dia mengungkapkan Marinir AS senang bekerja sama dengan negara mitra dan aliansi. “Kita tidak sabar untuk menunjukkan kemampuan Gunfighter,” ujarnya.
Anggaran Militer AS Naik
Seiring dengan meningkatnya ancaman dari Rusia dan China, Pentago meminta kenaikan anggaran militer untuk tahun depan sebesar USD686 miliar (Rp.9.800 triliun). Itu menjadi anggaran militer terbesar sepanjang serajah AS. Pada saat bersamaan, pemerintahan Trump juga memotong banyak bantuan dan diplomasi internasional.
“Militer AS akan menjadi terkuat, termasuk peningkatan cadangan setiap senjata,” ujar Presiden Donald Trump.
Dengan anggaran USD686 miliar berarti terjadi kenaikan USD80 miliar sejak 2017. Pentagon menyatakan kenaikan anggaran itu bertujuan untuk menangkal perkembangan ancaman Rusia dan China. Kedua musuh AS itu ingin membela dunia dengan model otoriter untuk menguasai keputusan bangsa lain dalam hal ekonomi, diplomasi, dan keamanan.
“Kompetisi kekuatan besar, bukan terorisme, berkembang pesat dan menjadi tantangan bagi kesejahteraan dan keamanan AS,” kata Pejabat Departemen Pertahanan AS David L. Norquist.
Khususnya China, Pentago menyatakan Beijing ingin memperkuat hegemoni di Asia Pasifik. “Sebagai contoh, Beijing menggunakan kekuatan ekonomi untuk mengintimidasi tetangganya di Laut China Selatan,” katanya.
Hal paling menonjol dalam anggara militer AS adalah penambahan 25.900 tentara. “Hingga 2023, militer AS akan menambah 56.600 prajurit untuk mengisi unit, pilot, teknisi, pakar siber,” ujar Norquist.
Kemudian, prajurit AS juga akan mendapatkan kenaikan gaji 2,6% pada 2019 dan itu menjadi kenaikan pendapatan tertinggi. (Andika Hendra)
(nfl)