Terjual Rp149,6 Miliar, Lukisan Raden Saleh Ciptakan Rekor Baru
A
A
A
VANNES - Sebuah lukisan abad ke-19 karya seniman legendaris Indonesia Raden Saleh (1811-1880) berhasil memecahkan rekor baru di Tanah Air. Goresan cat minyaknya berjudul La Chasseau Taureau Sauvage atau Perburuan Banteng terjual senilai 8,9 juta euro atau sekitar Rp149,6 miliar di rumah lelang di Kota Vannes, Prancis, pada Sabtu (27/1/2018) silam. Penjualan itu menempatkan lukisan Perburuan Banteng sebagai lukisan termahal di Indonesia yang pernah terjual di rumah lelang.
Seperti dilansir media Singapura The Straits Times, juru lelang Jack-Philippe Ruellan mengatakan lukisan itu juga dibeli kolektor asal Indonesia. Sayangnya, siapakah kolektor kolektor asal Indonesia yang berani menggelontorkan duit sebesar itu untuk sebuah lukisan tidak diungkap.
Proses pelelangan Perburuan Banteng berlangsung cukup sengit. Harga awal lukisan itu sekitar 200.000 euro. Dalam 30 detik setelah lelang dibuka, harganya meroket menjadi 1,5 juta euro. Lonjakan harga ini merupakan rekor memukau. Adapun yang memperebutkan adalah dua penawar asal Indonesia yang hadir langsung di tempat acara dan 12 penawar via telepon.
Berdasarkan informasi awal, penawar dari Tanah Air yang turut dalam pelelangan adalah Museum Pasifika Bali. Museum yang bertempat di kawasan Nusa Dua Bali tersebut memiliki koleksi lukisan dari seluruh seniman di wilayah Asia-Pasifik. Satu lagi adalah pengusaha Haryanto Adikoesoemo yang baru membuka Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara yang populer di sebut museum MACAN. Presiden Direktur PT AKR Corporindo Tbk itu dikenal sebagai pencinta seni yang mengoleksi berbagai lukisan, patung, seni instalasi, dan lain-lain dari berbagai penjuru dunia.
Jika benar pembeli lukisan Raden Saleh WNI, hal tersebut akan menambah koleksi Raden Saleh yang ada di Tanah Air. Berdasar informasi yang pernah disampaikan kurator lukisan Agus Dermawan T, di Tanah Air terdapat tidak lebih dari 30 karya milik Raden Saleh, termasuk 6 buah yang ada di Istana Negara.
Di antara lukisan yang ada di Istana adalah Penangkapan Pangeran Diponegoro yang merupakan "jawaban" dari lukisan Nicolaas Pieneman yang berjudul The Submission of Prince Dipo Negoro to Lieutenant-General Hendrik Merkus Baron de Kock dan lukisan Harimau Minum. Adapun kolektor yang diketahui memiliki lukisan Raden Saleh adalah Hashim Djojohadikusumo yang menyimpan lukisan Patroli Tentara Belanda di Gunung Merapi dan Merbabu.
Harga lukisan Perburuan Banteng jauh melebihi lukisan Raden Saleh lainnya, Perburuan Rusa, yang dilelang pada 1996 di rumah lelang Christie Singapura seharga USD3,08 juta atau Rp41,5 miliar. Pembuatan Perburuan Rusa berdekatan dengan Perburuan Banteng yang diyakini dikerjakan pada 1855. Di dalam kedua lukisan itu sama-sama terdapat sosok Raden Saleh yang sedang menunggang kuda.
Lukisan Perburuan Banteng diidentifikasi dimiliki seorang saudagar gula Jules Stanislas Sigisbert Cezard pada abad ke-19. Cezard merupakan orang kelahiran Batavia, ibu kota Hindia Belanda pada masa itu. Setelah sekitar 118 tahun berlalu, lukisan legendaris itu ditemukan di gudang rumah bawah tanah oleh pemilik barunya pada tahun lalu.
Ruellen bersama galeri Prancis Kabinet Turquin menerima panggilan dari pemilik rumah untuk mengidentifikasi lukisan itu. "Mereka tidak mengetahui sedikit pun tentang lukisan itu," terang Ruellan. Lukisan itu merupakan warisan dari pemilik sebelumnya yang senang bepergian ke luar negeri dan punya banyak kenalan.
Pakar dan pengagum lukisan Raden Saleh, Werner Kraus, mengatakan lukisan itu kemungkinan turun-temurun dari tangan Cezard setelah pulang ke Prancis pada 1859. Dia diyakini menjual rumah lengkap dengan perabotannya, termasuk Perburuan Banteng. Hal ini sesuai dengan laporan surat kabar Java-Bode pada 30 April 1859.
Untuk diketahui, Raden Saleh merupakan pelukis beraliran romantisme yang terpengaruh pelukis-pelukis asal Eropa. Pria bernama lengkap Raden Saleh Sjarif Boestaman itu menjadi pelopor seni modern di Hindia Belanda. Dia dilahirkan dari keluarga ningrat. Ayahnya Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal merupakan seorang keturunan Arab. Saat menginjak usia 10 tahun, Raden Saleh tumbuh berkembang bersama para pejabat elite Hindia Belanda di Batavia.
Kegemaran melukis mulai muncul sewaktu dia bersekolah di Volks-School (sekolah rakyat). Pelukis keturunan Belgia AAJ Payen yang didatangkan dari Belanda membantu Raden Saleh mendalami seni lukis. Dengan bakat Raden Saleh yang menjanjikan, Payen mengusulkan agar dia menimba ilmu di Belanda.
Usul ini didukung Gubernur Jenderal GAG Phvander Capellen yang memegang tampuk pemerintahan (1819-1826). Raden Saleh kemudian berangkat pada 1829 dan berbagi pengalaman, budaya serta bahasa di sana. Lima tahun pertama di Eropa, Raden Saleh menerima bimbingan dari pelukis terkenal seperti Andries Schelfhout dan Cornelis Kruseman, pelukis istana yang kerap menerima pesanan dari pemerintah dan keluarga kerajaan.
Meski masih muda, karya-karya Raden Saleh mampu membuat orang Belanda kagum. Alur lukisan Raden Saleh mulai konsisten setelah melihat karya pelukis romantisme asal Prancis, Ferdinand Victor Eugene Delacroix. Sejak saat itu dia sering mengembara untuk menghayati unsur-unsur dramatika alam liar. Raden Saleh kemudian pulang bersama istrinya, wanita Belanda kaya-raya, ke Hindia Belanda pada 1852.
Ide Berbeda tentang Warna
Lukisan-lukisan karya Raden Saleh dianggap bernilai tinggi karena dia punya ide yang berbeda tentang warna. "Dia datang dari Jawa di mana matahari sangat terang dan warna-warna sangat kuat dan langitnya sangat berbeda dengan langit Eropa," kata Werner Kraus. "Saat mengerjakan lukisan, dia mengingat langit di kampung halamannya dan dia mengerjakannya di Eropa. Ini jadi sangat spesial karena tak ada yang melakukannya," imbuh Direktur Centre for Southeast Asian Art di Passau, Jerman, tersebut.
Walaupun harga Perburuan Banteng terbilang mahal, di tingkat internasional lukisan itu masih kalah jauh dari lukisan dunia lainnya. Pada tahun lalu lukisan Leonardo da Vinci berjudul Salvator Mundi terjual USD450,3 juta di Christie, New York, Amerika Serikat (AS). Lukisan Salvator Mundi menjadi lukisan paling mahal dalam sepanjang sejarah. Harga awal lukisan itu sekitar USD100 juta. Namun penawaran terus berlanjut secara cepat hingga mencapai kesepakatan akhir USD400 juta, tambahan USD50,3 juta merupakan biaya premium yang wajib dibayar pembeli setelah memenangi lelang.
Di belakang Salvator Mundi ada Interchange (1955) karya Willem de Kooning yang pernah terjual USD300 juta pada September 2015. Lukisan itu dibeli David Geffen Foundation. Adapun lukisan termahal ketiga di sepanjang sejarah ialah The Card Players. Mahakarya Paul Cezanne itu dibeli orang Qatar seharga USD250 juta.
Seperti dilansir media Singapura The Straits Times, juru lelang Jack-Philippe Ruellan mengatakan lukisan itu juga dibeli kolektor asal Indonesia. Sayangnya, siapakah kolektor kolektor asal Indonesia yang berani menggelontorkan duit sebesar itu untuk sebuah lukisan tidak diungkap.
Proses pelelangan Perburuan Banteng berlangsung cukup sengit. Harga awal lukisan itu sekitar 200.000 euro. Dalam 30 detik setelah lelang dibuka, harganya meroket menjadi 1,5 juta euro. Lonjakan harga ini merupakan rekor memukau. Adapun yang memperebutkan adalah dua penawar asal Indonesia yang hadir langsung di tempat acara dan 12 penawar via telepon.
Berdasarkan informasi awal, penawar dari Tanah Air yang turut dalam pelelangan adalah Museum Pasifika Bali. Museum yang bertempat di kawasan Nusa Dua Bali tersebut memiliki koleksi lukisan dari seluruh seniman di wilayah Asia-Pasifik. Satu lagi adalah pengusaha Haryanto Adikoesoemo yang baru membuka Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara yang populer di sebut museum MACAN. Presiden Direktur PT AKR Corporindo Tbk itu dikenal sebagai pencinta seni yang mengoleksi berbagai lukisan, patung, seni instalasi, dan lain-lain dari berbagai penjuru dunia.
Jika benar pembeli lukisan Raden Saleh WNI, hal tersebut akan menambah koleksi Raden Saleh yang ada di Tanah Air. Berdasar informasi yang pernah disampaikan kurator lukisan Agus Dermawan T, di Tanah Air terdapat tidak lebih dari 30 karya milik Raden Saleh, termasuk 6 buah yang ada di Istana Negara.
Di antara lukisan yang ada di Istana adalah Penangkapan Pangeran Diponegoro yang merupakan "jawaban" dari lukisan Nicolaas Pieneman yang berjudul The Submission of Prince Dipo Negoro to Lieutenant-General Hendrik Merkus Baron de Kock dan lukisan Harimau Minum. Adapun kolektor yang diketahui memiliki lukisan Raden Saleh adalah Hashim Djojohadikusumo yang menyimpan lukisan Patroli Tentara Belanda di Gunung Merapi dan Merbabu.
Harga lukisan Perburuan Banteng jauh melebihi lukisan Raden Saleh lainnya, Perburuan Rusa, yang dilelang pada 1996 di rumah lelang Christie Singapura seharga USD3,08 juta atau Rp41,5 miliar. Pembuatan Perburuan Rusa berdekatan dengan Perburuan Banteng yang diyakini dikerjakan pada 1855. Di dalam kedua lukisan itu sama-sama terdapat sosok Raden Saleh yang sedang menunggang kuda.
Lukisan Perburuan Banteng diidentifikasi dimiliki seorang saudagar gula Jules Stanislas Sigisbert Cezard pada abad ke-19. Cezard merupakan orang kelahiran Batavia, ibu kota Hindia Belanda pada masa itu. Setelah sekitar 118 tahun berlalu, lukisan legendaris itu ditemukan di gudang rumah bawah tanah oleh pemilik barunya pada tahun lalu.
Ruellen bersama galeri Prancis Kabinet Turquin menerima panggilan dari pemilik rumah untuk mengidentifikasi lukisan itu. "Mereka tidak mengetahui sedikit pun tentang lukisan itu," terang Ruellan. Lukisan itu merupakan warisan dari pemilik sebelumnya yang senang bepergian ke luar negeri dan punya banyak kenalan.
Pakar dan pengagum lukisan Raden Saleh, Werner Kraus, mengatakan lukisan itu kemungkinan turun-temurun dari tangan Cezard setelah pulang ke Prancis pada 1859. Dia diyakini menjual rumah lengkap dengan perabotannya, termasuk Perburuan Banteng. Hal ini sesuai dengan laporan surat kabar Java-Bode pada 30 April 1859.
Untuk diketahui, Raden Saleh merupakan pelukis beraliran romantisme yang terpengaruh pelukis-pelukis asal Eropa. Pria bernama lengkap Raden Saleh Sjarif Boestaman itu menjadi pelopor seni modern di Hindia Belanda. Dia dilahirkan dari keluarga ningrat. Ayahnya Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal merupakan seorang keturunan Arab. Saat menginjak usia 10 tahun, Raden Saleh tumbuh berkembang bersama para pejabat elite Hindia Belanda di Batavia.
Kegemaran melukis mulai muncul sewaktu dia bersekolah di Volks-School (sekolah rakyat). Pelukis keturunan Belgia AAJ Payen yang didatangkan dari Belanda membantu Raden Saleh mendalami seni lukis. Dengan bakat Raden Saleh yang menjanjikan, Payen mengusulkan agar dia menimba ilmu di Belanda.
Usul ini didukung Gubernur Jenderal GAG Phvander Capellen yang memegang tampuk pemerintahan (1819-1826). Raden Saleh kemudian berangkat pada 1829 dan berbagi pengalaman, budaya serta bahasa di sana. Lima tahun pertama di Eropa, Raden Saleh menerima bimbingan dari pelukis terkenal seperti Andries Schelfhout dan Cornelis Kruseman, pelukis istana yang kerap menerima pesanan dari pemerintah dan keluarga kerajaan.
Meski masih muda, karya-karya Raden Saleh mampu membuat orang Belanda kagum. Alur lukisan Raden Saleh mulai konsisten setelah melihat karya pelukis romantisme asal Prancis, Ferdinand Victor Eugene Delacroix. Sejak saat itu dia sering mengembara untuk menghayati unsur-unsur dramatika alam liar. Raden Saleh kemudian pulang bersama istrinya, wanita Belanda kaya-raya, ke Hindia Belanda pada 1852.
Ide Berbeda tentang Warna
Lukisan-lukisan karya Raden Saleh dianggap bernilai tinggi karena dia punya ide yang berbeda tentang warna. "Dia datang dari Jawa di mana matahari sangat terang dan warna-warna sangat kuat dan langitnya sangat berbeda dengan langit Eropa," kata Werner Kraus. "Saat mengerjakan lukisan, dia mengingat langit di kampung halamannya dan dia mengerjakannya di Eropa. Ini jadi sangat spesial karena tak ada yang melakukannya," imbuh Direktur Centre for Southeast Asian Art di Passau, Jerman, tersebut.
Walaupun harga Perburuan Banteng terbilang mahal, di tingkat internasional lukisan itu masih kalah jauh dari lukisan dunia lainnya. Pada tahun lalu lukisan Leonardo da Vinci berjudul Salvator Mundi terjual USD450,3 juta di Christie, New York, Amerika Serikat (AS). Lukisan Salvator Mundi menjadi lukisan paling mahal dalam sepanjang sejarah. Harga awal lukisan itu sekitar USD100 juta. Namun penawaran terus berlanjut secara cepat hingga mencapai kesepakatan akhir USD400 juta, tambahan USD50,3 juta merupakan biaya premium yang wajib dibayar pembeli setelah memenangi lelang.
Di belakang Salvator Mundi ada Interchange (1955) karya Willem de Kooning yang pernah terjual USD300 juta pada September 2015. Lukisan itu dibeli David Geffen Foundation. Adapun lukisan termahal ketiga di sepanjang sejarah ialah The Card Players. Mahakarya Paul Cezanne itu dibeli orang Qatar seharga USD250 juta.
(amm)