Dipenjara saat Anak-anak, 55 WNI Tuntut Kompensasi pada Australia
A
A
A
CANBERRA - Sebanyak 55 warga negara Indonesia (WNI) menuntut kompensasi pada pemerintah Australia karena dipenjara saat usia mereka masih di bawah umur atau kategori anak-anak.
Mereka dipenjara karena jadi awak kapal pencari suaka yang menyusup ke Australia. Mereka dituduh melakukan pelanggaran penyelundupan manusia.
Ke-55 WNI telah mengajukan keluhan ke Komisi Hak Asasi Manusia Australia mengenai perlakuan yang mereka alami selama berada di penjara.
Sam Tierney, pengacara dari Ken Cush & Associates di Canberra, mengatakan bahwa banyak dari mereka diadili, dihukum dan dikirim ke penjara orang dewasa atas tuduhan pelanggaran penyelundupan manusia.
Upaya untuk memverifikasi umur mereka tidak terpenuhi karena hanya mengandalkan tes X-ray pergelangan tangan yang cacat.
Dalam beberapa kasus, anak-anak menghabiskan waktu lama di penjara orang dewasa. Tierney mengatakan, ada satu kasus di mana tahanan di bawah umur mengalami pemenjaraan selama sekitar 800 hari.
Menurutnya, pengalaman itu telah menyebabkan kesulitan besar. Beberapa dari mereka mengaku dilecehkan secara fisik dan seksual. Bahkan, sebagian dari mereka masih mengalami trauma psikologis.
”Kami berbicara tentang anak-anak yang dikurung dengan kondisi terburuk dari yang terburuk di Australia,” kata Tierney, seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu (27/1/2018). ”Anda tidak perlu menjadi ilmuwan roket untuk mengetahui bahwa mereka memiliki masa sulit.”
”Menurut saya akan cukup adil untuk mengatakan bahwa dalam banyak kasus, mereka masih bingung mengapa mereka berakhir di tempat mereka berada, dan mengapa mereka diperlakukan seperti itu,” ujarnya.
Pemerintah Australia sebelumnya menghadapi tuntutan kompensasi atas penanganan kasus yang melibatkan anak di bawah umur dalam operasi penyelundupan manusia.
Pada tahun 2012, Pusat Hak Asasi Manusia Australia memperingatkan bahwa pemerintah dapat menghadapi sejumlah besar kasus perdata, setelah menahan sekitar 200 anak di bawah umur. Ratusan anak itu ditahan atas tuduhan penyelundupan manusia.
Tahun lalu, isu tersebut mendapat dorongan baru ketika pengadilan banding di Australia Barat menangani kasus Ali Jasmin. Saat berusia 13 tahun, Ali Jasmin, beperan dalam operasi penyelundupan manusia tahun 2009 yang berusaha memasukkan 55 pencari suaka asal Afghanistan ke Australia.
Dia akhirnya dijatuhi hukuman sebagai orang dewasa untuk menjalani lima tahun di Penjara Hakea Perth, sebuah fasilitas tahanan dengan keamanan maksimum.
Polisi mengandalkan tes X-ray pergelangan tangan yang cacat untuk menghitung usia Ali Jasmin. Sebuah akta kelahiran Indonesia menunjukkan bahwa dia adalah seorang remaja.
Tahun lalu, hakim pengadilan Robert Mazza dan Robert Mitchell membatalkan hukuman Ali Jasmin. ”Saya puas bahwa pengguguran hukum telah terjadi,” kata salah satu hakim tersebut.
”Jika pemohon berusia di bawah 18 tahun saat dia melakukan pelanggaran tersebut, hukuman minimum wajib untuk orang dewasa tidak berlaku untuknya, dan seharusnya dia dihukum oleh pengadilan anak-anak.”
Ali Jasmin juga mengajukan keluhan ke Komisi Hak Asasi Manusia Australia.
Pengacara Indonesia, Lisa Hiariej, mengatakan kepada ABC bahwa dialah yang pertama kali melaporkan kasus para WNI yang dipenjara saat masih anak-anak. Dia merasa kliennya telah dicuri.
Tapi Tierney mengatakan bahwa kasus di Indonesia tidak memiliki prospek untuk sukses atau menang. Menurutnya, orang-orang Indonesia tersebut bebas untuk memilih perwakilan mereka.
Mereka dipenjara karena jadi awak kapal pencari suaka yang menyusup ke Australia. Mereka dituduh melakukan pelanggaran penyelundupan manusia.
Ke-55 WNI telah mengajukan keluhan ke Komisi Hak Asasi Manusia Australia mengenai perlakuan yang mereka alami selama berada di penjara.
Sam Tierney, pengacara dari Ken Cush & Associates di Canberra, mengatakan bahwa banyak dari mereka diadili, dihukum dan dikirim ke penjara orang dewasa atas tuduhan pelanggaran penyelundupan manusia.
Upaya untuk memverifikasi umur mereka tidak terpenuhi karena hanya mengandalkan tes X-ray pergelangan tangan yang cacat.
Dalam beberapa kasus, anak-anak menghabiskan waktu lama di penjara orang dewasa. Tierney mengatakan, ada satu kasus di mana tahanan di bawah umur mengalami pemenjaraan selama sekitar 800 hari.
Menurutnya, pengalaman itu telah menyebabkan kesulitan besar. Beberapa dari mereka mengaku dilecehkan secara fisik dan seksual. Bahkan, sebagian dari mereka masih mengalami trauma psikologis.
”Kami berbicara tentang anak-anak yang dikurung dengan kondisi terburuk dari yang terburuk di Australia,” kata Tierney, seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu (27/1/2018). ”Anda tidak perlu menjadi ilmuwan roket untuk mengetahui bahwa mereka memiliki masa sulit.”
”Menurut saya akan cukup adil untuk mengatakan bahwa dalam banyak kasus, mereka masih bingung mengapa mereka berakhir di tempat mereka berada, dan mengapa mereka diperlakukan seperti itu,” ujarnya.
Pemerintah Australia sebelumnya menghadapi tuntutan kompensasi atas penanganan kasus yang melibatkan anak di bawah umur dalam operasi penyelundupan manusia.
Pada tahun 2012, Pusat Hak Asasi Manusia Australia memperingatkan bahwa pemerintah dapat menghadapi sejumlah besar kasus perdata, setelah menahan sekitar 200 anak di bawah umur. Ratusan anak itu ditahan atas tuduhan penyelundupan manusia.
Tahun lalu, isu tersebut mendapat dorongan baru ketika pengadilan banding di Australia Barat menangani kasus Ali Jasmin. Saat berusia 13 tahun, Ali Jasmin, beperan dalam operasi penyelundupan manusia tahun 2009 yang berusaha memasukkan 55 pencari suaka asal Afghanistan ke Australia.
Dia akhirnya dijatuhi hukuman sebagai orang dewasa untuk menjalani lima tahun di Penjara Hakea Perth, sebuah fasilitas tahanan dengan keamanan maksimum.
Polisi mengandalkan tes X-ray pergelangan tangan yang cacat untuk menghitung usia Ali Jasmin. Sebuah akta kelahiran Indonesia menunjukkan bahwa dia adalah seorang remaja.
Tahun lalu, hakim pengadilan Robert Mazza dan Robert Mitchell membatalkan hukuman Ali Jasmin. ”Saya puas bahwa pengguguran hukum telah terjadi,” kata salah satu hakim tersebut.
”Jika pemohon berusia di bawah 18 tahun saat dia melakukan pelanggaran tersebut, hukuman minimum wajib untuk orang dewasa tidak berlaku untuknya, dan seharusnya dia dihukum oleh pengadilan anak-anak.”
Ali Jasmin juga mengajukan keluhan ke Komisi Hak Asasi Manusia Australia.
Pengacara Indonesia, Lisa Hiariej, mengatakan kepada ABC bahwa dialah yang pertama kali melaporkan kasus para WNI yang dipenjara saat masih anak-anak. Dia merasa kliennya telah dicuri.
Tapi Tierney mengatakan bahwa kasus di Indonesia tidak memiliki prospek untuk sukses atau menang. Menurutnya, orang-orang Indonesia tersebut bebas untuk memilih perwakilan mereka.
(mas)