Tahan Dana Pengungsi Palestina, Lembaga Kemanusiaan Kecam AS
A
A
A
WASHINGTON - Para pemimpin dari 21 lembaga bantuan kemanusiaan menulis surat kepada pemerintahan Trump. Mereka menolak dengan 'pernyataan yang paling kuat' dengan keputusan menahan dana bantuan untuk pengungsi Palestina.
Pemerintahan Trump diketahui menahan dana bantuan yang ditujukan untuk badan pengungsi Palestina di bawab PBB, UNRWA, sebesar USD65 juta.
Para pemimpin lembaga bantuan kemanusiaan tersebut memperingatkan konsekuensi mengerikan jika pemotongan dana bantuan tersebut dipertahankan.
"Kami sangat prihatin dengan konsekuensi kemanusiaan dari keputusan ini mengenai bantuan untuk anak-anak, perempuan dan laki-laki di Yordania, Lebanon, Suriah, dan Tepi Barat serta Jalur Gaza," kata surat tersebut seperti dilansir dari Reuters, Kamis (25/1/2018).
Juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert menolak jika langkah tersebut untuk menghukum orang-orang Palestina, yang telah sangat kritis terhadap pengumuman Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Trump juga menyatakan akan memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Nauert mengulangi pandangan AS bahwa UNRWA memerlukan reformasi. Ia mengatakan bahwa ada lebih banyak pengungsi dalam program ini daripada sebelumnya.
"Uang yang masuk dari negara lain juga perlu ditingkatkan untuk terus membayar semua pengungsi tersebut," ujarnya.
Namun presiden Pengungsi Internasional dan mantan Asisten Sekretaris Urusan, Pengungsi dan Migrasi AS, Eric Schwartz menyatakan bahwa pernyataan dari Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, keputusan itu ditujukan untuk menghukum para pemimpin politik Palestina dan memaksa mereka untuk membuat konsesi politik.
"Tapi salah jika menghukum pemimpin politik dengan menolak bantuan yang menopang kehidupan sipil. Ini adalah permulaan kebiasaan yang berbahaya dan mencolok dari kebijakan AS mengenai bantuan kemanusiaan internasional yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diberikan oleh pemerintah AS dan Amerika Serikat," kata Schwartz dalam surat tersebut.
Departemen Luar Negeri juga mengatakan pada hari Kamis bahwa AS tidak akan memberikan bantuan pangan terpisah sebesar USD45 juta untuk orang Palestina yang dijanjikan bulan lalu sebagai bagian dari Banding Darurat Tepi Barat/Gaza yang dipimpin oleh UNRWA.
Nauert mengatakan bahwa Amerika Serikat telah menjelaskan kepada UNRWA bahwa bantuan USD45 juta itu adalah sebuah janji yang bertujuan membantu badan tersebut dengan "perkiraan," tapi itu bukan jaminan.
Trump mengatakan dalam sebuah postingan Twitter pada 2 Januari bahwa AS memberi rakyat Palestina ratusan juta dolar setahun, "tapi tidak mendapatkan apresiasi atau respek."
Keputusan untuk membatasi pendanaan kemungkinan akan menambah kesulitan untuk menghidupkan kembali perundingan damai Israel-Palestina. Keputusan itu juga meremehkan kepercayaan Arab bahwa AS dapat bertindak sebagai penengah yang tidak memihak.
Perundingan terakhir ambruk pada 2014, sebagian karena sikap oposisi Israel terhadap sebuah kesepakatan persatuan antara faksi Palestina Fatah dan Hamas. Selai itu pembangunan permukiman Israel di atas tanah yang diduduki, di mana bakal menjadi negara Palestina, juga menjadi faktor-faktor lainnya.
Pemerintahan Trump diketahui menahan dana bantuan yang ditujukan untuk badan pengungsi Palestina di bawab PBB, UNRWA, sebesar USD65 juta.
Para pemimpin lembaga bantuan kemanusiaan tersebut memperingatkan konsekuensi mengerikan jika pemotongan dana bantuan tersebut dipertahankan.
"Kami sangat prihatin dengan konsekuensi kemanusiaan dari keputusan ini mengenai bantuan untuk anak-anak, perempuan dan laki-laki di Yordania, Lebanon, Suriah, dan Tepi Barat serta Jalur Gaza," kata surat tersebut seperti dilansir dari Reuters, Kamis (25/1/2018).
Juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert menolak jika langkah tersebut untuk menghukum orang-orang Palestina, yang telah sangat kritis terhadap pengumuman Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Trump juga menyatakan akan memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Nauert mengulangi pandangan AS bahwa UNRWA memerlukan reformasi. Ia mengatakan bahwa ada lebih banyak pengungsi dalam program ini daripada sebelumnya.
"Uang yang masuk dari negara lain juga perlu ditingkatkan untuk terus membayar semua pengungsi tersebut," ujarnya.
Namun presiden Pengungsi Internasional dan mantan Asisten Sekretaris Urusan, Pengungsi dan Migrasi AS, Eric Schwartz menyatakan bahwa pernyataan dari Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, keputusan itu ditujukan untuk menghukum para pemimpin politik Palestina dan memaksa mereka untuk membuat konsesi politik.
"Tapi salah jika menghukum pemimpin politik dengan menolak bantuan yang menopang kehidupan sipil. Ini adalah permulaan kebiasaan yang berbahaya dan mencolok dari kebijakan AS mengenai bantuan kemanusiaan internasional yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diberikan oleh pemerintah AS dan Amerika Serikat," kata Schwartz dalam surat tersebut.
Departemen Luar Negeri juga mengatakan pada hari Kamis bahwa AS tidak akan memberikan bantuan pangan terpisah sebesar USD45 juta untuk orang Palestina yang dijanjikan bulan lalu sebagai bagian dari Banding Darurat Tepi Barat/Gaza yang dipimpin oleh UNRWA.
Nauert mengatakan bahwa Amerika Serikat telah menjelaskan kepada UNRWA bahwa bantuan USD45 juta itu adalah sebuah janji yang bertujuan membantu badan tersebut dengan "perkiraan," tapi itu bukan jaminan.
Trump mengatakan dalam sebuah postingan Twitter pada 2 Januari bahwa AS memberi rakyat Palestina ratusan juta dolar setahun, "tapi tidak mendapatkan apresiasi atau respek."
Keputusan untuk membatasi pendanaan kemungkinan akan menambah kesulitan untuk menghidupkan kembali perundingan damai Israel-Palestina. Keputusan itu juga meremehkan kepercayaan Arab bahwa AS dapat bertindak sebagai penengah yang tidak memihak.
Perundingan terakhir ambruk pada 2014, sebagian karena sikap oposisi Israel terhadap sebuah kesepakatan persatuan antara faksi Palestina Fatah dan Hamas. Selai itu pembangunan permukiman Israel di atas tanah yang diduduki, di mana bakal menjadi negara Palestina, juga menjadi faktor-faktor lainnya.
(ian)