Rusia Sebut KTT Korut Merongrong PBB dan Perburuk Situasi
A
A
A
MOSKOW - Rusia mengecam upaya yang dipimpin Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan tekanan internasional terhadap Korea Utara (Korut). Moskow mengatakan bahwa hal tersebut membuat situasi semakin buruk dan merongrong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dua puluh negara hadir dalam pertemuan yang digagas oleh AS dan Kanada di Vancouver. Mereka sepakat mempertimbangkan sanksi yang lebih keras untuk menekan Korea Utara (Korut) guna melepaskan senjata nuklirnya.
Pemimpin Korut Kim Jong-un telah menolak untuk melepaskan pengembangan rudal nuklir yang mampu menghantam AS meskipun sanksi PBB semakin keras, menimbulkan kekhawatiran akan adanya perang baru di semenanjung Korea.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa para diplomat papan atas dari Moskow dan Beijing tidak diundang ke pertemuan tersebut - yang terdiri dari negara-negara yang mendukung Korea Selatan (Korsel) selama Perang Korea 1950-53 - dan bahwa kejadian tersebut merusak otoritas PBB.
"Ini adalah situasi yang benar-benar tidak dapat diterima, ketika 17 negara mengambil peran 'pembantu' mereka sendiri ke Dewan Keamanan PBB dan penafsir resolusinya, sehingga benar-benar membuat keraguan," kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan.
"Peristiwa semacam itu, yang dilakukan dengan tergesa-gesa dan dengan merusak format multilateral yang berfungsi, tidak berkontribusi pada normalisasi situasi di sekitar semenanjung Korea, namun sebaliknya, memperparahnya," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (18/1/2018).
Korut dan Korsel memulai pembicaraan minggu lalu untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun dan pada hari Rabu sepakat untuk menggabung tim hoki es gabungan wanita. Keduanya juga sepakat untuk berbaris bersama di bawah satu bendera pada Olimpiade Musim Dingin bulan depan di PyeongChang.
Dua puluh negara hadir dalam pertemuan yang digagas oleh AS dan Kanada di Vancouver. Mereka sepakat mempertimbangkan sanksi yang lebih keras untuk menekan Korea Utara (Korut) guna melepaskan senjata nuklirnya.
Pemimpin Korut Kim Jong-un telah menolak untuk melepaskan pengembangan rudal nuklir yang mampu menghantam AS meskipun sanksi PBB semakin keras, menimbulkan kekhawatiran akan adanya perang baru di semenanjung Korea.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa para diplomat papan atas dari Moskow dan Beijing tidak diundang ke pertemuan tersebut - yang terdiri dari negara-negara yang mendukung Korea Selatan (Korsel) selama Perang Korea 1950-53 - dan bahwa kejadian tersebut merusak otoritas PBB.
"Ini adalah situasi yang benar-benar tidak dapat diterima, ketika 17 negara mengambil peran 'pembantu' mereka sendiri ke Dewan Keamanan PBB dan penafsir resolusinya, sehingga benar-benar membuat keraguan," kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan.
"Peristiwa semacam itu, yang dilakukan dengan tergesa-gesa dan dengan merusak format multilateral yang berfungsi, tidak berkontribusi pada normalisasi situasi di sekitar semenanjung Korea, namun sebaliknya, memperparahnya," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (18/1/2018).
Korut dan Korsel memulai pembicaraan minggu lalu untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun dan pada hari Rabu sepakat untuk menggabung tim hoki es gabungan wanita. Keduanya juga sepakat untuk berbaris bersama di bawah satu bendera pada Olimpiade Musim Dingin bulan depan di PyeongChang.
(ian)