Pengungsi Rohingya 'Haram' Menikah di Bangladesh
A
A
A
DHAKA - Pengdilan di Bangladesh telah memberlakukan undang-undang yang melarang Muslim Rohingya untuk menikah di negara tersebut. Lebih dari setengah juta orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dari Myanmar pada 2017.
Undang-undang tahun 2014 melarang pencatat pernikahan memimpin pernikahan antara warga negara Bangladesh dengan warga Rohingya dan pasangan Rohingya. Pemerintah Bangladesh mengatakan bahwa lembaga pernikahan telah disalahgunakan untuk mendapatkan kewarganegaraan seperti dikutip dari BBC, Selasa (9/1/2018).
Kasus tersebut diajukan oleh seorang pria yang anaknya berusia 26 tahun telah menghindar dari polisi sejak menikahi seorang remaja berusia 18 tahun asal Rohingya.
Polisi telah mencari Shoaib Hossain Jewel sejak Oktober lalu, ketika mereka mengetahui tentang pernikahan tersebut, menurut laporan lokal.
Jewel dilaporkan bertemu dengan wanita Rohingya sementara keluarganya berlindung di rumah ulama Muslim setempat. Dia dikatakan telah menempuh jarak ratusan kilometer untuk menemukannya di sebuah kamp pengungsi setelah keluarganya dipindahkan dari desanya, sebelum pasangan tersebut menikah.
Pada saat itu dilaporkan menjadi pernikahan pertama yang diketahui antara seorang warga Bangladesh dan seorang Rohingya sejak pecahnya kekerasan di Myanmar terhadap etnis minoritas yang teraniaya itu. Hal ini memaksa ratusan ribu orang untuk melarikan diri melintasi perbatasan.
Menjelaskan undang-undang tahun 2014 itu, pejabat pemerintah mengatakan bahwa mereka percaya sertifikat pernikahan digunakan untuk mencoba dan mengklaim dokumen hukum termasuk paspor Bangladesh. Berdasarkan undang-undang itu jika seseorang diketahui pernah menikahi warga Rohingya maka akan dihukum tujuh tahun penjara.
Ayah Jewel, Babul Hossain, secara terang-terangan memberikan dukungannya untuk pernikahan anaknya dan mengajukan petisi menentang undang-undang tersebut.
"Jika orang Bangladesh bisa menikahi orang Kristen dan orang-orang dari agama lain, apa salahnya perkawinan anak saya dengan seorang Rohingya?" dia mengatakan kepada kantor berita AFP pada bulan Oktober.
Pengadilan Tinggi di Dhaka menolak tuntutannya pada hari Senin kemarin, dan memerintahkannya untuk membayar 100 ribu taka dengan biaya legal.
Pengadilan ini juga menolak permintaan untuk melindungi putra Hossain dari penangkapan.
Tidak jelas apakah pasangan tersebut ditetapkan untuk menghadapi tindakan lebih lanjut setelah keputusan tersebut.
Undang-undang tahun 2014 melarang pencatat pernikahan memimpin pernikahan antara warga negara Bangladesh dengan warga Rohingya dan pasangan Rohingya. Pemerintah Bangladesh mengatakan bahwa lembaga pernikahan telah disalahgunakan untuk mendapatkan kewarganegaraan seperti dikutip dari BBC, Selasa (9/1/2018).
Kasus tersebut diajukan oleh seorang pria yang anaknya berusia 26 tahun telah menghindar dari polisi sejak menikahi seorang remaja berusia 18 tahun asal Rohingya.
Polisi telah mencari Shoaib Hossain Jewel sejak Oktober lalu, ketika mereka mengetahui tentang pernikahan tersebut, menurut laporan lokal.
Jewel dilaporkan bertemu dengan wanita Rohingya sementara keluarganya berlindung di rumah ulama Muslim setempat. Dia dikatakan telah menempuh jarak ratusan kilometer untuk menemukannya di sebuah kamp pengungsi setelah keluarganya dipindahkan dari desanya, sebelum pasangan tersebut menikah.
Pada saat itu dilaporkan menjadi pernikahan pertama yang diketahui antara seorang warga Bangladesh dan seorang Rohingya sejak pecahnya kekerasan di Myanmar terhadap etnis minoritas yang teraniaya itu. Hal ini memaksa ratusan ribu orang untuk melarikan diri melintasi perbatasan.
Menjelaskan undang-undang tahun 2014 itu, pejabat pemerintah mengatakan bahwa mereka percaya sertifikat pernikahan digunakan untuk mencoba dan mengklaim dokumen hukum termasuk paspor Bangladesh. Berdasarkan undang-undang itu jika seseorang diketahui pernah menikahi warga Rohingya maka akan dihukum tujuh tahun penjara.
Ayah Jewel, Babul Hossain, secara terang-terangan memberikan dukungannya untuk pernikahan anaknya dan mengajukan petisi menentang undang-undang tersebut.
"Jika orang Bangladesh bisa menikahi orang Kristen dan orang-orang dari agama lain, apa salahnya perkawinan anak saya dengan seorang Rohingya?" dia mengatakan kepada kantor berita AFP pada bulan Oktober.
Pengadilan Tinggi di Dhaka menolak tuntutannya pada hari Senin kemarin, dan memerintahkannya untuk membayar 100 ribu taka dengan biaya legal.
Pengadilan ini juga menolak permintaan untuk melindungi putra Hossain dari penangkapan.
Tidak jelas apakah pasangan tersebut ditetapkan untuk menghadapi tindakan lebih lanjut setelah keputusan tersebut.
(ian)