Serangan Bom di St Petersburg Aksi Teror
A
A
A
MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan, ledakan bom di supermarket St Petersburg pada Rabu (27/12/2017) merupakan aksi terorisme.
Putin menyatakan, pasukan keamanan yang nyawanya terancam oleh tersangka teroris harus menembak mati tersangka jika perlu. Pernyataan Putin itu muncul saat upacara penghargaan di Kremlin untuk personel Rusia yang bertugas di Suriah.
“Anda tahu bahwa kemarin di St Petersburg aksi teroris terjadi,” kata Putin di depan para personel militer Rusia, merujuk pada ledakan yang melukai 13 orang di cabang supermarket Perekrestok. Para investigator telah membuka kasus kriminal dalam serangan bom tersebut.
Menurut aparat, ledakan itu berasal dari bom rakitan yang diisi dengan potongan logam. Media Rusia menjelaskan, bom itu disembunyikan di loker, tempat para pembeli menitipkan barang miliknya. Putin menyatakan, badan keamanan FSB telah mencegah upaya aksi teroris lainnya. Dia tidak memberi penjelasan lebih rinci, tapi Kremlin menyatakan bulan ini bahwa informasi dari badan intelijen Amerika Serikat (AS) membantu mencegah rencana serangan di Katedral Kazansky, St Petersburg.
Putin juga menyatakan, situasi keamanan di Rusia akan semakin buruk jika ribuan warga Rusia yang berperang bersama kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah diizinkan kembali ke Negeri Beruang Merah tersebut. Dia menjelaskan, pasukan keamanan harus tak memberi peluang jika nyawanya terancam saat menghadapi para tersangka teroris.
“Saya kemarin memerintahkan direktur FSB untuk bertindak dalam kerangka hukum saat menahan para bandit itu. Tapi jika ada ancaman pada nyawa, para personel harus bertindak tegas, tidak melakukan penahanan apapun, dan menghabisi para bandit di lokasi,” ujar Putin.
Ledakan di supermarket Perekrestok itu memiliki kekuatan setara 200 gram TNT. Otoritas pun membuka kasus kriminal terkait upaya pembunuhan. Tidak ada korban yang tewas dalam ledakan itu dan belum diketahui dengan pasti motif serangan itu.
“Semua kemungkinan versi tentang apa yang terjadi sedang diteliti. Hingga sekarang para korban luka telah dibawa ke beberapa rumah sakit. Saat ini, para korban yang terluka tidak terancam nyawanya,” ungkap Alexander Klaus, kepala komite investigasi St Petersburg.
Rusia berperang bersama pemerintah Suriah untuk melawan ISIS. Kelompok ISIS pun mengalami banyak kekalahan di Suriah. ISIS mengancam melakukan serangan balasan di wilayah Rusia. Sementara dalam isu berbeda, Kremlin menyatakan seruan pemimpin oposisi Alexei Navalny untuk menggelar unjuk rasa mendukung boikot pemilu presiden tahun depan akan diselidiki, apakah melanggar hukum.
Navalny merupakan pengkritik Presiden Putin. Dia mengumumkan serangkaian un juk rasa di penjuru Rusia pada 28 Januari untuk menyerukan boikot pemilu presiden. Navalny juga dilarang mengikuti pemilu tersebut. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menjelaskan, langkah Navalny akan dipelajari dengan cermat.
“Kami memiliki berbagai lembaga yang Anda tahu, memeriksa seruan dan rencana semacam itu untuk melihat apakah itu sesuai hukum,” katanya.
“Tidak ada keraguan bahwa ini akan dilakukan,” papar Peskov. Survei menunjukkan, Putin akan menang kembali dalam pe milu 18 Maret tersebut. Putin telah mendominasi politik Rusia selama 18 tahun. Meski demikian, pelarangan keterlibatan Navalny menjadikan pemilu itu kurang memiliki legitimasi. Boikot pemilu dapat menjadi masalah bagi Kremlin yang ingin meningkatkan jumlah partisipasi pemilih dalam pemilu untuk memperkuat legitimasi Putin.
Apalagi saat ini ada tanda-tanda apatisme para pemilih. Sesuai hukum Rusia, waktu dan tempat unjuk rasa harus disetujui otoritas sebelumnya. Biasanya, otoritas menolak mengizinkan unjuk rasa semacam itu dengan alasan bertepatan dengan acara lain atau masalah keamanan. Saat oposisi tetap menggelar unjuk rasa, polisi membubarkan para demonstran secara paksa dan menahan para peserta unjuk rasa.
Navalny yang telah menggelar beberapa unjuk rasa antipemerintah terbesar dalam beberapa tahun terakhir, telah dipenjara tiga kali tahun ini. Dia juga didakwa melanggar hukum karena menggelar pertemuan dan pawai publik. (Syarifudin)
Putin menyatakan, pasukan keamanan yang nyawanya terancam oleh tersangka teroris harus menembak mati tersangka jika perlu. Pernyataan Putin itu muncul saat upacara penghargaan di Kremlin untuk personel Rusia yang bertugas di Suriah.
“Anda tahu bahwa kemarin di St Petersburg aksi teroris terjadi,” kata Putin di depan para personel militer Rusia, merujuk pada ledakan yang melukai 13 orang di cabang supermarket Perekrestok. Para investigator telah membuka kasus kriminal dalam serangan bom tersebut.
Menurut aparat, ledakan itu berasal dari bom rakitan yang diisi dengan potongan logam. Media Rusia menjelaskan, bom itu disembunyikan di loker, tempat para pembeli menitipkan barang miliknya. Putin menyatakan, badan keamanan FSB telah mencegah upaya aksi teroris lainnya. Dia tidak memberi penjelasan lebih rinci, tapi Kremlin menyatakan bulan ini bahwa informasi dari badan intelijen Amerika Serikat (AS) membantu mencegah rencana serangan di Katedral Kazansky, St Petersburg.
Putin juga menyatakan, situasi keamanan di Rusia akan semakin buruk jika ribuan warga Rusia yang berperang bersama kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah diizinkan kembali ke Negeri Beruang Merah tersebut. Dia menjelaskan, pasukan keamanan harus tak memberi peluang jika nyawanya terancam saat menghadapi para tersangka teroris.
“Saya kemarin memerintahkan direktur FSB untuk bertindak dalam kerangka hukum saat menahan para bandit itu. Tapi jika ada ancaman pada nyawa, para personel harus bertindak tegas, tidak melakukan penahanan apapun, dan menghabisi para bandit di lokasi,” ujar Putin.
Ledakan di supermarket Perekrestok itu memiliki kekuatan setara 200 gram TNT. Otoritas pun membuka kasus kriminal terkait upaya pembunuhan. Tidak ada korban yang tewas dalam ledakan itu dan belum diketahui dengan pasti motif serangan itu.
“Semua kemungkinan versi tentang apa yang terjadi sedang diteliti. Hingga sekarang para korban luka telah dibawa ke beberapa rumah sakit. Saat ini, para korban yang terluka tidak terancam nyawanya,” ungkap Alexander Klaus, kepala komite investigasi St Petersburg.
Rusia berperang bersama pemerintah Suriah untuk melawan ISIS. Kelompok ISIS pun mengalami banyak kekalahan di Suriah. ISIS mengancam melakukan serangan balasan di wilayah Rusia. Sementara dalam isu berbeda, Kremlin menyatakan seruan pemimpin oposisi Alexei Navalny untuk menggelar unjuk rasa mendukung boikot pemilu presiden tahun depan akan diselidiki, apakah melanggar hukum.
Navalny merupakan pengkritik Presiden Putin. Dia mengumumkan serangkaian un juk rasa di penjuru Rusia pada 28 Januari untuk menyerukan boikot pemilu presiden. Navalny juga dilarang mengikuti pemilu tersebut. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menjelaskan, langkah Navalny akan dipelajari dengan cermat.
“Kami memiliki berbagai lembaga yang Anda tahu, memeriksa seruan dan rencana semacam itu untuk melihat apakah itu sesuai hukum,” katanya.
“Tidak ada keraguan bahwa ini akan dilakukan,” papar Peskov. Survei menunjukkan, Putin akan menang kembali dalam pe milu 18 Maret tersebut. Putin telah mendominasi politik Rusia selama 18 tahun. Meski demikian, pelarangan keterlibatan Navalny menjadikan pemilu itu kurang memiliki legitimasi. Boikot pemilu dapat menjadi masalah bagi Kremlin yang ingin meningkatkan jumlah partisipasi pemilih dalam pemilu untuk memperkuat legitimasi Putin.
Apalagi saat ini ada tanda-tanda apatisme para pemilih. Sesuai hukum Rusia, waktu dan tempat unjuk rasa harus disetujui otoritas sebelumnya. Biasanya, otoritas menolak mengizinkan unjuk rasa semacam itu dengan alasan bertepatan dengan acara lain atau masalah keamanan. Saat oposisi tetap menggelar unjuk rasa, polisi membubarkan para demonstran secara paksa dan menahan para peserta unjuk rasa.
Navalny yang telah menggelar beberapa unjuk rasa antipemerintah terbesar dalam beberapa tahun terakhir, telah dipenjara tiga kali tahun ini. Dia juga didakwa melanggar hukum karena menggelar pertemuan dan pawai publik. (Syarifudin)
(nfl)