Israel Klaim 10 Negara Bakal Ikuti Jejak Guatemala dan AS
A
A
A
TEL AVIV - Wakil Menteri Luar Negeri Israel, Tzipi Hotovely mengatakan, lebih dari 10 negara tengah mempertimbangkan untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota. Mereka akan mengikuti jejak Amerika Serikat (AS) dan Guatemala yang sebelumnya telah melakukan hal itu.
Berbicara kepada radio publik Kan Bet, Hotovely mengatakan 10 negara tersebut mengikuti jejak Presiden Guatemala Jimmy Morales yang pada hari Minggu menyatakan bahwa kedutaan negaranya akan dipindahkan ke Yerusalem. Negara Amerika Tengah itu, bersama enam negara lainnya, memilih berada dalam satu gerbong dengan AS dan Israel dalam sidang Majelis Umum PBB terkait status Yerusalem.
Hasil voting sidang Majelis Umum PBB menunjukkan hasil 128-9 untuk mengutuk keputusan AS yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israe;. Enam lainnya adalah Honduras, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau dan Togo.
Hotodely tidak menyebutkan salah satu dari 10 negara tersebut, namun mengatakan negara itu memiliki tradisi Kristen yang kuat seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (26/12/2017).
Sekedar informasi Filipina, Republik Ceko dan Rumania tidak hadir saat voting pekan lalu, namun telah menunjukkan kemungkinan bergabung dengan Guatemala dan AS, dengan Presiden Ceko Milos Zeman mendukung kepindahan tersebut ke Yerusalem. Namun kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini kemudian mengatakan bahwa menteri luar negeri Ceko telah berjanji untuk tidak memindahkan kedutaan mereka ke Yerusalem dimana Uni Eropa menganggap Ibu Kota sebagai negara Palestina masa depan.
Sebelumnya, Netanyahu berterima kasih kepada Morales dalam sebuah pidato di parlemen Israel. "Saya berbicara kemarin dengan temanku presiden Guatemala, dan mengucapkan terima kasih atas dukungannya kepada kami melalui pemungutan suara di PBB," katanya di Knesset.
"Saya menyatakan harapan saya bahwa dia akan mengikuti jejak Presiden Trump dan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan akan memulai proses pemindahan kedutaan di sana. Malam itu dia mengumumkan bahwa dia sebenarnya akan melakukannya. Jadi saya ingin mengatakan, dari sini, kepada presiden Guatemala: semoga Tuhan memberkati Anda, teman saya, dan semoga Tuhan memberkati negara kita," tukasnya.
Keputusan Guatemala, bagaimanapun, dikritik oleh Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi sebagai provokasi yang tidak masuk akal dan pelanggaran hukum internasional.
Dunia global dan regional sendiri terlah berulang kali memperingatkan Presiden AS Donald Trump terkait pengumuman Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada 6 Desember lalu. Trump juga mengumumkan kedutaan negaranya akan pindah ke sana dari Tel Aviv. Pengumuman ini memicu kecaman luas.
Setelah pengumuman tersebut, demonstrasi anti-Israel dan anti-Amerika secara besar-besaran meletus di seluruh dunia Muslim. Bentrokan yang paling parah terjadi di Yerusalem, Tepi Barat dan Gaza, saat warga Palestina bangkit dengan marah menentang keputusan tersebut dan Hamas mendesak sebuah pemberontakan baru, atau intifada.
Lebih dari 10 orang telah terbunuh dan ratusan terluka saat pasukan keamanan Israel menembakkan peluru karet, gas air mata dan meriam air untuk menekan demonstrasi tersebut.
Berbicara kepada radio publik Kan Bet, Hotovely mengatakan 10 negara tersebut mengikuti jejak Presiden Guatemala Jimmy Morales yang pada hari Minggu menyatakan bahwa kedutaan negaranya akan dipindahkan ke Yerusalem. Negara Amerika Tengah itu, bersama enam negara lainnya, memilih berada dalam satu gerbong dengan AS dan Israel dalam sidang Majelis Umum PBB terkait status Yerusalem.
Hasil voting sidang Majelis Umum PBB menunjukkan hasil 128-9 untuk mengutuk keputusan AS yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israe;. Enam lainnya adalah Honduras, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau dan Togo.
Hotodely tidak menyebutkan salah satu dari 10 negara tersebut, namun mengatakan negara itu memiliki tradisi Kristen yang kuat seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (26/12/2017).
Sekedar informasi Filipina, Republik Ceko dan Rumania tidak hadir saat voting pekan lalu, namun telah menunjukkan kemungkinan bergabung dengan Guatemala dan AS, dengan Presiden Ceko Milos Zeman mendukung kepindahan tersebut ke Yerusalem. Namun kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini kemudian mengatakan bahwa menteri luar negeri Ceko telah berjanji untuk tidak memindahkan kedutaan mereka ke Yerusalem dimana Uni Eropa menganggap Ibu Kota sebagai negara Palestina masa depan.
Sebelumnya, Netanyahu berterima kasih kepada Morales dalam sebuah pidato di parlemen Israel. "Saya berbicara kemarin dengan temanku presiden Guatemala, dan mengucapkan terima kasih atas dukungannya kepada kami melalui pemungutan suara di PBB," katanya di Knesset.
"Saya menyatakan harapan saya bahwa dia akan mengikuti jejak Presiden Trump dan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan akan memulai proses pemindahan kedutaan di sana. Malam itu dia mengumumkan bahwa dia sebenarnya akan melakukannya. Jadi saya ingin mengatakan, dari sini, kepada presiden Guatemala: semoga Tuhan memberkati Anda, teman saya, dan semoga Tuhan memberkati negara kita," tukasnya.
Keputusan Guatemala, bagaimanapun, dikritik oleh Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi sebagai provokasi yang tidak masuk akal dan pelanggaran hukum internasional.
Dunia global dan regional sendiri terlah berulang kali memperingatkan Presiden AS Donald Trump terkait pengumuman Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada 6 Desember lalu. Trump juga mengumumkan kedutaan negaranya akan pindah ke sana dari Tel Aviv. Pengumuman ini memicu kecaman luas.
Setelah pengumuman tersebut, demonstrasi anti-Israel dan anti-Amerika secara besar-besaran meletus di seluruh dunia Muslim. Bentrokan yang paling parah terjadi di Yerusalem, Tepi Barat dan Gaza, saat warga Palestina bangkit dengan marah menentang keputusan tersebut dan Hamas mendesak sebuah pemberontakan baru, atau intifada.
Lebih dari 10 orang telah terbunuh dan ratusan terluka saat pasukan keamanan Israel menembakkan peluru karet, gas air mata dan meriam air untuk menekan demonstrasi tersebut.
(ian)