Paus Francis: Timur Tengah Butuh Solusi Dua Negara
A
A
A
VATICAN CITY - Paus Francis menggunakan pesan natalnya pada hari Senin untuk meminta solusi dua negara dinegosiasikan untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina. Situasi di Timur Tengah membara setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memicu ketegangan regional dengan pengakuannya atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Francis berbicara tentang konflik Timur Tengah dan titik prahara dunia lainnya dalam pidatonya "Urbi et Orbi" (ke kota dan dunia), empat hari setelah lebih dari 120 negara mendukung sebuah resolusi PBB yang mendesak AS untuk menarik keputusannya di Yerusalem.
"Mari kita berdoa agar kehendak untuk melanjutkan dialog dapat terjadi di antara para pihak dan bahwa solusi yang dinegosiasikan akhirnya bisa tercapai, yang memungkinkan koeksistensi damai dua negara di dalam perbatasan yang disepakati dan diakui secara internasional," katanya, merujuk pada warga Israel dan Palestina.
"Kami melihat Yesus di anak-anak Timur Tengah yang terus menderita karena meningkatnya ketegangan antara orang Israel dan Palestina," katanya dalam sambutannya, dikirim dari balkon Basilika Santo Petrus ke puluhan ribu orang di Vatikan seperti disitir dari Reuters, Selasa (26/12/2017).
Ini adalah kedua kalinya Paus Francis berbicara secara terbuka tentang Yerusalem sejak keputusan Trump pada 6 Desember lalu. Pada hari itu, Paus Fransis meminta "status quo" kota untuk dihormati, agar tidak terjadi ketegangan baru di Timur Tengah yang mengobarkan konflik dunia.
Baca Juga: Paus Fransiskus Dukung Status Quo Yerusalem
Warga Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota negara merdeka masa depan mereka, sedangkan Israel telah menyatakan seluruh kota sebagai Ibu Kota Yahudi yang tidak terpisahkan dan abadi.
Francis, pemimpin 1,2 miliar umat Katolik Roma di dunia, mendesak orang-orang untuk melihat bayi Yesus yang tak berdaya pada anak-anak yang paling menderita akibat perang, migrasi dan bencana alam yang diakibatkan manusia hari ini.
"Hari ini, saat angin bertiup di dunia kita, Natal mengundang kita untuk fokus pada tanda anak-anak dan mengenalinya di hadapan anak-anak kecil, terutama bagi mereka, seperti Yesus, 'tidak ada tempat di penginapan,'"katanya.
Paus Fransiskus, merayakan Natal kelima dari kepausannya, mengatakan bahwa dia telah melihat Yesus di anak-anak yang dia temui selama perjalanannya baru-baru ini ke Myanmar dan Bangladesh. Ia pun meminta perlindungan yang memadai terhadap martabat kelompok minoritas di wilayah tersebut.
Lebih dari 600 ribu umat Muslim Rohingya telah meninggalkan sebagian besar Myanmar yang mayoritas Buddha ke Bangladesh dalam beberapa bulan terakhir. Paus harus menginjak garis diplomatik yang halus selama kunjungannya, menghindari kata "Rohingya" sementara di Myanmar, yang tidak mengenal mereka sebagai kelompok minoritas, meskipun dia kemudian menggunakan istilah tersebut saat berada di Bangladesh.
"Yesus tahu betul rasa sakit karena tidak disambut dan betapa sulitnya memiliki tempat untuk meletakkan kepala seseorang. Semoga hati kita tidak ditutup seperti di rumah Betlehem," katanya.
Ia juga mendesak dunia untuk melihat Yesus di anak-anak yang tidak berdosa yang menderita peperangan di Suriah dan Irak dan juga di Yaman. Ia mengeluhkan nasib para korban perang tersebut yang dilupakan, dengan implikasi kemanusiaan yang serius, menderita kelaparan dan diserang penyakit.
Dia juga mencantumkan konflik yang mempengaruhi anak-anak di Sudan Selatan, Somalia, Burundi, Republik Demokratik Kongo, Republik Afrika Tengah, Ukraina dan Venezuela.
Pada misa Malam Natal di Basilika Santo Petrus pada hari Minggu, Paus Fransiskus sangat membela imigran, membandingkannya dengan Maria dan Yusuf yang tidak menemukan tempat tinggal di Betlehem dan mengatakan bahwa iman menuntut agar orang asing disambut.
Baca Juga: Misa Natal Paus: Maria dan Yusuf Senasib dengan Pengungsi
Francis berbicara tentang konflik Timur Tengah dan titik prahara dunia lainnya dalam pidatonya "Urbi et Orbi" (ke kota dan dunia), empat hari setelah lebih dari 120 negara mendukung sebuah resolusi PBB yang mendesak AS untuk menarik keputusannya di Yerusalem.
"Mari kita berdoa agar kehendak untuk melanjutkan dialog dapat terjadi di antara para pihak dan bahwa solusi yang dinegosiasikan akhirnya bisa tercapai, yang memungkinkan koeksistensi damai dua negara di dalam perbatasan yang disepakati dan diakui secara internasional," katanya, merujuk pada warga Israel dan Palestina.
"Kami melihat Yesus di anak-anak Timur Tengah yang terus menderita karena meningkatnya ketegangan antara orang Israel dan Palestina," katanya dalam sambutannya, dikirim dari balkon Basilika Santo Petrus ke puluhan ribu orang di Vatikan seperti disitir dari Reuters, Selasa (26/12/2017).
Ini adalah kedua kalinya Paus Francis berbicara secara terbuka tentang Yerusalem sejak keputusan Trump pada 6 Desember lalu. Pada hari itu, Paus Fransis meminta "status quo" kota untuk dihormati, agar tidak terjadi ketegangan baru di Timur Tengah yang mengobarkan konflik dunia.
Baca Juga: Paus Fransiskus Dukung Status Quo Yerusalem
Warga Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota negara merdeka masa depan mereka, sedangkan Israel telah menyatakan seluruh kota sebagai Ibu Kota Yahudi yang tidak terpisahkan dan abadi.
Francis, pemimpin 1,2 miliar umat Katolik Roma di dunia, mendesak orang-orang untuk melihat bayi Yesus yang tak berdaya pada anak-anak yang paling menderita akibat perang, migrasi dan bencana alam yang diakibatkan manusia hari ini.
"Hari ini, saat angin bertiup di dunia kita, Natal mengundang kita untuk fokus pada tanda anak-anak dan mengenalinya di hadapan anak-anak kecil, terutama bagi mereka, seperti Yesus, 'tidak ada tempat di penginapan,'"katanya.
Paus Fransiskus, merayakan Natal kelima dari kepausannya, mengatakan bahwa dia telah melihat Yesus di anak-anak yang dia temui selama perjalanannya baru-baru ini ke Myanmar dan Bangladesh. Ia pun meminta perlindungan yang memadai terhadap martabat kelompok minoritas di wilayah tersebut.
Lebih dari 600 ribu umat Muslim Rohingya telah meninggalkan sebagian besar Myanmar yang mayoritas Buddha ke Bangladesh dalam beberapa bulan terakhir. Paus harus menginjak garis diplomatik yang halus selama kunjungannya, menghindari kata "Rohingya" sementara di Myanmar, yang tidak mengenal mereka sebagai kelompok minoritas, meskipun dia kemudian menggunakan istilah tersebut saat berada di Bangladesh.
"Yesus tahu betul rasa sakit karena tidak disambut dan betapa sulitnya memiliki tempat untuk meletakkan kepala seseorang. Semoga hati kita tidak ditutup seperti di rumah Betlehem," katanya.
Ia juga mendesak dunia untuk melihat Yesus di anak-anak yang tidak berdosa yang menderita peperangan di Suriah dan Irak dan juga di Yaman. Ia mengeluhkan nasib para korban perang tersebut yang dilupakan, dengan implikasi kemanusiaan yang serius, menderita kelaparan dan diserang penyakit.
Dia juga mencantumkan konflik yang mempengaruhi anak-anak di Sudan Selatan, Somalia, Burundi, Republik Demokratik Kongo, Republik Afrika Tengah, Ukraina dan Venezuela.
Pada misa Malam Natal di Basilika Santo Petrus pada hari Minggu, Paus Fransiskus sangat membela imigran, membandingkannya dengan Maria dan Yusuf yang tidak menemukan tempat tinggal di Betlehem dan mengatakan bahwa iman menuntut agar orang asing disambut.
Baca Juga: Misa Natal Paus: Maria dan Yusuf Senasib dengan Pengungsi
(ian)