Israel Sebut PBB sebagai 'Rumah Kebohongan'
A
A
A
TEL AVIV - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menggambarkan PBB sebagai "rumah kebohongan". Pernyataan ini muncul jelang pemungutan suara di Majelis Umum PBB mengenai sebuah rancangan resolusi yang meminta Amerika Serikat (AS) untuk menarik pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Dalam sebuah pidato di depan pendukungnya, Netanyahu menuturkan pihaknya dengan tegas menolak resolusi tersebut dan kembali menyatakan langkah AS sudah benar, karena menurutnya Yerusalem adalah Ibu Kota Israel sejak dahulu kala.
"Israel benar-benar menolak pemungutan suara ini, bahkan sebelum persetujuan (resolusi). Yerusalem adalah ibu kota kita (Israel), dan kita akan terus membangun di sana, dan Kedutaan Besar asing yang dipimpin oleh AS akan pindah ke Yerusalem. Itu akan terjadi," ucap Netanyahu, seperti dilansir Reuters pada Kamis (21/12).
"Sikap terhadap Israel dari banyak negara, di semua benua, di luar tembok PBB, berubah dan pada akhirnya akan meresap ke dalam PBB, dan menjadikan PBB "rumah kebohongan"," sambungnya.
Seperti diketahui, Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang tersebut akan mengadakan sebuah sesi khusus darurat langka pada hari ini atas permintaan negara-negara Arab, dan Muslim mengenai keputusan AS yang kontroversial mengenai Yerusalem.
Terkait dengan hal ini, Presiden AS Donald Trump mengancam akan memotong dana bantuan kepada negara-negara anggota PBB yang memberikan suara "ya" dalam pemungutan suara tersebut.
"Mereka mengambil ratusan juta dolar bahkan miliaran dolar, dan kemudian mereka memilih untuk melawan kita. Kami akan mengawasi pemungutan suara itu. Biarkan mereka memilih melawan kita. Kita akan menghemat banyak. Kami tidak peduli," kata Trump.
Pernyataan Trump ini mendapat kecaman dari berbagai pihak, khususnya dari negara Muslim. Turki, dan Palestina bahkan menyebutkan sebagai bentuk pemerasan, dan serangan terhadap kedaulatan negara-negara angota PBB.
Dalam sebuah pidato di depan pendukungnya, Netanyahu menuturkan pihaknya dengan tegas menolak resolusi tersebut dan kembali menyatakan langkah AS sudah benar, karena menurutnya Yerusalem adalah Ibu Kota Israel sejak dahulu kala.
"Israel benar-benar menolak pemungutan suara ini, bahkan sebelum persetujuan (resolusi). Yerusalem adalah ibu kota kita (Israel), dan kita akan terus membangun di sana, dan Kedutaan Besar asing yang dipimpin oleh AS akan pindah ke Yerusalem. Itu akan terjadi," ucap Netanyahu, seperti dilansir Reuters pada Kamis (21/12).
"Sikap terhadap Israel dari banyak negara, di semua benua, di luar tembok PBB, berubah dan pada akhirnya akan meresap ke dalam PBB, dan menjadikan PBB "rumah kebohongan"," sambungnya.
Seperti diketahui, Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang tersebut akan mengadakan sebuah sesi khusus darurat langka pada hari ini atas permintaan negara-negara Arab, dan Muslim mengenai keputusan AS yang kontroversial mengenai Yerusalem.
Terkait dengan hal ini, Presiden AS Donald Trump mengancam akan memotong dana bantuan kepada negara-negara anggota PBB yang memberikan suara "ya" dalam pemungutan suara tersebut.
"Mereka mengambil ratusan juta dolar bahkan miliaran dolar, dan kemudian mereka memilih untuk melawan kita. Kami akan mengawasi pemungutan suara itu. Biarkan mereka memilih melawan kita. Kita akan menghemat banyak. Kami tidak peduli," kata Trump.
Pernyataan Trump ini mendapat kecaman dari berbagai pihak, khususnya dari negara Muslim. Turki, dan Palestina bahkan menyebutkan sebagai bentuk pemerasan, dan serangan terhadap kedaulatan negara-negara angota PBB.
(esn)