Tokoh Senior Palestina Desak Keluar dari Perundingan Damai
A
A
A
GAZA - Tokoh politik Palestina yang diasingkan Mohammad Dahlan mengatakan warga Palestina harus menolak perundingan damai di masa depan. Ia juga mendesak untuk menghentikan koordinasi keamanan dengan Israel selama Amerika Serikat (AS) berencana untuk memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem.
"Saya menyerukan penarikan diri dari perundingan yang tidak masuk akal dan tak berujung dengan Israel setelah asas status Yerusalem tidak dapat diterobos telah dilanggar," kata Dahlan sesaat sebelum pidato Trump yang menyatakan Yerusalem Ibu Kota Israel melalui akun Twitternya.
"Saya menyerukan untuk mengakhiri semua bentuk koordinasi, terutama koordinasi keamanan, dengan Israel dan Amerika Serikat," tambahnya dari Uni Emirat Arab, tempat dia tinggal sejak berseteru dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan mengusirnya dari wilayah Palestina pada tahun 2011 seperti dilansir dari Reuters, Kamis (7/12/2017).
Israel menganggap Yerusalem sebagai Ibu Kota abadi dan tak terpisahkan serta menginginkan semua kedutaan besar berbasis di sana. Sementara warga Palestina menginginkan Ibu Kota negara Palestina merdeka berada di bagian timur kota, yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967 dan dicaplok dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui secara internasional.
Di bawah kesepakatan damai interim 1990 antara Israel dan Palestina, masa depan Yerusalem adalah salah satu isu utama yang harus diselesaikan dalam perundingan perdamaian terakhir antara kedua belah pihak.
Putaran terakhir perundingan ambruk pada 2014 karena isu-isu seperti perluasan pemukiman Israel di wilayah pendudukan di mana orang-orang Palestina mencari kenegaraan, dan upaya untuk memulai kembali mereka telah gagal.
Dalam sebuah pidato di Gedung Putih, Trump mengatakan bahwa pemerintahannya akan memulai sebuah proses untuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, sesuatu yang diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun.
Abbas merencanakan pidato di televisi pada hari Rabu untuk menanggapi pidato Trump.
"Saya menyerukan penarikan diri dari perundingan yang tidak masuk akal dan tak berujung dengan Israel setelah asas status Yerusalem tidak dapat diterobos telah dilanggar," kata Dahlan sesaat sebelum pidato Trump yang menyatakan Yerusalem Ibu Kota Israel melalui akun Twitternya.
"Saya menyerukan untuk mengakhiri semua bentuk koordinasi, terutama koordinasi keamanan, dengan Israel dan Amerika Serikat," tambahnya dari Uni Emirat Arab, tempat dia tinggal sejak berseteru dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan mengusirnya dari wilayah Palestina pada tahun 2011 seperti dilansir dari Reuters, Kamis (7/12/2017).
Israel menganggap Yerusalem sebagai Ibu Kota abadi dan tak terpisahkan serta menginginkan semua kedutaan besar berbasis di sana. Sementara warga Palestina menginginkan Ibu Kota negara Palestina merdeka berada di bagian timur kota, yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967 dan dicaplok dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui secara internasional.
Di bawah kesepakatan damai interim 1990 antara Israel dan Palestina, masa depan Yerusalem adalah salah satu isu utama yang harus diselesaikan dalam perundingan perdamaian terakhir antara kedua belah pihak.
Putaran terakhir perundingan ambruk pada 2014 karena isu-isu seperti perluasan pemukiman Israel di wilayah pendudukan di mana orang-orang Palestina mencari kenegaraan, dan upaya untuk memulai kembali mereka telah gagal.
Dalam sebuah pidato di Gedung Putih, Trump mengatakan bahwa pemerintahannya akan memulai sebuah proses untuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, sesuatu yang diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun.
Abbas merencanakan pidato di televisi pada hari Rabu untuk menanggapi pidato Trump.
(ian)