NATO: Rusia dan China Bangkit, Risiko Perang Lebih Tinggi
A
A
A
BERLIN - NATO atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara melihat kekuatan militer China dan Rusia yang bangkit akan menimbulkan tantangan bagi aliansi tersebut di tahun-tahun mendatang. Menurut aliansi pimpinan Amerika Serikat (AS) tersebut, bangkitnya militer kedua negara itu membuat risiko perang antarnegara jadi lebih tinggi.
Penilaian NATO itu muncul dalam laporan empat tahunannya. Dalam laporan tersebut, kebangkitan militer dua negara rival AS itu dapat memicu perlombaan senjata ala Perang Dingin.
Laporan itu mengidentifikasi 20 tren global yang cenderung mempengaruhi aliansi sampai tahun 2035, mulai dari kecerdasan buatan (artificial intelligence), pengembangan teknologi, perubahan iklim dan ketidaksetaraan yang meningkat.
Komandan Tertinggi Transformasi NATO, Jenderal Denis Mercier, mengatakan kepada Reuters bahwa laporan tersebut menunjukkan risiko perang antarnegara yang lebih tinggi daripada laporan yang diterbitkan tahun 2013.
”Kami melihat peningkatan yang cukup besar dalam risiko konflik antarnegara di bagian utama,” kata Mercier dalam sebuah wawancara di sela-sela Konferensi Keamanan Berlin.
”Dengan kesadaran global lebih penting daripada sebelumnya, kita harus siap menghadapi skenario apapun,” kata Mercier, yang dilansir Rabu (29/11/2017).
Masih menurut laporan empat tahunan NATO, pembelanjaan pertahanan mulai meningkat setelah aneksasi Rusia atas wilayah Crimea dari Ukraina pada tahun 2014. Aliansi itu meyakini, kenaikan belanja pertahanan akan terus meningkat sampai tahun 2045.
“Kenaikan tersebut dapat menciptakan dilema keamanan dan memulai perlombaan senjata, seperti yang terjadi selama Perang Dingin,” ujar Mercier.
Mercier mengatakan, NATO sudah bekerja untuk memperluas kemampuannya dalam domain siber. ”Di NATO, kita berada dalam serangan permanen di dunia maya,” katanya. Dia mengklaim aliansi tersebut terbukti cukup baik untuk melindungi dirinya sendiri sejauh ini.
Penilaian NATO itu muncul dalam laporan empat tahunannya. Dalam laporan tersebut, kebangkitan militer dua negara rival AS itu dapat memicu perlombaan senjata ala Perang Dingin.
Laporan itu mengidentifikasi 20 tren global yang cenderung mempengaruhi aliansi sampai tahun 2035, mulai dari kecerdasan buatan (artificial intelligence), pengembangan teknologi, perubahan iklim dan ketidaksetaraan yang meningkat.
Komandan Tertinggi Transformasi NATO, Jenderal Denis Mercier, mengatakan kepada Reuters bahwa laporan tersebut menunjukkan risiko perang antarnegara yang lebih tinggi daripada laporan yang diterbitkan tahun 2013.
”Kami melihat peningkatan yang cukup besar dalam risiko konflik antarnegara di bagian utama,” kata Mercier dalam sebuah wawancara di sela-sela Konferensi Keamanan Berlin.
”Dengan kesadaran global lebih penting daripada sebelumnya, kita harus siap menghadapi skenario apapun,” kata Mercier, yang dilansir Rabu (29/11/2017).
Masih menurut laporan empat tahunan NATO, pembelanjaan pertahanan mulai meningkat setelah aneksasi Rusia atas wilayah Crimea dari Ukraina pada tahun 2014. Aliansi itu meyakini, kenaikan belanja pertahanan akan terus meningkat sampai tahun 2045.
“Kenaikan tersebut dapat menciptakan dilema keamanan dan memulai perlombaan senjata, seperti yang terjadi selama Perang Dingin,” ujar Mercier.
Mercier mengatakan, NATO sudah bekerja untuk memperluas kemampuannya dalam domain siber. ”Di NATO, kita berada dalam serangan permanen di dunia maya,” katanya. Dia mengklaim aliansi tersebut terbukti cukup baik untuk melindungi dirinya sendiri sejauh ini.
(mas)