PBB: Wanita Korut Kerap Alami Kekerasan Seksual
A
A
A
JENEWA - Sebuah laporan yang disampaikan dalam panel HAM PBB menunjukan bahwa mayoritas wanita Korea Utara (Korut) kehilangan pendidikan dan kesempatan kerja. Wanita Korut juga sering mengalami kekerasan di rumah dan mendapat kekerasan seksual di tempat kerja.
Laporan yang dirilis oleh Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan Amerika Serikat (AS) itu menyuarakan keprihatinan atas pemerkosaan atau penganiayaan terhadap perempuan yang berada dalam tahanan, terutama mereka yang tertangkap saat mencoba keluar dari Korut.
"Wanita Korut kurang terwakili atau kurang beruntung dalam pendidikan tersier, badan peradilan, keamanan, dan kepolisian serta posisi kepemimpinan, serta manajerial di semua area kerja non-tradisional," bunyi laporan yang dibacakan di panel HAM PBB di Jenewa itu.
"Kekerasan dalam rumah tangga lazim terjadi, dan ada kesadaran yang sangat terbatas mengenai masalah ini, serta kurangnya layanan hukum, dukungan psiko-sosial dan tempat penampungan yang tersedia bagi korban," sambungnya seperti dilansir Reuters pada Senin (20/11).
Dilaporkan juga bahwasanksi ekonomi memiliki dampak yang tidak proporsional terhadap perempuan. "Wanita Korea Utara menderita kekurangan gizi, dengan 28 persen wanita hamil atau menyusui terpengaruh," ungkapnya.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa hukuman untuk pemerkosaan di Korut tidak sepadan dan terkadang pelaku tidak dihukum apapun. Perubahan hukum pada tahun 2012 menurunkan hukuman untuk beberapa bentuk pemerkosaan, termasuk pemerkosaan anak-anak, pemerkosaan oleh atasan kerja dan pemerkosaan berulang-ulang.
"Kode hukum yang direvisi telah menyebabkan pengurangan hukuman karena memaksa seorang wanita berada dalam posisi subordinat untuk melakukan hubungan seksual, dari sebelumnya hukuman empat tahun penjara menjadi tiga tahun," imbuhnya.
Laporan yang dirilis oleh Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan Amerika Serikat (AS) itu menyuarakan keprihatinan atas pemerkosaan atau penganiayaan terhadap perempuan yang berada dalam tahanan, terutama mereka yang tertangkap saat mencoba keluar dari Korut.
"Wanita Korut kurang terwakili atau kurang beruntung dalam pendidikan tersier, badan peradilan, keamanan, dan kepolisian serta posisi kepemimpinan, serta manajerial di semua area kerja non-tradisional," bunyi laporan yang dibacakan di panel HAM PBB di Jenewa itu.
"Kekerasan dalam rumah tangga lazim terjadi, dan ada kesadaran yang sangat terbatas mengenai masalah ini, serta kurangnya layanan hukum, dukungan psiko-sosial dan tempat penampungan yang tersedia bagi korban," sambungnya seperti dilansir Reuters pada Senin (20/11).
Dilaporkan juga bahwasanksi ekonomi memiliki dampak yang tidak proporsional terhadap perempuan. "Wanita Korea Utara menderita kekurangan gizi, dengan 28 persen wanita hamil atau menyusui terpengaruh," ungkapnya.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa hukuman untuk pemerkosaan di Korut tidak sepadan dan terkadang pelaku tidak dihukum apapun. Perubahan hukum pada tahun 2012 menurunkan hukuman untuk beberapa bentuk pemerkosaan, termasuk pemerkosaan anak-anak, pemerkosaan oleh atasan kerja dan pemerkosaan berulang-ulang.
"Kode hukum yang direvisi telah menyebabkan pengurangan hukuman karena memaksa seorang wanita berada dalam posisi subordinat untuk melakukan hubungan seksual, dari sebelumnya hukuman empat tahun penjara menjadi tiga tahun," imbuhnya.
(esn)