Korsel Sebut Program ICBM Korut Temui Hambatan Serius
A
A
A
SEOUL - Badan intelijen Korea Selatan (Korsel) melaporkan bahwa program rudal balistik antarbenua (ICBM) Korea Utara (Korut) telah mendapat pukulan. Pasalnya, mereka kesulitan untuk mengembangkan teknologi masuk kembali atmosfir yang dapat diandalkan untuk memungkinkan rudal mereka kembali dari orbit Bumi.
Laporan tersebut berasal dari National Intelligence Service (NIS), yang melakukan pertemuan tertutup dengan Komite Intelijen Nasional Parlemen Korsel pada hari Kamis lalu. Menurut sumber anonim parlemen, NIS mengklaim bahwa Korut tidak akan memiliki ICBM fungsional sampai mereka dapat mengatasi rintangan ini.
"NIS mengatakan bahwa Korea Utara baru-baru ini melakukan beberapa uji coba rudal, namun masih belum pada tahap di mana ia dapat menyelesaikan pengembangan ICBM-nya," kata sumber anonim itu seperti disitir Sputnik dari Yonhap, Sabtu (18/11/2017).
Korut belum meluncurkan rudal sejak September, namun pada bulan Juli 2017 mereka melakukan dua tes ICBM profil tinggi Hwasong-14. Kedua tes tersebut berjalan sukses, dengan tes terakhir menunjukkan bahwa Hwasong-14 berpotensi menyerang bagian mana pun di Amerika Serikat (AS).
Tapi sampai sejauh ini, Hwasong-14 membutuhkan wahana untuk masuk kembali ke atmosfir yang efektif. Rudal yang diuji kedua berhasil masuk ke ruang angkasa dengan baik, namun wahana masuk kembalinya pecah saat mencoba balik ke Bumi.
Kekurangan menjadi kesalahan dalam teknik Korut dan lebih banyak bukti betapa sulitnya wahana masuk kembali untuk dibangun: mereka harus dapat melindungi hulu ledak dari suhu 7.000 derajat Celsius dan kecepatannya mencapai Mach 24 (sekitar 18.500 mph).
Tidak hanya wahana masuk kembali yang cukup membutuhkan banyak pengetahuan teknis untuk dibangun, kata NIS, mereka juga membutuhkan berbagai komponen khusus dan mahal. Tindakan ketat sanksi internasional yang dikenakan terhadap Korut oleh AS, PBB, Uni Eropa, dan lainnya telah memperlambat pembangunan wahana masuk kembali oleh Korut.
NIS juga mengatakan bahwa tekanan militer AS, seperti pengerahan kapal induk ke Semenanjung Korea dan benturan wilayah udara Korut dengan pembom strategis, merupakan kontributor utama keragu-raguan Pyongyang untuk menguji rudal lain.
Faktor lain yang tidak biasa, menurut Pusat Kajian Strategis dan Internasional, adalah bahwa Korut biasanya menahan diri untuk tidak menguji rudal pada kuartal terakhir tahun kalender. Tidak ada yang benar-benar yakin mengapa hal ini terjadi; itu mungkin kebetulan saja.
Tapi NIS bersikeras mereka akan meluncurkan rudal lagi. Itu hanya masalah waktu saja.
Sebuah ICBM fungsional dipandang sangat penting bagi Korut, karena saat ini mereka memiliki pengaruh yang sangat lemah terhadap AS secara langsung. Mereka hanya dapat mengancam sekutu AS seperti Korsel dan Jepang. ICBM akan memberi mereka pengaruh atas daratan AS, yang berpotensi memicu perselisihan antara kepentingan keamanan Korsel dan AS.
Laporan tersebut berasal dari National Intelligence Service (NIS), yang melakukan pertemuan tertutup dengan Komite Intelijen Nasional Parlemen Korsel pada hari Kamis lalu. Menurut sumber anonim parlemen, NIS mengklaim bahwa Korut tidak akan memiliki ICBM fungsional sampai mereka dapat mengatasi rintangan ini.
"NIS mengatakan bahwa Korea Utara baru-baru ini melakukan beberapa uji coba rudal, namun masih belum pada tahap di mana ia dapat menyelesaikan pengembangan ICBM-nya," kata sumber anonim itu seperti disitir Sputnik dari Yonhap, Sabtu (18/11/2017).
Korut belum meluncurkan rudal sejak September, namun pada bulan Juli 2017 mereka melakukan dua tes ICBM profil tinggi Hwasong-14. Kedua tes tersebut berjalan sukses, dengan tes terakhir menunjukkan bahwa Hwasong-14 berpotensi menyerang bagian mana pun di Amerika Serikat (AS).
Tapi sampai sejauh ini, Hwasong-14 membutuhkan wahana untuk masuk kembali ke atmosfir yang efektif. Rudal yang diuji kedua berhasil masuk ke ruang angkasa dengan baik, namun wahana masuk kembalinya pecah saat mencoba balik ke Bumi.
Kekurangan menjadi kesalahan dalam teknik Korut dan lebih banyak bukti betapa sulitnya wahana masuk kembali untuk dibangun: mereka harus dapat melindungi hulu ledak dari suhu 7.000 derajat Celsius dan kecepatannya mencapai Mach 24 (sekitar 18.500 mph).
Tidak hanya wahana masuk kembali yang cukup membutuhkan banyak pengetahuan teknis untuk dibangun, kata NIS, mereka juga membutuhkan berbagai komponen khusus dan mahal. Tindakan ketat sanksi internasional yang dikenakan terhadap Korut oleh AS, PBB, Uni Eropa, dan lainnya telah memperlambat pembangunan wahana masuk kembali oleh Korut.
NIS juga mengatakan bahwa tekanan militer AS, seperti pengerahan kapal induk ke Semenanjung Korea dan benturan wilayah udara Korut dengan pembom strategis, merupakan kontributor utama keragu-raguan Pyongyang untuk menguji rudal lain.
Faktor lain yang tidak biasa, menurut Pusat Kajian Strategis dan Internasional, adalah bahwa Korut biasanya menahan diri untuk tidak menguji rudal pada kuartal terakhir tahun kalender. Tidak ada yang benar-benar yakin mengapa hal ini terjadi; itu mungkin kebetulan saja.
Tapi NIS bersikeras mereka akan meluncurkan rudal lagi. Itu hanya masalah waktu saja.
Sebuah ICBM fungsional dipandang sangat penting bagi Korut, karena saat ini mereka memiliki pengaruh yang sangat lemah terhadap AS secara langsung. Mereka hanya dapat mengancam sekutu AS seperti Korsel dan Jepang. ICBM akan memberi mereka pengaruh atas daratan AS, yang berpotensi memicu perselisihan antara kepentingan keamanan Korsel dan AS.
(ian)