Tagami, Perempuan Penggugat Chicago karena Dilarang Telanjang Dada
A
A
A
CHICAGO - Sanoko Tagami, sosok perempuan yang menggugat pemerintah daerah Chicago, karena dilarang telanjang dada di tempat umum telah membuat suara para hakim Pengadilan Banding Amerika Serikat (AS) terbelah. Namun, pada akhirnya gugatannya tetap ditolak.
Dengan suara 2-1, Pengadilan Banding AS untuk Sirkuit ke-7 di Chicago pada Rabu malam menolak permohonan banding terkait gugatan Tagami yang dinyatakan kalah di pengadilan yang lebih rendah sebelumnya. Dia awalnya dihukum denda karena memperlihatkan payudaranya pada demonstrasi “Go Topless Day”.
Tagami, pendukung "GoTopless Inc", kelompok advokasi nirlaba untuk hak wanita bertelanjang dada di depan umum, menuntut pemerintah Chicago setelah dia dihukum membayar denda USD100. Dia juga dikenai denda tambahan USD40 karena demonstrasi pada 24 Agustus 2014 di mana dia berjalan dengan tubuh dan bagian dada dicat.
Tagami mengatakan pemerintah Chicago melanggar hak kebebasan berpendapat dirinya yang dijamin konstitusi. Menurutnya, pemerintah juga melanggar hak perlindungan yang sama dengan membiarkan pria dibebaskan telanjang dada, sedangkan perempuan dilarang.
Hakim Pengadilan Banding Diane Sykes yang menolak gugatan tersebut mengatakan bahwa pemerintah Chicago memiliki kepentingan penting dalam mempromosikan norma moral dan ketertiban umum.”Dan membatasi pemaparan bagian tubuh intim, sensitif, dan pribadi,” katanya dalam sebuah pernyataan untuk publik.
”Daftar bagian tubuh intim lebih panjang untuk wanita daripada pria, tapi itu sepenuhnya disebabkan oleh perbedaan fisiologis dasar antara jenis kelamin,” lanjut Sykes. Hakim lain yang ikut menolak gugatan itu adalah Frank Easterbrook.
Sementara itu, Ilana Rovner, hakim yang pro-Tagami, menyalahkan keputusan mayoritas hakim pengadilan. Menurutnya, ketelanjangan Tagami adalah individual, bukan protes politik.
”Tagami tidak berjemur topless, (tidak) berayun topless di tiang lampu untuk mendapatkan uang, (tidak) meluncur melintasi lapangan sepak bola untuk muncul di televisi, atau bahkan (bukan untuk aksi) menyusui bayinya,” tulis Rovner.
”Tingkah lakunya hanya punya satu tujuan, untuk melakukan demonstrasi yang menantang peraturan kota tentang pemaparan yang tidak senonoh,” ujar Rovner.
Menurut Rovner, Tagami pantas mendapat dukungan di pengadilan, dan hakim pengadilan yang lebih rendah seharusnya tidak menggugurkan gugatannya.
”Apakah saya menikmati prospek, melihat wanita bertelanjang dada di depan umum?,” tulis Rovner. ”Sebagai warga negara, saya tentu saja tidak (saya akan memberikan jawaban yang sama sehubungan dengan pria bertelanjang dada).”
”Tapi saya berbicara di sini secara ketat sebagai hakim, dengan tanggung jawab untuk memberi Tagami hak konstitusionalnya,” lanjut Rovner, seperti dikutip Reuters, Jumat (10/11/2017).
Pengacara Tagami, Joel Flaxman, dalam sebuah wawancara mengatakan bahwa kliennya kecewa dan meninjau ulang opsi hukumnya. ”Mayoritas melangkah terlalu jauh dalam menerima pembenaran kota untuk mempromosikan norma-norma moral tradisional dan ketertiban umum,” katanya.
Bill McCaffrey, juru bicara departemen hukum Chicago, menyambut baik keputusan pengadilan banding. ”Undang-undang ini memiliki sejarah panjang, dan ini juga sangat umum,” katanya.
Dengan suara 2-1, Pengadilan Banding AS untuk Sirkuit ke-7 di Chicago pada Rabu malam menolak permohonan banding terkait gugatan Tagami yang dinyatakan kalah di pengadilan yang lebih rendah sebelumnya. Dia awalnya dihukum denda karena memperlihatkan payudaranya pada demonstrasi “Go Topless Day”.
Tagami, pendukung "GoTopless Inc", kelompok advokasi nirlaba untuk hak wanita bertelanjang dada di depan umum, menuntut pemerintah Chicago setelah dia dihukum membayar denda USD100. Dia juga dikenai denda tambahan USD40 karena demonstrasi pada 24 Agustus 2014 di mana dia berjalan dengan tubuh dan bagian dada dicat.
Tagami mengatakan pemerintah Chicago melanggar hak kebebasan berpendapat dirinya yang dijamin konstitusi. Menurutnya, pemerintah juga melanggar hak perlindungan yang sama dengan membiarkan pria dibebaskan telanjang dada, sedangkan perempuan dilarang.
Hakim Pengadilan Banding Diane Sykes yang menolak gugatan tersebut mengatakan bahwa pemerintah Chicago memiliki kepentingan penting dalam mempromosikan norma moral dan ketertiban umum.”Dan membatasi pemaparan bagian tubuh intim, sensitif, dan pribadi,” katanya dalam sebuah pernyataan untuk publik.
”Daftar bagian tubuh intim lebih panjang untuk wanita daripada pria, tapi itu sepenuhnya disebabkan oleh perbedaan fisiologis dasar antara jenis kelamin,” lanjut Sykes. Hakim lain yang ikut menolak gugatan itu adalah Frank Easterbrook.
Sementara itu, Ilana Rovner, hakim yang pro-Tagami, menyalahkan keputusan mayoritas hakim pengadilan. Menurutnya, ketelanjangan Tagami adalah individual, bukan protes politik.
”Tagami tidak berjemur topless, (tidak) berayun topless di tiang lampu untuk mendapatkan uang, (tidak) meluncur melintasi lapangan sepak bola untuk muncul di televisi, atau bahkan (bukan untuk aksi) menyusui bayinya,” tulis Rovner.
”Tingkah lakunya hanya punya satu tujuan, untuk melakukan demonstrasi yang menantang peraturan kota tentang pemaparan yang tidak senonoh,” ujar Rovner.
Menurut Rovner, Tagami pantas mendapat dukungan di pengadilan, dan hakim pengadilan yang lebih rendah seharusnya tidak menggugurkan gugatannya.
”Apakah saya menikmati prospek, melihat wanita bertelanjang dada di depan umum?,” tulis Rovner. ”Sebagai warga negara, saya tentu saja tidak (saya akan memberikan jawaban yang sama sehubungan dengan pria bertelanjang dada).”
”Tapi saya berbicara di sini secara ketat sebagai hakim, dengan tanggung jawab untuk memberi Tagami hak konstitusionalnya,” lanjut Rovner, seperti dikutip Reuters, Jumat (10/11/2017).
Pengacara Tagami, Joel Flaxman, dalam sebuah wawancara mengatakan bahwa kliennya kecewa dan meninjau ulang opsi hukumnya. ”Mayoritas melangkah terlalu jauh dalam menerima pembenaran kota untuk mempromosikan norma-norma moral tradisional dan ketertiban umum,” katanya.
Bill McCaffrey, juru bicara departemen hukum Chicago, menyambut baik keputusan pengadilan banding. ”Undang-undang ini memiliki sejarah panjang, dan ini juga sangat umum,” katanya.
(mas)