Trump Ingin Kirim Pelaku Teror New York ke Guantanamo
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mempertimbangkan untuk mengirim pelaku teror New York ke Teluk Guantanamo. Sedikitnya delapan orang tewas dan belasan orang terluka setelah ditrabak sebuah truk sewaan di New York.
"Kirimkan dia ke Gitmo - saya pasti akan mempertimbangkannya, ya," kata Trump jelang pertemuan kabinet di Gedung Putih seperti dikutip dari NBC News, Kamis (2/11/2017).
Ditanya apakah keluarga penyerang tersebut juga bisa menjadi ancaman bagi AS, Trump mengatakan bahwa dia berpikir begitu.
"Dia melakukannya," kata Presiden merujuk pada Sayfullo Saipov, imigran Uzbek yang dicurigai melakukan apa yang dikatakan oleh penegak hukum sebagai serangan teroris yang diilhami oleh ISIS.
Sebagai komandan tertinggi, Trump dapat mengklasifikasikan individu sebagai seorang kombatan, memberikan kuasa kepada AS untuk menahan orang tersebut tanpa pengadilan dan tanpa hak-hak warga sipil, seperti hak pengacara. Serikat Kebebasan Sipil Amerika mengatakan lebih dari separuh tahanan di Teluk Guantánamo ditahan tanpa tuduhan atau pengadilan.
Trump juga berpendapat bahwa sistem peradilan AS memakan waktu terlalu lama.
"Kami juga harus menghadapi hukuman yang jauh lebih cepat daripada hukuman yang didapat hewan-hewan ini sekarang," kata Trump.
"Kita membutuhkan keadilan yang cepat, dan kita membutuhkan keadilan yang kuat, jauh lebih cepat dan lebih kuat dari yang kita miliki saat ini, karena yang kita miliki saat ini adalah sebuah lelucon, dan ini adalah tertawaan, dan tak heran banyak hal ini terjadi," sambungnya.
Sementara itu, Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengatakan bahwa Trump telah menganggap tersangka sebagai kombatan.
Komentar presiden tersebut muncul tak lama setelah Senator Lindsey Graham berpendapat bahwa Saipov harus diberi label sebagai kombatan. Itu akan memungkinkan tersangka diinterogasi tanpa didampingi pengacara.
"Jika Anda mengangkat senjata melawan Amerika Serikat atas nama Islam radikal, Anda harus diperlakukan sebagai teroris," kata Graham.
"Anda tidak akan pernah meyakinkan saya bahwa cara terbaik untuk mengumpulkan intelijen dalam perang ini membacakan mereka hak Miranda mereka," sambungnya.
Meski begitu, Graham menyatakan bahwa tersangka tidak perlu ditahan di Guantanamo - meskipun dia bisa - dan mungkin saja Saipov kemudian dapat direklasifikasi sebagai warga sipil.
"Gagasan Amerika bukanlah bagian dari medan perang adalah gila. Katakan kepada orang-orang yang berada di Menara Kembar. Beritahu itu kepada orang-orang di Pentagon," kata Graham dalam sebuah referensi mengenai serangan teroris 11 September 2001.
"Konstitusi bukan pakta bunuh diri. Kami memiliki peraturan hukum yang mencakup situasi seperti ini. Ini disebut Hukum Perang," tegasnya.
"Kirimkan dia ke Gitmo - saya pasti akan mempertimbangkannya, ya," kata Trump jelang pertemuan kabinet di Gedung Putih seperti dikutip dari NBC News, Kamis (2/11/2017).
Ditanya apakah keluarga penyerang tersebut juga bisa menjadi ancaman bagi AS, Trump mengatakan bahwa dia berpikir begitu.
"Dia melakukannya," kata Presiden merujuk pada Sayfullo Saipov, imigran Uzbek yang dicurigai melakukan apa yang dikatakan oleh penegak hukum sebagai serangan teroris yang diilhami oleh ISIS.
Sebagai komandan tertinggi, Trump dapat mengklasifikasikan individu sebagai seorang kombatan, memberikan kuasa kepada AS untuk menahan orang tersebut tanpa pengadilan dan tanpa hak-hak warga sipil, seperti hak pengacara. Serikat Kebebasan Sipil Amerika mengatakan lebih dari separuh tahanan di Teluk Guantánamo ditahan tanpa tuduhan atau pengadilan.
Trump juga berpendapat bahwa sistem peradilan AS memakan waktu terlalu lama.
"Kami juga harus menghadapi hukuman yang jauh lebih cepat daripada hukuman yang didapat hewan-hewan ini sekarang," kata Trump.
"Kita membutuhkan keadilan yang cepat, dan kita membutuhkan keadilan yang kuat, jauh lebih cepat dan lebih kuat dari yang kita miliki saat ini, karena yang kita miliki saat ini adalah sebuah lelucon, dan ini adalah tertawaan, dan tak heran banyak hal ini terjadi," sambungnya.
Sementara itu, Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengatakan bahwa Trump telah menganggap tersangka sebagai kombatan.
Komentar presiden tersebut muncul tak lama setelah Senator Lindsey Graham berpendapat bahwa Saipov harus diberi label sebagai kombatan. Itu akan memungkinkan tersangka diinterogasi tanpa didampingi pengacara.
"Jika Anda mengangkat senjata melawan Amerika Serikat atas nama Islam radikal, Anda harus diperlakukan sebagai teroris," kata Graham.
"Anda tidak akan pernah meyakinkan saya bahwa cara terbaik untuk mengumpulkan intelijen dalam perang ini membacakan mereka hak Miranda mereka," sambungnya.
Meski begitu, Graham menyatakan bahwa tersangka tidak perlu ditahan di Guantanamo - meskipun dia bisa - dan mungkin saja Saipov kemudian dapat direklasifikasi sebagai warga sipil.
"Gagasan Amerika bukanlah bagian dari medan perang adalah gila. Katakan kepada orang-orang yang berada di Menara Kembar. Beritahu itu kepada orang-orang di Pentagon," kata Graham dalam sebuah referensi mengenai serangan teroris 11 September 2001.
"Konstitusi bukan pakta bunuh diri. Kami memiliki peraturan hukum yang mencakup situasi seperti ini. Ini disebut Hukum Perang," tegasnya.
(ian)