PBB Masukkan Koalisi Arab Saudi dalam Daftar Hitam
A
A
A
NEW YORK - Sekretaris Jenderal PBB dalam laporan tahunan untuk Anak-anak dan Konflik Bersenjata, PBB menempatkan koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi pada daftar hitam. Koalisi Arab Saudi dituduh terlibat dalam kematian dan luka yang diderita hampir 700 anak-anak di Yaman.
Koalisi Arab Saudi telah membunuh dan melukai 683 anak di Yaman dan menyerang puluhan sekolah serta rumah sakit pada 2016 lalu, meski koalisi mengklaim telah mengambil tindakan untuk memperbaiki perlindungan anak.
Daftar hitam yang dilampirkan pada laporan tahunan PBB tentang anak-anak dalam konflik bersenjata juga memasukkan kelompok pemberontak Houthi yang bermarkas di Iran, pasukan pemerintah Yaman, milisi pro-pemerintah dan Al-Qaeda di Semenanjung Arab karena melakukan pelanggaran terhadap anak-anak pada tahun 2016.
Laporan PBB mengatakan bahwa pasukan Houthi dan afiliasinya membunuh dan melukai 414 anak di tahun 2016.
Laporan dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres diajukan ke Dewan Keamanan pada hari Kamis kemarin.
"Tindakan koalisi pimpinan-Saudi secara obyektif membawa ke daftar hitam karena membunuh dan melukai 683 anak-anak dan 38 serangan di sekolah dan rumah sakit tahun lalu," kata laporan tersebut, menambahkan bahwa semua insiden telah diverifikasi oleh PBB seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (7/10/2017).
Koalisi tersebut telah ditambahkan secara singkat ke daftar hitam pada tahun 2016 dan kemudian dihapus pada saat itu oleh PBB. Sekjen PBB kali itu, Ban Ki-moon, menunggu review. Pada saat itu, Ban menuduh Arab Saudi memberikan tekanan yang tidak semestinya tidak dapat diterima. Sebuah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Riyadh mengancam untuk memotong sebagian dana PBB. Arab Saudi menolak larangan Ban.
Dalam upaya meredam kontroversi seputar laporan tersebut, daftar hitam tahun ini terbagi menjadi dua kategori. Satu daftar pihak yang telah menerapkan langkah-langkah untuk melindungi anak-anak, yang mencakup koalisi militer yang dipimpin oleh Saudi. Satu daftar yang lainnya termasuk pihak-pihak yang tidak memilikinya.
Laporan tersebut, yang dibuat oleh utusan PBB Children and Armed Conflict Virginia Gamba dan dikeluarkan dengan nama Guterres, tidak tunduk pada tindakan PBB tapi malah mempermalukan pihak-pihak yang berkonflik dengan harapan mendorong mereka untuk menerapkan tindakan untuk melindungi anak-anak.
Guterres berbicara dengan Raja Saudi Salman melalui telepon pada hari Rabu. "Mereka memiliki diskusi yang sangat positif mengenai isu-isu yang menjadi kepentingan bersama, termasuk situasi di Timur Tengah dan sekitarnya," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
Yaman telah hancur oleh perang sipil selama lebih dari dua tahun di mana pemerintahan Presiden Abdurrahabi Haidar, yang didukung oleh koalisi pimpinan Saudi, berjuang untuk mengusir Houthi dari kota-kota yang mereka rebut pada tahun 2014 dan 2015.
Lebih dari 10.000 orang terbunuh dan konflik tersebut telah menghancurkan ekonomi dan mendorong jutaan orang ke ambang kelaparan. Bagian Houthi menguasai sebagian besar Yaman utara, termasuk ibu kota, Sanaa.
Pemantau sanksi PBB yang melaporkan ke Dewan Keamanan pada bulan Januari bahwa koalisi pimpinan Saudi telah melakukan serangan di Yaman dapat menyebabkan kejahatan perang. Namun Riyadh membantah tuduhan tersebut.
Pemantau sanksi PBB mengatakan koalisi tersebut terdiri dari Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Mesir, Yordania, Maroko dan Sudan.
Koalisi tersebut telah menerima dukungan terbatas dari AS, termasuk dalam bidang logistik. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab adalah penerima utama senjata AS. Arab Saudi juga merupakan pelanggan utama perusahaan pertahanan Inggris.
Laporan tahunan anak-anak dan konflik bersenjata dihasilkan atas permintaan Dewan Keamanan PBB. Pada tahun 2015 PBB meninggalkan Israel dan kelompok militan Palestina Hamas dari daftar hitam, setelah mereka dimasukkan dalam draf sebelumnya, namun mengkritik Israel mengenai operasi militer 2014-nya.
Koalisi Arab Saudi telah membunuh dan melukai 683 anak di Yaman dan menyerang puluhan sekolah serta rumah sakit pada 2016 lalu, meski koalisi mengklaim telah mengambil tindakan untuk memperbaiki perlindungan anak.
Daftar hitam yang dilampirkan pada laporan tahunan PBB tentang anak-anak dalam konflik bersenjata juga memasukkan kelompok pemberontak Houthi yang bermarkas di Iran, pasukan pemerintah Yaman, milisi pro-pemerintah dan Al-Qaeda di Semenanjung Arab karena melakukan pelanggaran terhadap anak-anak pada tahun 2016.
Laporan PBB mengatakan bahwa pasukan Houthi dan afiliasinya membunuh dan melukai 414 anak di tahun 2016.
Laporan dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres diajukan ke Dewan Keamanan pada hari Kamis kemarin.
"Tindakan koalisi pimpinan-Saudi secara obyektif membawa ke daftar hitam karena membunuh dan melukai 683 anak-anak dan 38 serangan di sekolah dan rumah sakit tahun lalu," kata laporan tersebut, menambahkan bahwa semua insiden telah diverifikasi oleh PBB seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (7/10/2017).
Koalisi tersebut telah ditambahkan secara singkat ke daftar hitam pada tahun 2016 dan kemudian dihapus pada saat itu oleh PBB. Sekjen PBB kali itu, Ban Ki-moon, menunggu review. Pada saat itu, Ban menuduh Arab Saudi memberikan tekanan yang tidak semestinya tidak dapat diterima. Sebuah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Riyadh mengancam untuk memotong sebagian dana PBB. Arab Saudi menolak larangan Ban.
Dalam upaya meredam kontroversi seputar laporan tersebut, daftar hitam tahun ini terbagi menjadi dua kategori. Satu daftar pihak yang telah menerapkan langkah-langkah untuk melindungi anak-anak, yang mencakup koalisi militer yang dipimpin oleh Saudi. Satu daftar yang lainnya termasuk pihak-pihak yang tidak memilikinya.
Laporan tersebut, yang dibuat oleh utusan PBB Children and Armed Conflict Virginia Gamba dan dikeluarkan dengan nama Guterres, tidak tunduk pada tindakan PBB tapi malah mempermalukan pihak-pihak yang berkonflik dengan harapan mendorong mereka untuk menerapkan tindakan untuk melindungi anak-anak.
Guterres berbicara dengan Raja Saudi Salman melalui telepon pada hari Rabu. "Mereka memiliki diskusi yang sangat positif mengenai isu-isu yang menjadi kepentingan bersama, termasuk situasi di Timur Tengah dan sekitarnya," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
Yaman telah hancur oleh perang sipil selama lebih dari dua tahun di mana pemerintahan Presiden Abdurrahabi Haidar, yang didukung oleh koalisi pimpinan Saudi, berjuang untuk mengusir Houthi dari kota-kota yang mereka rebut pada tahun 2014 dan 2015.
Lebih dari 10.000 orang terbunuh dan konflik tersebut telah menghancurkan ekonomi dan mendorong jutaan orang ke ambang kelaparan. Bagian Houthi menguasai sebagian besar Yaman utara, termasuk ibu kota, Sanaa.
Pemantau sanksi PBB yang melaporkan ke Dewan Keamanan pada bulan Januari bahwa koalisi pimpinan Saudi telah melakukan serangan di Yaman dapat menyebabkan kejahatan perang. Namun Riyadh membantah tuduhan tersebut.
Pemantau sanksi PBB mengatakan koalisi tersebut terdiri dari Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Mesir, Yordania, Maroko dan Sudan.
Koalisi tersebut telah menerima dukungan terbatas dari AS, termasuk dalam bidang logistik. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab adalah penerima utama senjata AS. Arab Saudi juga merupakan pelanggan utama perusahaan pertahanan Inggris.
Laporan tahunan anak-anak dan konflik bersenjata dihasilkan atas permintaan Dewan Keamanan PBB. Pada tahun 2015 PBB meninggalkan Israel dan kelompok militan Palestina Hamas dari daftar hitam, setelah mereka dimasukkan dalam draf sebelumnya, namun mengkritik Israel mengenai operasi militer 2014-nya.
(ian)