PBB Khawatirkan Keselamatan Pengungsi Rohingya di Sri Lanka

Kamis, 28 September 2017 - 02:03 WIB
PBB Khawatirkan Keselamatan...
PBB Khawatirkan Keselamatan Pengungsi Rohingya di Sri Lanka
A A A
KOLOMBO - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meningkatkan kekhawatiran akan keamanan pencari suaka Muslim Rohingya di Sri Lanka. Pasalnya, biksu Budha dan nasionalis garis keras Sri Lanka memaksa mereka untuk meninggalkan tempat penampungan PBB di Ibu Kota Kolombo.

Para pengungsi tersebut berada di sebuah kamp di Sri Lanka selatan untuk menjamin keamanan mereka setelah kejadian di ibukota. Para pengungsi tersebut ditahan pada bulan April lalu bersama dengan dua tersangka pedagang manusia India di sebuah kapal di lepas pantai Sri Lanka

Dalam insiden Selasa, para biksu dan nasionalis Sri Lanka melempari rumah tersebut, mendorong 31 penghuni Rohingya - terutama wanita dan anak-anak - untuk melarikan diri demi keselamatan mereka sendiri, kata saksi mata. Tidak ada korban yang dilaporkan.

Dalam sebuah pernyataan, Komisaris Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) mengatakan bahwa insiden tersebut mengkhawatirkan. PBB mengatakan bahwa para pengungsi telah menjadi korban kekerasan dan penganiayaan di Myanmar, di mana sekitar 422 ribu orang Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh di dekatnya selama bulan lalu.

"UNHCR menekankan bahwa para pengungsi membutuhkan perlindungan dan bantuan internasional. UNHCR mendesak publik dan semua pihak yang berkepentingan dengan pengungsi untuk terus memperluas perlindungan dan menunjukkan empati bagi warga sipil yang melarikan diri dari penganiayaan dan kekerasan," bunyi pernyataan UNHCR seperti dikutip dari Reuters, Kamis (28/9/2017).

Dikatakan bahwa Rohingya telah tinggal di Sri Lanka yang beragama Buddha dengan persetujuan pemerintah Kolombo dan UNHCR memberikan bantuan sampai solusi jangka panjang dapat ditemukan.

Pemerintahan Presiden Maithripala Sirisena mengutuk serangan terhadap para pengungsi itu sebagai tindakan "memalukan" dan mendesak polisi untuk memburu para pelaku.

Saksi mata mengatakan bahwa para biarawan tersebut menyerbu rumah aman tersebut, "Rohingya adalah teroris" dan menuduh mereka telah membunuh biksu Buddha di Myanmar.

"Kelompok Rohingya melarikan diri dari Myanmar pada tahun 2012 dan tinggal di India sebagai pengungsi selama hampir lima tahun sebelum mencoba untuk bermigrasi secara tidak sah ke Sri Lanka," kata seorang pengacara yang mewakili mereka kepada Reuters.

Ketegangan antara umat Buddha mayoritas Myanmar dan Rohingya, yang sebagian besar ditolak kewarganegaraannya, telah beberapa kali meledak beberapa kali selama beberapa tahun terakhir karena permusuhan lama, dan nasionalisme Buddhis, muncul menjelang akhir dasawarsa kekuasaan militer yang keras.

Telah terjadi eksodus Rohingya dari negara bagian Rakhine di Myanmar sejak 25 Agustus, ketika serangan militan Rohingya memicu sebuah tindakan keras militer yang dicap sebagai pembersihan etnis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pihak berwenang di Myanmar dan Bangladesh masing-masing melihat minoritas Muslim tanpa kewarganegaraan sebagai masalah bangsa lainnya.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6908 seconds (0.1#10.140)