Bangladesh Akan Bangun 14 Ribu Tempat Penampungan untuk Rohingya
A
A
A
DHAKA - Bangladesh akan membangun 14 ribu tempat penampungan baru untuk menampung ratusan ribu pengungsi Muslim Rohingya. Saat ini, para pengungsi Rohingya berkemah di pinggir jalan, di ladang dan di perbukitan.
Menurut PBB, hampir 400 ribu orang Rohingya tiba di Bangladesh sejak 25 Agustus lalu. Mereka melarikan dari tindakan represif militer Myanmar sebagai balasan atas serangan pemberontak Rohingya.
Baca Juga: Eksodus Etnis Rohingya ke Bangladesh Tembus 400 Ribu Lebih
Pihak berwenang Bangladesh mengatakan bahwa mereka akan membangun sebuah kamp besar di sebuah lahan seluas 800 hektar. Kamp tersebut terletak di Kutupalong di distrik Cox's Bazar, yang berbatasan dengan Myanmar.
"Pemerintah telah memutuskan untuk membangun 14 ribu tempat penampungan untuk sekitar 400 ribu Rohingya," ujar sekretaris manajemen bencana Bangladesh, Shah Kamal, seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (17/9/2017).
"Kami diberi tahu untuk membangun tempat penampungan dalam 10 hari. Setiap tempat penampungan akan menampung enam keluarga pengungsi," katanya, menambahkan bahwa kamp tersebut akan memiliki fasilitas sanitasi, air dan medis yang layak.
"Kami akan mengambil bantuan dari badan-badan PBB," imbuhnya.
Ia juga menjelaskan bahwa badan kesejahteraan sosial pemerintah akan mengurus anak-anak Rohingya yang telah kehilangan orang tua mereka dalam kekerasan atau yang tiba tanpa ditemani di Bangladesh.
Seorang pakar hak asasi lokal menyalahkan pemerintah untuk pengelolaan bantuan yang kacau, mengatakan bahwa perkelahian terjadi setiap kali sebuah truk bantuan tiba.
"Pengungsi masih mengalir, tapi tidak ada upaya untuk membawa disiplin dan ketertiban dalam pengelolaan bantuan. Ada koordinasi yang kurang serius antara pemerintah dan lembaga," ujar Nur Khan Liton.
"Masih banyak orang yang tinggal di pinggir jalan dan di tempat terbuka. Beberapa telah berhasil mendirikan tenda, yang lain hanya tidur di bawah langit terbuka," tukasnya.
Bahaya berikutnya, dia mengingatkan, bisa menjadi wabah kesehatan karena setidaknya satu anak laki-laki Rohingya meninggal karena diare.
"Pihak berwenang harus bergerak cepat sebelum menjadi epidemi," cetusnya.
Pejabat PBB mengakui bahwa mereka terkejut dengan skala eksodus tersebut.
Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB, IOM, mengatakan akan membentuk sebuah kelompok dari semua badan PBB dan kelompok swasta untuk mengkoordinasikan pekerjaan bantuan.
Menurut PBB, hampir 400 ribu orang Rohingya tiba di Bangladesh sejak 25 Agustus lalu. Mereka melarikan dari tindakan represif militer Myanmar sebagai balasan atas serangan pemberontak Rohingya.
Baca Juga: Eksodus Etnis Rohingya ke Bangladesh Tembus 400 Ribu Lebih
Pihak berwenang Bangladesh mengatakan bahwa mereka akan membangun sebuah kamp besar di sebuah lahan seluas 800 hektar. Kamp tersebut terletak di Kutupalong di distrik Cox's Bazar, yang berbatasan dengan Myanmar.
"Pemerintah telah memutuskan untuk membangun 14 ribu tempat penampungan untuk sekitar 400 ribu Rohingya," ujar sekretaris manajemen bencana Bangladesh, Shah Kamal, seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (17/9/2017).
"Kami diberi tahu untuk membangun tempat penampungan dalam 10 hari. Setiap tempat penampungan akan menampung enam keluarga pengungsi," katanya, menambahkan bahwa kamp tersebut akan memiliki fasilitas sanitasi, air dan medis yang layak.
"Kami akan mengambil bantuan dari badan-badan PBB," imbuhnya.
Ia juga menjelaskan bahwa badan kesejahteraan sosial pemerintah akan mengurus anak-anak Rohingya yang telah kehilangan orang tua mereka dalam kekerasan atau yang tiba tanpa ditemani di Bangladesh.
Seorang pakar hak asasi lokal menyalahkan pemerintah untuk pengelolaan bantuan yang kacau, mengatakan bahwa perkelahian terjadi setiap kali sebuah truk bantuan tiba.
"Pengungsi masih mengalir, tapi tidak ada upaya untuk membawa disiplin dan ketertiban dalam pengelolaan bantuan. Ada koordinasi yang kurang serius antara pemerintah dan lembaga," ujar Nur Khan Liton.
"Masih banyak orang yang tinggal di pinggir jalan dan di tempat terbuka. Beberapa telah berhasil mendirikan tenda, yang lain hanya tidur di bawah langit terbuka," tukasnya.
Bahaya berikutnya, dia mengingatkan, bisa menjadi wabah kesehatan karena setidaknya satu anak laki-laki Rohingya meninggal karena diare.
"Pihak berwenang harus bergerak cepat sebelum menjadi epidemi," cetusnya.
Pejabat PBB mengakui bahwa mereka terkejut dengan skala eksodus tersebut.
Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB, IOM, mengatakan akan membentuk sebuah kelompok dari semua badan PBB dan kelompok swasta untuk mengkoordinasikan pekerjaan bantuan.
(ian)