Terancam Korut, AS dan Korsel Sepakat Revisi Perjanjian Rudal
A
A
A
SEOUL - Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in sepakat untuk merevisi sebuah perjanjian gabungan yang membatasi pengembangan peluru kendali (rudal) balistik Seoul. Revisi perjanjian itu dibutuhkan untuk menghadapi ancaman rudal dan nuklir Korea Utara (Korut).
Trump juga memberikan persetujuan konseptual kepada Seoul untuk pembelian perangkat keras militer Washington senilai miliaran dolar AS.
Dalam revisi perjanjian, Korsel ingin meningkatkan muatan rudal guna menjamin penguatan pertahanannya dari ancaman Pyongyang yang sedang mengejar program senjata rudal dan nuklir.
”Kedua pemimpin tersebut menyetujui prinsip revisi pedoman rudal ke tingkat yang diinginkan oleh Korea Selatan, dengan menyatakan bahwa perlu untuk memperkuat kemampuan pertahanan Korea Selatan dalam menanggapi provokasi dan ancaman Korea Utara,” kata pihak Gedung Biru atau Kantor Presiden Korea Selatan, yang dilansir Reuters, Sabtu (2/9/2017).
Korea Utara yang miskin dan Korea Selatan yang kaya secara teknis masih berperang karena konflik 1950-1953 kedua Korea itu berakhir dengan sebuah gencatan senjata, bukan sebuah perjanjian damai. Pyongyang secara teratur terus mengancam akan menghancurkan Korea Selatan dan sekutu utamanya, AS.
Di bawah perjanjian pengembangan rudal yang direvisi tahun 2012 oleh AS dan Korea Selatan, pengembangan rudal balistik Korea Selatan terbatas pada jarak tempuh 800 km (500 mil) dan bermuatan 500 kg (1.100 pon). Kini, Seoul ingin merevisi kesepakatan untuk meningkatkan muatan rudalnya.
Gedung Putih juga mengonfirmasi kesepakatan revisi perjanjian rudal kedua negara. Menurut Gedung Putih, kedua pemimpin berjanji untuk terus menerapkan tekanan diplomatik dan ekonomi yang kuat terhadap Korea Utara dan membuat persiapan yang diperlukan untuk mempertahankan diri dari ancaman rezim Kim Jong-un tersebut.
Gedung Putih tidak merinci detail kesepakatan bilateral kedua negara, terutama soal pelonggaran Seoul membeli perangkat keras militer Pentagon.
“Trump memberikan persetujuan konseptualnya atas pembelian perangkat militer Amerika yang direncanakan oleh Korea Selatan senilai miliaran dolar,” kata pihak Gedung Putih.
Trump juga memberikan persetujuan konseptual kepada Seoul untuk pembelian perangkat keras militer Washington senilai miliaran dolar AS.
Dalam revisi perjanjian, Korsel ingin meningkatkan muatan rudal guna menjamin penguatan pertahanannya dari ancaman Pyongyang yang sedang mengejar program senjata rudal dan nuklir.
”Kedua pemimpin tersebut menyetujui prinsip revisi pedoman rudal ke tingkat yang diinginkan oleh Korea Selatan, dengan menyatakan bahwa perlu untuk memperkuat kemampuan pertahanan Korea Selatan dalam menanggapi provokasi dan ancaman Korea Utara,” kata pihak Gedung Biru atau Kantor Presiden Korea Selatan, yang dilansir Reuters, Sabtu (2/9/2017).
Korea Utara yang miskin dan Korea Selatan yang kaya secara teknis masih berperang karena konflik 1950-1953 kedua Korea itu berakhir dengan sebuah gencatan senjata, bukan sebuah perjanjian damai. Pyongyang secara teratur terus mengancam akan menghancurkan Korea Selatan dan sekutu utamanya, AS.
Di bawah perjanjian pengembangan rudal yang direvisi tahun 2012 oleh AS dan Korea Selatan, pengembangan rudal balistik Korea Selatan terbatas pada jarak tempuh 800 km (500 mil) dan bermuatan 500 kg (1.100 pon). Kini, Seoul ingin merevisi kesepakatan untuk meningkatkan muatan rudalnya.
Gedung Putih juga mengonfirmasi kesepakatan revisi perjanjian rudal kedua negara. Menurut Gedung Putih, kedua pemimpin berjanji untuk terus menerapkan tekanan diplomatik dan ekonomi yang kuat terhadap Korea Utara dan membuat persiapan yang diperlukan untuk mempertahankan diri dari ancaman rezim Kim Jong-un tersebut.
Gedung Putih tidak merinci detail kesepakatan bilateral kedua negara, terutama soal pelonggaran Seoul membeli perangkat keras militer Pentagon.
“Trump memberikan persetujuan konseptualnya atas pembelian perangkat militer Amerika yang direncanakan oleh Korea Selatan senilai miliaran dolar,” kata pihak Gedung Putih.
(mas)