Netanyahu Ancam 'Tendang' Al Jazeera Keluar dari Israel
A
A
A
JERUSALEM - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menuding Al Jazeera sebagai pemicu kerusuhan yang tengah berlangsung di kompleks Masjid al-Aqsa. Ia pun mengancam akan membuat undang-undang yang memungkinkan ia menutup kantor perwakilan jaringan televisi asal Qatar itu.
Dalam sebuah postingan di Facebook, PM Israel menulis bahwa dia telah lama berusaha untuk menutup Al Jazeera. Namun ia tidak dapat melakukannya karena kerangka hukum yang tidak mendukungnya.
"Jaringan Al-Jazeera tidak berhenti menghasut kekerasan di sekitar Bukit Bait Suci. Saya telah mengajukan banding ke beberapa lembaga penegak hukum beberapa kali untuk menutup kantor Al-Jazeera di Yerusalem," kata Netanyahu.
"Jika ini tidak dilakukan karena penafsiran hukum, saya akan berupaya memberlakukan undang-undang yang diperlukan untuk menyingkirkan Al-Jazeera dari Israel," sambungnya seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (27/7/2017).
Ancaman tersebut muncul saat pihak berwenang Israel berusaha memadamkan demonstrasi massa di luar masjid Al-Aqsa melawan tindakan pengamanan baru. Tindakan pengamanan itu dilakukan Israel sebagai tanggapan atas pembunuhan dua polisi di luar kompleks oleh warga Palestina.
Sementara Netanyahu secara terbuka menyuarakan niatnya untuk menutup kantor Al Jazeera, pada Rabu kemarin ada laporan di media Israel bahwa Netanyahu juga menginstruksikan Kementerian Luar Negeri dan pihak berwenang lainnya untuk menyelidiki masalah ini pada awal bulan lalu. Pada saat itu, Menteri Pertahanan Avigdor Liberman mendukung gagasan tersebut. Lieberman menyebut stasiun televisi itu alat propaganda bergaya Soviet atau Nazi Jerman yang bias dan bermusuhan dengan Israel dan bungkam terhadap Iran.
Dengan mengancam Al Jazeera, Netanyahu mengikuti jejak blok negara-negara yang dipimpin Saudi dalam konfliknya yang luas dengan Qatar, yang menuduh Doha mendukung terorisme.
Kantor Al Jazeera ditutup di Arab Saudi dan Yordania dan situs-situsnya diblokir di beberapa negara Arab yang telah bergabung dalam blokade tersebut. Penutupan Al Jazeera pada awalnya termasuk pra-kondisi yang diajukan oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir ke Qatar sebagai bagian dari ultimatum 13 poin.
Kemudian permintaan tersebut dibatalkan dengan menteri luar negeri untuk dewan nasional federal, Noura al-Kaabi, mengatakan bahwa negara-negara tersebut akan puas dengan perombakan saluran secara keseluruhan dan bukan penutupannya.
Dalam sebuah postingan di Facebook, PM Israel menulis bahwa dia telah lama berusaha untuk menutup Al Jazeera. Namun ia tidak dapat melakukannya karena kerangka hukum yang tidak mendukungnya.
"Jaringan Al-Jazeera tidak berhenti menghasut kekerasan di sekitar Bukit Bait Suci. Saya telah mengajukan banding ke beberapa lembaga penegak hukum beberapa kali untuk menutup kantor Al-Jazeera di Yerusalem," kata Netanyahu.
"Jika ini tidak dilakukan karena penafsiran hukum, saya akan berupaya memberlakukan undang-undang yang diperlukan untuk menyingkirkan Al-Jazeera dari Israel," sambungnya seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (27/7/2017).
Ancaman tersebut muncul saat pihak berwenang Israel berusaha memadamkan demonstrasi massa di luar masjid Al-Aqsa melawan tindakan pengamanan baru. Tindakan pengamanan itu dilakukan Israel sebagai tanggapan atas pembunuhan dua polisi di luar kompleks oleh warga Palestina.
Sementara Netanyahu secara terbuka menyuarakan niatnya untuk menutup kantor Al Jazeera, pada Rabu kemarin ada laporan di media Israel bahwa Netanyahu juga menginstruksikan Kementerian Luar Negeri dan pihak berwenang lainnya untuk menyelidiki masalah ini pada awal bulan lalu. Pada saat itu, Menteri Pertahanan Avigdor Liberman mendukung gagasan tersebut. Lieberman menyebut stasiun televisi itu alat propaganda bergaya Soviet atau Nazi Jerman yang bias dan bermusuhan dengan Israel dan bungkam terhadap Iran.
Dengan mengancam Al Jazeera, Netanyahu mengikuti jejak blok negara-negara yang dipimpin Saudi dalam konfliknya yang luas dengan Qatar, yang menuduh Doha mendukung terorisme.
Kantor Al Jazeera ditutup di Arab Saudi dan Yordania dan situs-situsnya diblokir di beberapa negara Arab yang telah bergabung dalam blokade tersebut. Penutupan Al Jazeera pada awalnya termasuk pra-kondisi yang diajukan oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir ke Qatar sebagai bagian dari ultimatum 13 poin.
Kemudian permintaan tersebut dibatalkan dengan menteri luar negeri untuk dewan nasional federal, Noura al-Kaabi, mengatakan bahwa negara-negara tersebut akan puas dengan perombakan saluran secara keseluruhan dan bukan penutupannya.
(ian)