Beri Waktu 45 Hari, Kuwait Usir Dubes Iran
A
A
A
TEHERAN - Kantor berita Iran, ISNA melaporkan, Kuwait telah memerintahkan duta besar Iran untuk meninggalkan negara tersebut dalam waktu 45 hari. Hal itu terjadi di tengah ketegangan diplomatik antara kedua negara.
"Di bawah tekanan kebijakan intervensionis Saudi, dan tuduhan campur tangan Iran yang tidak berdasar Kuwait telah mengumumkan bahwa Alireza Enayati, duta besar Iran untuk Kuwait, harus pergi dalam waktu 45 hari," tulis ISNA seperti dinukil dari Russia Today, Jumat (20/7/2017).
ISNA awalnya menyatakan bahwa duta besar tersebut memiliki waktu 48 hari untuk meninggalkan negara tersebut, namun kemudian memperbaiki jumlahnya menjadi 45 hari.
Sebelumnya, Kuwait memerintahkan Iran untuk mengurangi staf kedutaannya dan menutup kantor teknis.
Baca Juga: Kuwait Kurangi Hubungan Diplomatik dengan Iran
Televisi pemerintah Iran mengatakan Menteri Luar Negeri Kuwait memanggil duta besar Iran tersebut dan memerintahkan agar jumlah diplomat dipotong dari 19 menjadi empat, dan untuk misi budaya serta militer ditutup.
Menteri Kuwait untuk urusan kabinet, Sheikh Mohammad Abdullah Al-Sabah, yang juga bertindak sebagai menteri informasi, mengkonfirmasi sebelumnya bahwa Kuwait telah melakukan tindakan diplomatik terhadap Iran.
"Mengikuti keputusan Mahkamah Agung atas kasus ini pemerintah Kuwait telah memutuskan untuk mengambil tindakan, sesuai dengan norma diplomatik dan Konvensi Wina, terhadap hubungannya dengan Republik Islam Iran," katanya, menolak untuk menguraikan.
Kuwait juga memutuskan untuk membekukan kegiatan yang melibatkan komite gabungan kedua negara, sebuah sumber Kementerian Luar Negeri yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada KUNA.
Ketegangan antara kedua negara terjadi setelah Kuwait menghukum 23 pria, satu orang Iran dan sisanya Kuwait, yang menjadi memata-mata Iran dan Hizbullah tahun lalu, setelah sejumlah senjata dan bahan peledak ditemukan di sebuah sel 'Abdali' pada tahun 2015.
Mereka yang dihukum terbukti memiliki kontak diam-diam dengan Iran dan Hizbullah, dan dituduh merencanakan tindakan bermusuhan di dalam Kuwait.
Orang-orang tersebut pada awalnya dihukum oleh pengadilan yang lebih rendah, namun kemudian dibebaskan karena mengajukan banding beberapa bulan kemudian dan dibebaskan.
Namun, bulan lalu Mahkamah Agung membatalkan pembebasan tersebut dan menjatuhkan 21 tahanan tersebut ke penjara, termasuk pemimpin kelomok sel tersebut. Dua orang dibebaskan, sementara tiga orang diadili secara in absentia.
Kementerian Dalam Negeri Kuwait mengatakan bahwa 16 di antaranya sedang dalam pelarian, namun mereka tidak meninggalkan negara tersebut melalui jalur keluar reguler, dengan mengutip catatan kementerian.
"Di bawah tekanan kebijakan intervensionis Saudi, dan tuduhan campur tangan Iran yang tidak berdasar Kuwait telah mengumumkan bahwa Alireza Enayati, duta besar Iran untuk Kuwait, harus pergi dalam waktu 45 hari," tulis ISNA seperti dinukil dari Russia Today, Jumat (20/7/2017).
ISNA awalnya menyatakan bahwa duta besar tersebut memiliki waktu 48 hari untuk meninggalkan negara tersebut, namun kemudian memperbaiki jumlahnya menjadi 45 hari.
Sebelumnya, Kuwait memerintahkan Iran untuk mengurangi staf kedutaannya dan menutup kantor teknis.
Baca Juga: Kuwait Kurangi Hubungan Diplomatik dengan Iran
Televisi pemerintah Iran mengatakan Menteri Luar Negeri Kuwait memanggil duta besar Iran tersebut dan memerintahkan agar jumlah diplomat dipotong dari 19 menjadi empat, dan untuk misi budaya serta militer ditutup.
Menteri Kuwait untuk urusan kabinet, Sheikh Mohammad Abdullah Al-Sabah, yang juga bertindak sebagai menteri informasi, mengkonfirmasi sebelumnya bahwa Kuwait telah melakukan tindakan diplomatik terhadap Iran.
"Mengikuti keputusan Mahkamah Agung atas kasus ini pemerintah Kuwait telah memutuskan untuk mengambil tindakan, sesuai dengan norma diplomatik dan Konvensi Wina, terhadap hubungannya dengan Republik Islam Iran," katanya, menolak untuk menguraikan.
Kuwait juga memutuskan untuk membekukan kegiatan yang melibatkan komite gabungan kedua negara, sebuah sumber Kementerian Luar Negeri yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada KUNA.
Ketegangan antara kedua negara terjadi setelah Kuwait menghukum 23 pria, satu orang Iran dan sisanya Kuwait, yang menjadi memata-mata Iran dan Hizbullah tahun lalu, setelah sejumlah senjata dan bahan peledak ditemukan di sebuah sel 'Abdali' pada tahun 2015.
Mereka yang dihukum terbukti memiliki kontak diam-diam dengan Iran dan Hizbullah, dan dituduh merencanakan tindakan bermusuhan di dalam Kuwait.
Orang-orang tersebut pada awalnya dihukum oleh pengadilan yang lebih rendah, namun kemudian dibebaskan karena mengajukan banding beberapa bulan kemudian dan dibebaskan.
Namun, bulan lalu Mahkamah Agung membatalkan pembebasan tersebut dan menjatuhkan 21 tahanan tersebut ke penjara, termasuk pemimpin kelomok sel tersebut. Dua orang dibebaskan, sementara tiga orang diadili secara in absentia.
Kementerian Dalam Negeri Kuwait mengatakan bahwa 16 di antaranya sedang dalam pelarian, namun mereka tidak meninggalkan negara tersebut melalui jalur keluar reguler, dengan mengutip catatan kementerian.
(ian)