Jerman Takut Hacker Bisa Membajak Jet Tempur
A
A
A
BERLIN - Militer Jerman meningkatkan keamanan penerbangan setelah takut hacker bisa membajak pesawat jet tempur.
Militer Berlin kini meluncurkan proyek ”aviation cyber expertise”(keahlian siber penerbangan) baru sebagai langkah mendesak dalam menanggapi penelitian yang mengungkapkan bahwa peretas berpotensi mengambil alih perintah sebuah pesawat militer dengan peralatan yang harganya hanya beberapa ribu euro.
Penelitian itu didanai pemerintah Jerman. Inisiatif baru tersebut diusulkan Kepala Otoritas Penerbangan Militer Jerman, Mayor Jenderal Ansgar Rieks.
Dalam proposal, diusulkan agar pesawat militer dilengkapi dengan sistem pelindung untuk mencegah potensi serangan siber.
Kementerian Pertahanan Jerman menambahkan, pemerintah akan berinvestasi dalam penelitian teknis dan meningkatkan kesadaran akan ancaman terhadap keamanan penerbangan yang berasal dari operasi hacking.
Rieks mengajukan proposal tersebut setelah mendapat informasi dari German Aerospace Center (DLR)—otoritas yang didanai pemerintah Jerman untuk penelitian aerospace, energi dan transportasi—bahwa tidak perlu banyak menyusup ke sistem pesawat militer dan mengendalikan pesawat tersebut, tapi hacker bisa melakukannya.
DLR dilaporkan telah melakukan demonstrasi yang menunjukkan bahwa hacker yang bermusuhan membutuhkan peralatan yang harganya tidak lebih dari 5.000 euro (Rp76 juta) untuk melakukan serangan yang akan mengganggu operasi pesawat militer. Informasi tersebut mengejutkan Rieks.
Berbicara di sebuah konferensi keamanan di Bueckenburg, Rieks meminta militer untuk tidak membatasi perhatian mereka terhadap keselamatan penerbangan guna mencegah masalah teknis yang mungkin terjadi pada perangkat lunak yang terpasang di pesawat tempur.
Dengan meningkatnya risiko yang ditimbulkan oleh cybercrime, dia mengatakan bahwa seseorang tidak boleh menutup mata mengenai kemungkinan serangan siber yang bermusuhan pada infrastruktur penerbangan. ”Memastikan bahwa pesawat terbang tidak dapat diambil alih dari darat atau mungkin oleh penumpang di udara,” katanya, seperti dikutip Reuters, Kamis (13/7/2017).
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Jerman telah menyuarakan dukungan untuk pembentukan “inisiatif keselamatan penerbangan” baru.
Jerman telah berada di garis depan dalam memerangi cybercrime (kejahatan siber) di Eropa. Pada bulan April, Berlin meresmikan komando siber 260 di Bonn.
Militer Berlin kini meluncurkan proyek ”aviation cyber expertise”(keahlian siber penerbangan) baru sebagai langkah mendesak dalam menanggapi penelitian yang mengungkapkan bahwa peretas berpotensi mengambil alih perintah sebuah pesawat militer dengan peralatan yang harganya hanya beberapa ribu euro.
Penelitian itu didanai pemerintah Jerman. Inisiatif baru tersebut diusulkan Kepala Otoritas Penerbangan Militer Jerman, Mayor Jenderal Ansgar Rieks.
Dalam proposal, diusulkan agar pesawat militer dilengkapi dengan sistem pelindung untuk mencegah potensi serangan siber.
Kementerian Pertahanan Jerman menambahkan, pemerintah akan berinvestasi dalam penelitian teknis dan meningkatkan kesadaran akan ancaman terhadap keamanan penerbangan yang berasal dari operasi hacking.
Rieks mengajukan proposal tersebut setelah mendapat informasi dari German Aerospace Center (DLR)—otoritas yang didanai pemerintah Jerman untuk penelitian aerospace, energi dan transportasi—bahwa tidak perlu banyak menyusup ke sistem pesawat militer dan mengendalikan pesawat tersebut, tapi hacker bisa melakukannya.
DLR dilaporkan telah melakukan demonstrasi yang menunjukkan bahwa hacker yang bermusuhan membutuhkan peralatan yang harganya tidak lebih dari 5.000 euro (Rp76 juta) untuk melakukan serangan yang akan mengganggu operasi pesawat militer. Informasi tersebut mengejutkan Rieks.
Berbicara di sebuah konferensi keamanan di Bueckenburg, Rieks meminta militer untuk tidak membatasi perhatian mereka terhadap keselamatan penerbangan guna mencegah masalah teknis yang mungkin terjadi pada perangkat lunak yang terpasang di pesawat tempur.
Dengan meningkatnya risiko yang ditimbulkan oleh cybercrime, dia mengatakan bahwa seseorang tidak boleh menutup mata mengenai kemungkinan serangan siber yang bermusuhan pada infrastruktur penerbangan. ”Memastikan bahwa pesawat terbang tidak dapat diambil alih dari darat atau mungkin oleh penumpang di udara,” katanya, seperti dikutip Reuters, Kamis (13/7/2017).
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Jerman telah menyuarakan dukungan untuk pembentukan “inisiatif keselamatan penerbangan” baru.
Jerman telah berada di garis depan dalam memerangi cybercrime (kejahatan siber) di Eropa. Pada bulan April, Berlin meresmikan komando siber 260 di Bonn.
(mas)