Iran Sesalkan Keputusan MA AS Hidupkan Kembali Larangan Migran
A
A
A
BERLIN - Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif menyayangkan keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) yang menghidupkan kembali sebagian larangan perjalanan pada warga negara dari enam negara mayoritas Muslim. Dia mengatakan, hal itu dapat mendorong ekstremisme di kawasan.
"Kami selalu percaya larangan Muslim yang diberlakukan Presiden Trump tidak memiliki dasar fakta dan tidak akan membantu memerangi terorisme," kata Zarif, seperti dilansir Reuters pada Selasa (27/6).
Dia kemudian menyebutnya sebagai "hadiah terbesar" bagi kelompok militan yang mencari anggota baru.
Zarif tidak menyebut Arab Saudi secara khusus, namun mengatakan larangan perjalanan tersebut menghukum orang-orang yang tidak pernah dihukum, karena melakukan tindakan teroris. Sementara orang-orang dari negara lain yang terlibat dalam serangan masa lalu tidak terpengaruh.
"Untuk beberapa terorisme dan dukungan untuk terorisme diukur dengan jumlah senjata yang mereka beli dari AS, dan bukan karena benar-benar terlibat dalam tindakan terorisme," kata Zarif, merujuk pada kepada kesepakatan AS dan Saudi sebesar $ 110 miliar dalam penjualan senjata.
Sebelumnya diwartakan, MA AS mengeluarkan keputusan yang mengizinkan pemerintah Presiden Donald Trump melarang masuk migran asal enam negara berpenduduk mayoritas Muslim. Larangan diberlakukan selama 90 hari.
Keputusan MA Amerika ini sekaligus membatalkan keputusan pengadilan di bawahnya yang memblokir “travel ban” pemerintah Trump. Keputusan MA ini juga dianggap sebagai kemenangan Trump dalam kontroversi hukum terbesar sejak dia menjabat.
Dalam putusannya, MA membiarkan satu kategori orang asing yang dilindungi. ”Mereka yang dengan klaim hubungan bonafide yang dapat dipercaya dengan seseorang atau entitas di Amerika Serikat,” bunyi putusan Mahkamah Agung yang dikeluarkan hari Senin.
"Kami selalu percaya larangan Muslim yang diberlakukan Presiden Trump tidak memiliki dasar fakta dan tidak akan membantu memerangi terorisme," kata Zarif, seperti dilansir Reuters pada Selasa (27/6).
Dia kemudian menyebutnya sebagai "hadiah terbesar" bagi kelompok militan yang mencari anggota baru.
Zarif tidak menyebut Arab Saudi secara khusus, namun mengatakan larangan perjalanan tersebut menghukum orang-orang yang tidak pernah dihukum, karena melakukan tindakan teroris. Sementara orang-orang dari negara lain yang terlibat dalam serangan masa lalu tidak terpengaruh.
"Untuk beberapa terorisme dan dukungan untuk terorisme diukur dengan jumlah senjata yang mereka beli dari AS, dan bukan karena benar-benar terlibat dalam tindakan terorisme," kata Zarif, merujuk pada kepada kesepakatan AS dan Saudi sebesar $ 110 miliar dalam penjualan senjata.
Sebelumnya diwartakan, MA AS mengeluarkan keputusan yang mengizinkan pemerintah Presiden Donald Trump melarang masuk migran asal enam negara berpenduduk mayoritas Muslim. Larangan diberlakukan selama 90 hari.
Keputusan MA Amerika ini sekaligus membatalkan keputusan pengadilan di bawahnya yang memblokir “travel ban” pemerintah Trump. Keputusan MA ini juga dianggap sebagai kemenangan Trump dalam kontroversi hukum terbesar sejak dia menjabat.
Dalam putusannya, MA membiarkan satu kategori orang asing yang dilindungi. ”Mereka yang dengan klaim hubungan bonafide yang dapat dipercaya dengan seseorang atau entitas di Amerika Serikat,” bunyi putusan Mahkamah Agung yang dikeluarkan hari Senin.
(esn)