'Masjid Liberal' Dibuka di Jerman, Anti-Niqab dan Burka
A
A
A
BERLIN - Sebuah masjid yang dikenal sebagai “masjid liberal” untuk pertama kalinya dibuka di Berlin, Jerman. Bangunan masjid ini menyewa salah satu ruang milik gereja Protestan dan terlarang untuk setiap orang yang mengenakan niqab dan burka.
Kelompok yang membuka masjid kontroversial ini mengatakan pelarangan burqa dan niqab di masjid tersebut murni pernyataan politik dan tidak ada hubungannya dengan agama.
”Pada dasarnya, pintu masjid terbuka untuk semua orang, dengan satu pengecualian; tidak ada yang akan datang dengan niqab atau burka,” kata penyelenggara “masjid liberal”, Seyran Ates, yang pindah dari Turki ke Jerman sejak usia enam tahun, dalam wawacaranya dengan Spiegel Online.
Masjid itu diberi nama Ibn Ruschd-Goethe, nama yang mengacu pada filsuf Islam Ibnu Rusyd (Averroes) dan penulis ternama Jerman Johann Wolfgang von Goethe.
Menurut Ates, pria dan wanita juga akan diizinkan untuk salat dan berkhotbah bersama, bukan secara terpisah. Anggota komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) juga akan disambut.
Komunitas Muslim Sunni dan Syiah juga didorong untuk salat bersama di masjid tersebut.
Ates, seorang aktivis feminis, aktivis perdamaian dan pengacara, mengatakan, bagi seorang wanita Muslim progresif seperti dirinya lebih baik memulai gerakan dengan membuka masjid tersebut ketimbang hanya mengeluh tentang organisasi Islam konservatif.
Dia mengaku terinspirasi untuk membuka masjid tersebut setelah berbicara dengan Menteri Keuangan Wolfgang Schäuble, yang pernah mengatakan kepadanya bahwa umat Islam liberal harus bersatu.
Ates menyewa ruang untuk masjid tersebut dari Gereja Protestan St Johannes. Namun, dia sebelumnya mengatakan kepada DPA bahwa dia berharap memiliki masjid mandiri di masa mendatang.
Menurutnya, tujuan pembukaan masjid itu untuk menjangkau mereka yang belum pernah merasakan berada di masjid mana pun di Berlin, khususnya yang merasa beriman secara modern, damai, liberal, toleran dan tidak menginginkan khotbah yang memecah belah secara politis.
Dia juga berharap bisa menjangkau lebih banyak Muslim konservatif. Menurutnya, pintu masjid terbuka bagi siapa saja yang ingin mengajukan pertanyaan.
”Di sini kita tidak memberitahu siapa pun tentang seorang Muslim yang baik dan buruk,” kata Ates, yang dikutip Sabtu (17/6/2017).
Hari pertama ibadah di masjid itu ditandai dengan khotbah Jumat Ates. Khotbahnya juga diterjemahkan ke bahasa Turki dan Arab.
Namun, Ates mengakui bahwa jalan untuk membuka “masjid liberal” itu tidak mulus. Dia sudah beberapa kali menerima ancaman yang sangat kejam dan cabul. Ancaman itu membuatnya meminta perlindungan polisi saat membuka masjid pada hari Jumat (16/6/2017).
Kelompok yang membuka masjid kontroversial ini mengatakan pelarangan burqa dan niqab di masjid tersebut murni pernyataan politik dan tidak ada hubungannya dengan agama.
”Pada dasarnya, pintu masjid terbuka untuk semua orang, dengan satu pengecualian; tidak ada yang akan datang dengan niqab atau burka,” kata penyelenggara “masjid liberal”, Seyran Ates, yang pindah dari Turki ke Jerman sejak usia enam tahun, dalam wawacaranya dengan Spiegel Online.
Masjid itu diberi nama Ibn Ruschd-Goethe, nama yang mengacu pada filsuf Islam Ibnu Rusyd (Averroes) dan penulis ternama Jerman Johann Wolfgang von Goethe.
Menurut Ates, pria dan wanita juga akan diizinkan untuk salat dan berkhotbah bersama, bukan secara terpisah. Anggota komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) juga akan disambut.
Komunitas Muslim Sunni dan Syiah juga didorong untuk salat bersama di masjid tersebut.
Ates, seorang aktivis feminis, aktivis perdamaian dan pengacara, mengatakan, bagi seorang wanita Muslim progresif seperti dirinya lebih baik memulai gerakan dengan membuka masjid tersebut ketimbang hanya mengeluh tentang organisasi Islam konservatif.
Dia mengaku terinspirasi untuk membuka masjid tersebut setelah berbicara dengan Menteri Keuangan Wolfgang Schäuble, yang pernah mengatakan kepadanya bahwa umat Islam liberal harus bersatu.
Ates menyewa ruang untuk masjid tersebut dari Gereja Protestan St Johannes. Namun, dia sebelumnya mengatakan kepada DPA bahwa dia berharap memiliki masjid mandiri di masa mendatang.
Menurutnya, tujuan pembukaan masjid itu untuk menjangkau mereka yang belum pernah merasakan berada di masjid mana pun di Berlin, khususnya yang merasa beriman secara modern, damai, liberal, toleran dan tidak menginginkan khotbah yang memecah belah secara politis.
Dia juga berharap bisa menjangkau lebih banyak Muslim konservatif. Menurutnya, pintu masjid terbuka bagi siapa saja yang ingin mengajukan pertanyaan.
”Di sini kita tidak memberitahu siapa pun tentang seorang Muslim yang baik dan buruk,” kata Ates, yang dikutip Sabtu (17/6/2017).
Hari pertama ibadah di masjid itu ditandai dengan khotbah Jumat Ates. Khotbahnya juga diterjemahkan ke bahasa Turki dan Arab.
Namun, Ates mengakui bahwa jalan untuk membuka “masjid liberal” itu tidak mulus. Dia sudah beberapa kali menerima ancaman yang sangat kejam dan cabul. Ancaman itu membuatnya meminta perlindungan polisi saat membuka masjid pada hari Jumat (16/6/2017).
(mas)