Mudik, Eks Budak Seks ISIS Tuntut Pengakuan Genosida Yazidi
A
A
A
MOSUL - Nadia Murad mudik ke kampung asalnya Kocho di Irak untuk pertama kalinya sejak dia diculik militan ISIS pada tahun 2014. Korban budak seks ISIS ini menuntut masyarakat dunia mengakui genosida terhadap etnis Yazidi.
”Saya adalah anak perempuan desa ini,” kata Murad, yang meneteskan air mata saat diwawancarai Reuters ketika tiba di kampung asalnya.
ikelilingi para milisi Yazidi yang berhasil merebut desa mereka dari kelompok Islamic State atau ISIS pekan lalu, perempuan 24 tahun itu berbicara dari atap sekolah lamanya.
“Kami berharap bahwa takdir kami akan seperti orang-orang, tapi sebaliknya milisi Eropa, Saudi, Tunisia dan milisi lainnya datang memperkosa dan menjual kami,” ujar Murad, yang dikutip Sabtu (3/6/2017).
Murad adalah satu dari sekitar 7.000 wanita dan anak-anak yang diculik ISIS dari Kocho, Irak barat laut pada bulan Agustus 2014. Orang-orang di desanya telah dieksekusi kelompok tersebut. Beberapa anak Yazidi dikirim ke kamp pelatihan dan sisanya dijadikan satu dengan para perempuan untuk dipaksa menjadi budak.
Ibu Murad dieksekusi karena dianggap terlalu tua oleh milisi ISIS untuk dijadikan sebagai budak seks. Murad dibawa ke Mosul di mana dia berulang kali diperkosa dan disiksa.
Tiga minggu kemudian, dia berhasil melarikan diri, menuju ke sebuah kamp pengungsi di Kurdistan sebelum lari ke Jerman. Dia kemudian menjadi aktivis untuk orang-orang Yazidi, yang dianiaya oleh ISIS.
Murad pernah masuk daftar nominasi penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2015 atas pekerjaannya.
Berbicara dari desanya, Murad mengkritik masyarakat internasional karena gagal melindungi etnis Yazidis. Dia menuntut warga dunia membantu membebaskan sekitar 3.500 wanita dan anak-anak, termasuk salah satu keponakannya yang masih ditahan ISIS.
”Saya mengatakan kepada siapapun bahwa Anda bersikap tidak adil karena tidak mendukung minoritas seperti Yazidis,” kritik Murad.
”Masyarakat internasional belum menyampaikan tanggung jawabnya,” ujarnya.
”Saya adalah anak perempuan desa ini,” kata Murad, yang meneteskan air mata saat diwawancarai Reuters ketika tiba di kampung asalnya.
ikelilingi para milisi Yazidi yang berhasil merebut desa mereka dari kelompok Islamic State atau ISIS pekan lalu, perempuan 24 tahun itu berbicara dari atap sekolah lamanya.
“Kami berharap bahwa takdir kami akan seperti orang-orang, tapi sebaliknya milisi Eropa, Saudi, Tunisia dan milisi lainnya datang memperkosa dan menjual kami,” ujar Murad, yang dikutip Sabtu (3/6/2017).
Murad adalah satu dari sekitar 7.000 wanita dan anak-anak yang diculik ISIS dari Kocho, Irak barat laut pada bulan Agustus 2014. Orang-orang di desanya telah dieksekusi kelompok tersebut. Beberapa anak Yazidi dikirim ke kamp pelatihan dan sisanya dijadikan satu dengan para perempuan untuk dipaksa menjadi budak.
Ibu Murad dieksekusi karena dianggap terlalu tua oleh milisi ISIS untuk dijadikan sebagai budak seks. Murad dibawa ke Mosul di mana dia berulang kali diperkosa dan disiksa.
Tiga minggu kemudian, dia berhasil melarikan diri, menuju ke sebuah kamp pengungsi di Kurdistan sebelum lari ke Jerman. Dia kemudian menjadi aktivis untuk orang-orang Yazidi, yang dianiaya oleh ISIS.
Murad pernah masuk daftar nominasi penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2015 atas pekerjaannya.
Berbicara dari desanya, Murad mengkritik masyarakat internasional karena gagal melindungi etnis Yazidis. Dia menuntut warga dunia membantu membebaskan sekitar 3.500 wanita dan anak-anak, termasuk salah satu keponakannya yang masih ditahan ISIS.
”Saya mengatakan kepada siapapun bahwa Anda bersikap tidak adil karena tidak mendukung minoritas seperti Yazidis,” kritik Murad.
”Masyarakat internasional belum menyampaikan tanggung jawabnya,” ujarnya.
(mas)