China-Vietnam Sepakat Redam Ketegangan di Laut China Selatan
A
A
A
BEIJING - Pejabat China menunjukkan kemajuan diplomatik dengan Vietnam mengenai perselisihan teritorial di Laut China Selatan (LCS). Seiring ketegangan yang terus meningkat di Semenanjung Korea, kedua negara itu sepakat untuk meredam sengketa di LCS.
China dan Vietnam mengeluarkan pernyataan bersama terkait sengketa di LCS. Kesepakatan ini mengindikasikan bahwa kedua negara berusaha menjaga perdamaian maritim dan menahan diri dari tindakan agresif.
"Kedua belah pihak sepakat untuk mengatur dan mengendalikan dengan benar ketidaksepakatan di laut lepas, bersumpah tidak mengambil tindakan apapun untuk mempersulit situasi," demikian pernyataan keduanya seperti dikutip dari Sputniknews, Selasa (16/5/2017).
Meskipun ada diskusi "positif" antara Hanoi dan Beijing pekan lalu, pernyataan tersebut mengatakan, kedua belah pihak perlu mengambil tindakan proaktif memastikan perbedaan mereka tidak melebar.
Sejak terpilih, Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah menarik klaim negaranya di Laut China Selatan. Kemungkinan hal itu untuk menjamin hubungan yang lebih baik dengan Beijing.
Laut Cina Selatan adalah jalur perdagangan dengan nilai ekonomi mencapai USD 5 triliun setiap tahunnya. Keberadaan pulau-pulau buatan China telah mengundang perdebatan. Sekretaris Negara Amerika Serikat (AS), Rex Tillerson mengatakan, kegiatan China di LCS sama dengan mengambil secara ilegal wilayah yang disengketakan tanpa memperhatikan norma-norma internasional.
Taiwan, Malaysia dan Brunei juga mengklaim memiliki beberapa pulau dan terumbu karang di Laut Cina Selatan, menurut Dewan Hubungan Luar Negeri.
Menurut profesor ilmu politik di Middlebury College, David Rosenberg, sumber klaim teritorial yang bersaing bermuara pada perlombaan untuk mendapatkan sumber daya. Hyrdocarbons dan perikanan, khususnya, adalah sumber daya yang sangat menguntungkan yang harus diperebutkan, menurut CFR.
China dan Vietnam mengeluarkan pernyataan bersama terkait sengketa di LCS. Kesepakatan ini mengindikasikan bahwa kedua negara berusaha menjaga perdamaian maritim dan menahan diri dari tindakan agresif.
"Kedua belah pihak sepakat untuk mengatur dan mengendalikan dengan benar ketidaksepakatan di laut lepas, bersumpah tidak mengambil tindakan apapun untuk mempersulit situasi," demikian pernyataan keduanya seperti dikutip dari Sputniknews, Selasa (16/5/2017).
Meskipun ada diskusi "positif" antara Hanoi dan Beijing pekan lalu, pernyataan tersebut mengatakan, kedua belah pihak perlu mengambil tindakan proaktif memastikan perbedaan mereka tidak melebar.
Sejak terpilih, Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah menarik klaim negaranya di Laut China Selatan. Kemungkinan hal itu untuk menjamin hubungan yang lebih baik dengan Beijing.
Laut Cina Selatan adalah jalur perdagangan dengan nilai ekonomi mencapai USD 5 triliun setiap tahunnya. Keberadaan pulau-pulau buatan China telah mengundang perdebatan. Sekretaris Negara Amerika Serikat (AS), Rex Tillerson mengatakan, kegiatan China di LCS sama dengan mengambil secara ilegal wilayah yang disengketakan tanpa memperhatikan norma-norma internasional.
Taiwan, Malaysia dan Brunei juga mengklaim memiliki beberapa pulau dan terumbu karang di Laut Cina Selatan, menurut Dewan Hubungan Luar Negeri.
Menurut profesor ilmu politik di Middlebury College, David Rosenberg, sumber klaim teritorial yang bersaing bermuara pada perlombaan untuk mendapatkan sumber daya. Hyrdocarbons dan perikanan, khususnya, adalah sumber daya yang sangat menguntungkan yang harus diperebutkan, menurut CFR.
(ian)