AS Bilang Waktunya Gempur Korut, China dan Rusia Mencela
A
A
A
NEW YORK - Forum pertemuan Dewan Keamanan PBB yang membahas krisis nuklir Korea Utara diwarnai perdebatan sengit. Amerika Serikat (AS) menyatakan, sudah waktunya untuk melakukan tindakan militer terhadap Pyongyang, tapi China dan Rusia mencela ancaman itu.
Beijing yang selama ini ditekan Washington untuk mengendalikan Pyongyang dengan dalih sekutu utamanya menolak tekanan tersebut. Di hadapan 15 anggota DK PBB, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, mengatakan tanggung jawab untuk memecahkan masalah Korut tidak dipikul Beijing sendirian.
”Kunci untuk memecahkan masalah nuklir di semenanjung (Korea) tidak terletak di tangan China,” kata Wang.
”Perlu untuk mengesampingkan perdebatan mengenai siapa yang harus mengambil langkah pertama dan berhenti berdebat siapa yang benar dan siapa yang salah,” lanjut Menlu China itu. ”Sekarang saatnya untuk serius mempertimbangkan untuk melanjutkan perundingan.”
Tapi Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mendebat argumen Wang. ”Kami tidak akan menegosiasikan kembali perjalanan kami ke meja perundingan dengan Korea Utara, kami tidak akan menghargai pelanggaran resolusi masa lalu, kami tidak akan menghargai perilaku buruk mereka dengan perundingan,” jawab Tillerson.
Menlu AS ini mendesak DK PBB bertindak sebelum Korut melakukan tindakan berbahaya lebih dulu. Dia minta berbagai negara untuk memutuskan hubungan diplomatik dan keuangan dengan Pyongyang.
”Gagal untuk bertindak sekarang mengenai masalah keamanan yang paling mendesak di dunia dapat membawa dampak bencana,” ucap Tillerson.
AS, kata Tillerson, tidak mendorong pergantian rezim Pyongyang dan telah memilih solusi yang dinegosiasikan. Namun Pyongyang, demi kepentingannya sendiri, harus membongkar program nuklir dan rudalnya.
”Ancaman serangan nuklir di Seoul atau Tokyo adalah nyata, dan ini hanya masalah waktu sebelum Korut mengembangkan kemampuan untuk menyerang daratan AS,” kata Tillerson.
Tillerson lantas mengulangi sikap pemerintah Donald Trump yang menyatakan bahwa semua opsi—termasuk opsi serangan militer—ada di meja jika Pyongyang bertahan dengan pengembangan nuklir dan rudalnya.
Pendapat Tillerson itu kembali ditentang Wang. Menurutnya, ancaman militer tidak akan membantu.“Dialog dan negosiasi adalah satu-satunya jalan keluar,” katanya.
”Penggunaan kekuatan tidak memecahkan perbedaan dan hanya akan menimbulkan bencana yang lebih besar,” lanjut dia, seperti dikutip Reuters, Sabtu (29/4/2017).
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Gennady Gatilov memperingatkan bahwa penggunaan kekuatan militer untuk penyelesaian krisis nuklir Korut sama sekali tidak dapat diterima.
”Retorika yang agresif ditambah dengan pelenturan otot yang sembrono telah membawa pada situasi di mana seluruh dunia secara serius bertanya-tanya apakah akan ada perang atau tidak,” katanya di hadapan forum DK PBB.
”Salah satu langkah pikir atau disalahartikan dengan buruk dapat menyebabkan konsekuensi yang paling menakutkan dan menyedihkan.”
Beijing yang selama ini ditekan Washington untuk mengendalikan Pyongyang dengan dalih sekutu utamanya menolak tekanan tersebut. Di hadapan 15 anggota DK PBB, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, mengatakan tanggung jawab untuk memecahkan masalah Korut tidak dipikul Beijing sendirian.
”Kunci untuk memecahkan masalah nuklir di semenanjung (Korea) tidak terletak di tangan China,” kata Wang.
”Perlu untuk mengesampingkan perdebatan mengenai siapa yang harus mengambil langkah pertama dan berhenti berdebat siapa yang benar dan siapa yang salah,” lanjut Menlu China itu. ”Sekarang saatnya untuk serius mempertimbangkan untuk melanjutkan perundingan.”
Tapi Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mendebat argumen Wang. ”Kami tidak akan menegosiasikan kembali perjalanan kami ke meja perundingan dengan Korea Utara, kami tidak akan menghargai pelanggaran resolusi masa lalu, kami tidak akan menghargai perilaku buruk mereka dengan perundingan,” jawab Tillerson.
Menlu AS ini mendesak DK PBB bertindak sebelum Korut melakukan tindakan berbahaya lebih dulu. Dia minta berbagai negara untuk memutuskan hubungan diplomatik dan keuangan dengan Pyongyang.
”Gagal untuk bertindak sekarang mengenai masalah keamanan yang paling mendesak di dunia dapat membawa dampak bencana,” ucap Tillerson.
AS, kata Tillerson, tidak mendorong pergantian rezim Pyongyang dan telah memilih solusi yang dinegosiasikan. Namun Pyongyang, demi kepentingannya sendiri, harus membongkar program nuklir dan rudalnya.
”Ancaman serangan nuklir di Seoul atau Tokyo adalah nyata, dan ini hanya masalah waktu sebelum Korut mengembangkan kemampuan untuk menyerang daratan AS,” kata Tillerson.
Tillerson lantas mengulangi sikap pemerintah Donald Trump yang menyatakan bahwa semua opsi—termasuk opsi serangan militer—ada di meja jika Pyongyang bertahan dengan pengembangan nuklir dan rudalnya.
Pendapat Tillerson itu kembali ditentang Wang. Menurutnya, ancaman militer tidak akan membantu.“Dialog dan negosiasi adalah satu-satunya jalan keluar,” katanya.
”Penggunaan kekuatan tidak memecahkan perbedaan dan hanya akan menimbulkan bencana yang lebih besar,” lanjut dia, seperti dikutip Reuters, Sabtu (29/4/2017).
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Gennady Gatilov memperingatkan bahwa penggunaan kekuatan militer untuk penyelesaian krisis nuklir Korut sama sekali tidak dapat diterima.
”Retorika yang agresif ditambah dengan pelenturan otot yang sembrono telah membawa pada situasi di mana seluruh dunia secara serius bertanya-tanya apakah akan ada perang atau tidak,” katanya di hadapan forum DK PBB.
”Salah satu langkah pikir atau disalahartikan dengan buruk dapat menyebabkan konsekuensi yang paling menakutkan dan menyedihkan.”
(mas)