Demi Keadilan, Korut Minta PBB Hukum Juga Negara Lain Penguji Rudal
A
A
A
JAKARTA - Korea Utara (Korut) minta Dewan Keamanan (DK) PBB juga menjatuhkan sanksi atau hukuman kepada negara lain yang menguji coba rudal. Korut anggap tidak adil jika sanksi hanya dijatuhkan pada Pyongyang.
Komentar itu disampaikan Duta Besar Korut untuk Indonesia An Kwang Il, Kamis (20/4/2017). Sejak Juni tahun lalu atau tak lama setelah DK PBB menjatuhkan sanksi melalui Resolusi 2270, pihaknya menyurati Sekjen PBB untuk minta penjelasan soal dasar hukum penjatuhan sanksi. Tapi, suratnya tak pernah dibalas.
Pada Desember 2016 atau setelah DK PBB menjatuhkan sanksi melalui resolusi 2321, dia kembali menyurati Sekjen PBB. Kali ini, sekretariat PBB merespons dengan mengutip Artikel ke-39 Piagam PBB yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan yang diajukan Korut.
Artikel itu, kata Kwang Il, bisa diaplikasikan hanya pada kasus agresi dan penggunaan kekuatan militer untuk melawan negara lain. Sedangkan uji coba nuklir dan peluncuran satelit yang dilakukan Korut, kata dia, bagian dari hak untuk melindungi diri dari serangan pihak lain.
Menurutnya, jika Korut dihukum karena alasan uji coba rudal dan senjata nuklir, maka negara-negara lain yang menguji coba senjata nuklir jauh lebih banyak juga harus dihukum.
“Sekarang, karena tidak ada mekanisme legal atau institusional yang bisa diterapkan di Semenanjung Korea untuk mencegah perang dan konflik bersenjata, maka resolusi sanksi DK PBB dapat dipandang sebagai deklarasi perang, dan satu-satunya hal yang tinggal adalah menunggu letupan peperangan yang tidak seorangpun tahun kapan akan terjadi," kata diplomat Korut tersebut.
Kwang Il menambahkan, bila perang di Semenanjung Korea pecah, tidak ada yang lebih pantas dimintai pertanggungjawaban kecuali AS dan sekutunya. Sebab, mereka yang menyusun draf sanksi untuk Korut.
Komentar itu disampaikan Duta Besar Korut untuk Indonesia An Kwang Il, Kamis (20/4/2017). Sejak Juni tahun lalu atau tak lama setelah DK PBB menjatuhkan sanksi melalui Resolusi 2270, pihaknya menyurati Sekjen PBB untuk minta penjelasan soal dasar hukum penjatuhan sanksi. Tapi, suratnya tak pernah dibalas.
Pada Desember 2016 atau setelah DK PBB menjatuhkan sanksi melalui resolusi 2321, dia kembali menyurati Sekjen PBB. Kali ini, sekretariat PBB merespons dengan mengutip Artikel ke-39 Piagam PBB yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan yang diajukan Korut.
Artikel itu, kata Kwang Il, bisa diaplikasikan hanya pada kasus agresi dan penggunaan kekuatan militer untuk melawan negara lain. Sedangkan uji coba nuklir dan peluncuran satelit yang dilakukan Korut, kata dia, bagian dari hak untuk melindungi diri dari serangan pihak lain.
Menurutnya, jika Korut dihukum karena alasan uji coba rudal dan senjata nuklir, maka negara-negara lain yang menguji coba senjata nuklir jauh lebih banyak juga harus dihukum.
“Sekarang, karena tidak ada mekanisme legal atau institusional yang bisa diterapkan di Semenanjung Korea untuk mencegah perang dan konflik bersenjata, maka resolusi sanksi DK PBB dapat dipandang sebagai deklarasi perang, dan satu-satunya hal yang tinggal adalah menunggu letupan peperangan yang tidak seorangpun tahun kapan akan terjadi," kata diplomat Korut tersebut.
Kwang Il menambahkan, bila perang di Semenanjung Korea pecah, tidak ada yang lebih pantas dimintai pertanggungjawaban kecuali AS dan sekutunya. Sebab, mereka yang menyusun draf sanksi untuk Korut.
(mas)