PM Turki Serukan Kelompok Oposisi Hormati Referendum
A
A
A
ANKARA - Perdana Menteri (PM) Turki meminta kelompok oposisi untuk menghormati hasil referendum yang akan memperluas kekuasaan presiden. Seperti diketahui, rakyat Turki setuju untuk merubah sistem pemerintahannya dari parlementer ke sistem presidensial.
Dalam pidato politisi dari partai yang berkuasa, Binali Yildirim mengatakan warga Turki telah memilih untuk beralih dari parlementer ke sistem presidensial. "Pihak oposisi tidak seharusnya berbicara setelah orang-orang telah berbicara," tambahnya seperti dikutip dari Belfast Telegraph, Selasa (18/4/2017).
Penghitungan resmi yang dilakukan oleh kantor berita yang dikelola negara memberikan kemenangan kepada pendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan. Sementara penghitungan resmi dari referendum sendiri diperkirakan akan keluar 10-11 hari mendatang.
Sebelumnya, partai-partai oposisi menyerukan untuk membatalkan hasil referendum karena terjadinya serangkaian penyimpangan. Mereka menyoroti keputusan dewan pemilu yang mensahkan surat suara yang tidak berstempel, seperti yang diatur oleh hukum Turki.
Sementara, pemantau internasional mengatakan langkah dewan pemilu Turki yang memutuskan mensahkan surat suara tidak berstempel merusak keamanan terhadap penipuan.
Turki menggelar referendum untuk mengamandemen konstitusi yang berujung pada berubahnya sistem parlementer menjadi presidensial. Dari tiga partai besar di Turki, dua diantaranya yakni Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dan Partai Gerakan Nasionalis (MHP) mendukung penuh referendum ini. Sedangkan Partai Republik Rakyat (CHP) menentang.
Sejumlah pengamat menilai, perubahan sistem pemerintahan ini akan memberikan Presiden kekuasaan untuk mengeluarkan dekrit, menyatakan keadaan darurat, menunjuk menteri dan pejabat negara, serta membubarkan parlemen. Kritik pun meluncur dengan mengatakan keberhasilan referendum akan menghapuskan sistem checks and balances negara.
Dalam pidato politisi dari partai yang berkuasa, Binali Yildirim mengatakan warga Turki telah memilih untuk beralih dari parlementer ke sistem presidensial. "Pihak oposisi tidak seharusnya berbicara setelah orang-orang telah berbicara," tambahnya seperti dikutip dari Belfast Telegraph, Selasa (18/4/2017).
Penghitungan resmi yang dilakukan oleh kantor berita yang dikelola negara memberikan kemenangan kepada pendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan. Sementara penghitungan resmi dari referendum sendiri diperkirakan akan keluar 10-11 hari mendatang.
Sebelumnya, partai-partai oposisi menyerukan untuk membatalkan hasil referendum karena terjadinya serangkaian penyimpangan. Mereka menyoroti keputusan dewan pemilu yang mensahkan surat suara yang tidak berstempel, seperti yang diatur oleh hukum Turki.
Sementara, pemantau internasional mengatakan langkah dewan pemilu Turki yang memutuskan mensahkan surat suara tidak berstempel merusak keamanan terhadap penipuan.
Turki menggelar referendum untuk mengamandemen konstitusi yang berujung pada berubahnya sistem parlementer menjadi presidensial. Dari tiga partai besar di Turki, dua diantaranya yakni Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dan Partai Gerakan Nasionalis (MHP) mendukung penuh referendum ini. Sedangkan Partai Republik Rakyat (CHP) menentang.
Sejumlah pengamat menilai, perubahan sistem pemerintahan ini akan memberikan Presiden kekuasaan untuk mengeluarkan dekrit, menyatakan keadaan darurat, menunjuk menteri dan pejabat negara, serta membubarkan parlemen. Kritik pun meluncur dengan mengatakan keberhasilan referendum akan menghapuskan sistem checks and balances negara.
(ian)