Curigai Bayi 3 Bulan sebagai Teroris, AS Jadi Bahan Tertawaan Dunia
A
A
A
LONDON - Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di London, Inggris, menjadi bahan tertawaan di dunia maya. Hal ini disebabkan oleh salah satu tindakan yang dilakukan staf kedubes yang mencurigai seorang bayi berusia tiga bulan sebagai teroris.
Hal ini terjadi ketika seorang bayi bernama Harvey Kenyon-Cairns akan terbang ke Orlando, Florida bersama sang ibu dan kakek-neneknya. Sang kakek, Paul Kenyon, mengisi formulir Electronic System for Travel Authorization (ESTA) saat pengurusan visa, tapi melakukan kesalahan.
ESTA adalah sistem otomatis berbasis Internet baru yang dikembangkan untuk meningkatkan keamanan Visa Waiver Program (VWP). ESTA akan memverifikasi kelayakan individu untuk melakukan perjalanan ke Amerika Serikat tanpa visa dan menentukan apakah individu tersebut menimbulkan risiko keamanan.
Paul mencentang pernyataan yang berbunyi "Apakah Anda berusaha untuk terlibat dalam atau apakah Anda pernah terlibat dalam kegiatan teroris, spionase, sabotase, atau genosida?" Akibat kesalahan ini, Harvey dan keluarganya dipanggil oleh Kedubes AS di London untuk diwawancari.
Harvey, yang masih belum bisa berbicara turut diwawancara oleh pihak kedubes AS di London. Harvey dan keluarganya diwawancara hampir 10 jam lamanya, yang membuat mereka ketinggalan pesawat.
Dalam sebuah wawancara dengan Guardian, seperti dilansir Sputnik pada Selasa (18/4), Paul berseloroh cucunya tersebut diwawancara karena mensabotase sejumlah popok.
"Bayi Harvey sangat baik dalam wawancara dan tidak menangis. Saya berpikir tentang melihat dengan menggunakan terusan oranye. Jika Anda seorang teroris, saya menduga Anda akan tidak mencentang "ya" dalam formulir pengajuan visa," ucap Paul.
Mendengar tentang cerita Harvey, pengguna jejaring sosial merasa heran kedutaan mengharuskan dia untuk turut diwawancara, meskipun kedutaan sadar harvey baru berusia tiga bulan dan jelas tidak mampu untuk melakukan aksi terorisme.
Hal ini terjadi ketika seorang bayi bernama Harvey Kenyon-Cairns akan terbang ke Orlando, Florida bersama sang ibu dan kakek-neneknya. Sang kakek, Paul Kenyon, mengisi formulir Electronic System for Travel Authorization (ESTA) saat pengurusan visa, tapi melakukan kesalahan.
ESTA adalah sistem otomatis berbasis Internet baru yang dikembangkan untuk meningkatkan keamanan Visa Waiver Program (VWP). ESTA akan memverifikasi kelayakan individu untuk melakukan perjalanan ke Amerika Serikat tanpa visa dan menentukan apakah individu tersebut menimbulkan risiko keamanan.
Paul mencentang pernyataan yang berbunyi "Apakah Anda berusaha untuk terlibat dalam atau apakah Anda pernah terlibat dalam kegiatan teroris, spionase, sabotase, atau genosida?" Akibat kesalahan ini, Harvey dan keluarganya dipanggil oleh Kedubes AS di London untuk diwawancari.
Harvey, yang masih belum bisa berbicara turut diwawancara oleh pihak kedubes AS di London. Harvey dan keluarganya diwawancara hampir 10 jam lamanya, yang membuat mereka ketinggalan pesawat.
Dalam sebuah wawancara dengan Guardian, seperti dilansir Sputnik pada Selasa (18/4), Paul berseloroh cucunya tersebut diwawancara karena mensabotase sejumlah popok.
"Bayi Harvey sangat baik dalam wawancara dan tidak menangis. Saya berpikir tentang melihat dengan menggunakan terusan oranye. Jika Anda seorang teroris, saya menduga Anda akan tidak mencentang "ya" dalam formulir pengajuan visa," ucap Paul.
Mendengar tentang cerita Harvey, pengguna jejaring sosial merasa heran kedutaan mengharuskan dia untuk turut diwawancara, meskipun kedutaan sadar harvey baru berusia tiga bulan dan jelas tidak mampu untuk melakukan aksi terorisme.
(esn)