Perubahan Iklim Akan Dorong Lebih Banyak Migrasi
A
A
A
CARDIFF - Perubahan iklim belum menjadi pendorong migrasi saat ini, tapi bisa terjadi di masa depan. Warga di empat negara Eropa meyakini pendapat tersebut. Survei terhadap 4.000 warga Inggris, Jerman, Prancis, dan Norwegia menunjukkan sebagian besar yakin perubahan iklim bukan penyebab utama migrasi massal sekarang.
”Tapi sekitar 40% berpikir ini akan meningkatkan jumlah migran pada masa depan,” ungkap hasil survei yang dilakukan Universitas Cardiff di Inggris bekerja sama dengan lembaga di Jerman, Prancis, dan Norwegia. Menurut lembagalembaga itu, survei dilakukan untuk menilai persepsi perubahan iklim di empat negara karena itu terkait sains, kebijakan publik, energi terbarukan, dan migrasi.
”Survei ini merupakan salah satu isyarat pertama tentang keyakinan publik mengenai perubahan iklim sebagai potensi katalis untuk migrasi,” ungkap profesor dan kepala investigator dari Cardiff, Nick Pidgeon, dikutip kantor berita Reuters.
Pidgeon menjelaskan meski memisahkan peran perubahan iklim di antara berbagai penggerak migrasi itu sulit, gelombang migran di Eropa dalam beberapa tahun terakhir mendorong banyak pembahasan tentang isu tersebut.
”Masalahnya ialah hampir mustahil menunjukkan bahwa perubahan iklim menjadi penyebab penting bagi migrasi,” ujarnya. Mayoritas orang yang disurvei di hampir empat negara itu menunjukkan 54% di Jerman dan 70% di Prancis tidak sepakat bahwa perubahan iklim mengakibatkan migrasi.
Secara bertahap, semakin banyak orang yang yakin negara mereka mungkin mengalami lebih banyak migrasi terkait iklim pada masa depan, termasuk 57% responden di Norwegia. ”Itu tidak sepenuhnya berbeda dengan proyeksi pakar,” ujar Pidgeon.
Para peneliti menyatakan, pada masa depan mungkin akan ada lebih banyak migrasi di penjuru dunia. Dalam salah satu hasil temuan utama survei itu, mayoritas responden di empat negara yakin iklim berubah dan manusia turut bertanggung jawab.
Sebanyak 60% di tiap negara mengatakan negara mereka telah merasakan dampak perubahan iklim. Meski begitu, hanya sekitar sepertiga responden di tiap negara yang tahu bahwa mayoritas peneliti sepakat bahwa aktivitas manusia menggunakan bahan bakar fosil hingga penggundulan hutan sebagai penyebab utama perubahan iklim.
Norwegia dan Prancis menjadi negara yang paling sadar dengan perubahan iklim dan penyebabnya dibandingkan negara lain. Menurut hasil temuan studi tersebut, mereka juga lebih optimistis tentang kemampuan negara mereka menghadapi perubahan iklim.
”Prancis dan Norwegia menjadi yang paling banyak mengatakan ya, Prancis dapat membuat perbedaan atau Norwegia dapat membuat perbedaan,” papar Claire Mays, peneliti dari Institut Symlog di Prancis.
Eropa secara umum mendukung sejumlah opsi kebijakan yang bertujuan mencegah perubahan iklim. Berbagai sumber energi terbarukan dan subsidi publik untuk rumah ramah lingkungan menjadi semakin populer di Eropa. Sebagian besar responden juga mendukung pemberian dana publik untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi dan beradaptasi terhadap cuaca ekstrem.
”Tapi sekitar 40% berpikir ini akan meningkatkan jumlah migran pada masa depan,” ungkap hasil survei yang dilakukan Universitas Cardiff di Inggris bekerja sama dengan lembaga di Jerman, Prancis, dan Norwegia. Menurut lembagalembaga itu, survei dilakukan untuk menilai persepsi perubahan iklim di empat negara karena itu terkait sains, kebijakan publik, energi terbarukan, dan migrasi.
”Survei ini merupakan salah satu isyarat pertama tentang keyakinan publik mengenai perubahan iklim sebagai potensi katalis untuk migrasi,” ungkap profesor dan kepala investigator dari Cardiff, Nick Pidgeon, dikutip kantor berita Reuters.
Pidgeon menjelaskan meski memisahkan peran perubahan iklim di antara berbagai penggerak migrasi itu sulit, gelombang migran di Eropa dalam beberapa tahun terakhir mendorong banyak pembahasan tentang isu tersebut.
”Masalahnya ialah hampir mustahil menunjukkan bahwa perubahan iklim menjadi penyebab penting bagi migrasi,” ujarnya. Mayoritas orang yang disurvei di hampir empat negara itu menunjukkan 54% di Jerman dan 70% di Prancis tidak sepakat bahwa perubahan iklim mengakibatkan migrasi.
Secara bertahap, semakin banyak orang yang yakin negara mereka mungkin mengalami lebih banyak migrasi terkait iklim pada masa depan, termasuk 57% responden di Norwegia. ”Itu tidak sepenuhnya berbeda dengan proyeksi pakar,” ujar Pidgeon.
Para peneliti menyatakan, pada masa depan mungkin akan ada lebih banyak migrasi di penjuru dunia. Dalam salah satu hasil temuan utama survei itu, mayoritas responden di empat negara yakin iklim berubah dan manusia turut bertanggung jawab.
Sebanyak 60% di tiap negara mengatakan negara mereka telah merasakan dampak perubahan iklim. Meski begitu, hanya sekitar sepertiga responden di tiap negara yang tahu bahwa mayoritas peneliti sepakat bahwa aktivitas manusia menggunakan bahan bakar fosil hingga penggundulan hutan sebagai penyebab utama perubahan iklim.
Norwegia dan Prancis menjadi negara yang paling sadar dengan perubahan iklim dan penyebabnya dibandingkan negara lain. Menurut hasil temuan studi tersebut, mereka juga lebih optimistis tentang kemampuan negara mereka menghadapi perubahan iklim.
”Prancis dan Norwegia menjadi yang paling banyak mengatakan ya, Prancis dapat membuat perbedaan atau Norwegia dapat membuat perbedaan,” papar Claire Mays, peneliti dari Institut Symlog di Prancis.
Eropa secara umum mendukung sejumlah opsi kebijakan yang bertujuan mencegah perubahan iklim. Berbagai sumber energi terbarukan dan subsidi publik untuk rumah ramah lingkungan menjadi semakin populer di Eropa. Sebagian besar responden juga mendukung pemberian dana publik untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi dan beradaptasi terhadap cuaca ekstrem.
(esn)