Kasus Tewasnya 239 Demonstran, Hosni Mubarak Divonis Bebas
A
A
A
KAIRO - Enam tahun setelah kasus tewasnya 239 demonstran, mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak yang terguling akibat protes itu divonis tidak bersalah oleh Pengadilan Kasasi di Kairo, Mesir.
Hakim Ahmed Abdel Qawi memutuskan bahwa Mubarak tidak terlibat dalam salah satu kasus paling berdarah sepanjang sejarah Mesir itu. “Pengadilan menyatakan terdakwa Hosni Mubarak terbebas dari kasus pembunuhan para demonstran pada 25 Januari 2011,” ujar Qawi seperti dikutip Reuters.
Sidang berjalan selama seharian. Pengadilan menolak mengabulkan permintaan para pengacara korban yang berkeinginan membuka kembali gugatan perdata. Berdasarkan seorang sumber dari pengadilan, hal itu berarti tidak ada lagi pilihan untuk banding atau sidang ulang. Pada sidang kali ini, tidak ada keluarga korban yang turut hadir secara langsung.
Ayah seorang anak laki-laki berusia 19 tahun yang tewas selama protes di Kota Alexandria, Tata Hussein Mahmoud, mengatakan keputusan pengadilan tersebut sudah dapat terbaca. Dia tidak kaget. “Darah keluarga kami sia-sia. Tapi, selama revolusi, mereka yang menang, ya menang, dan mereka yang kalah, ya kalah,” katanya.
Mahmoud juga yakin anaknya berada di “tempat” yang lebih baik bila dibandingkan dengan dirinya dan Mubarak yang kini masih hidup di muka bumi. Pengacara Osman al-Hefnawy juga mengutuk keputusan ini yang diduganya mendapatkan tekanan kepentingan politik.
“Keputusan ini tidak adil. Hukum di negeri ini telah dipolitisasi,” tandas Al-Hefnawy. Mubarak melambaikan tangan di hadapan para pendukungnya, termasuk anaknya Alaa, di dalam ruang sidang.
Sehari sebelumnya dia sudah menepis tuduhan keterlibatan dalam kasus pembunuhan para pengunjuk rasa dan membantah tuduhan penyediaan senjata atau mobil. “Saya tidak melakukannya,” tegas Mubarak.
Pria berusia 88 tahun itu kemudian masuk ke dalam helikopter untuk kembali ke rumah sakit (RS) di Maadi, Kairo. Seorang sumber yang dekat dengan Mubarak mengatakan, Mubarak kini bebas untuk pulang ke rumahnya.
Namun dia lebih memilih tetap tinggal di RS militer yang dianggap memiliki pengawasan medis bagus. Banyak warga Mesir yang mengkritik pemerintahan Mubarak sebagai autokrasi dan kroni kapitalisme.
Namun sebagian dari mereka merasa senang masa kediktatorannya telah berakhir. Setelah digulingkan pada 11 Februari 2011, Mesir melakukan pemilihan umum (pemilu) pertama, termasuk pilpres yang dimenangi Mohamed Mursi pada 2012.
Namun kekuasaan Mursi hanya bertahan selama setahun. Dia mengalami kudeta pada 30 Juni 2013 dan digulingkan pada 3 Juli 2013. Jenderal Abdel Fattah al-Sisi lalu menggantikan Sisi. Dia memenangi Pilpres 2014. Sejak saat itu Sisi meluncurkan penyelidikan ketat terhadap Mursi dan pendukungnya sebelum mengecapnya sebagai teroris.
Ratusan pendukung Mursi tewas dalam satu hari dan ribuan lainnya ditangkap. Sebaliknya para tokoh selama era Mubarak banyak yang terbebas dari dakwaan dan aturan hukum mengenai pembatasan berpolitik. Banyak aktivis yang khawatir rezim lama telah bangkit kembali. Mubarak juga meyakini dirinya sebagai pahlawan. Sidang Mubarak mencuri perhatian dari masyarakat Timur Tengah.
Pada 2 Juni 2012, Mubarak awalnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Namun pengadilan banding memerintahkan adanya sidang ulang yang mencapai puncak pada 2014. Pada 9 Mei 2015, dia dan anaknya juga terancam hukuman penjara atas tuduhan korupsi. Sejak lengser, kondisi kesehatan Mubarak memburuk.
Dia dilaporkan mengalami koma dan penyakit jantung. Namun laporan itu dibantah Pemerintah Mesir. Mubarak juga dilaporkan mengalami depresi, tidak mau meminum obatobatan, dan kesadarannya menurun. Selain itu kakinya patah setelah jatuh di kamar mandi.
Hakim Ahmed Abdel Qawi memutuskan bahwa Mubarak tidak terlibat dalam salah satu kasus paling berdarah sepanjang sejarah Mesir itu. “Pengadilan menyatakan terdakwa Hosni Mubarak terbebas dari kasus pembunuhan para demonstran pada 25 Januari 2011,” ujar Qawi seperti dikutip Reuters.
Sidang berjalan selama seharian. Pengadilan menolak mengabulkan permintaan para pengacara korban yang berkeinginan membuka kembali gugatan perdata. Berdasarkan seorang sumber dari pengadilan, hal itu berarti tidak ada lagi pilihan untuk banding atau sidang ulang. Pada sidang kali ini, tidak ada keluarga korban yang turut hadir secara langsung.
Ayah seorang anak laki-laki berusia 19 tahun yang tewas selama protes di Kota Alexandria, Tata Hussein Mahmoud, mengatakan keputusan pengadilan tersebut sudah dapat terbaca. Dia tidak kaget. “Darah keluarga kami sia-sia. Tapi, selama revolusi, mereka yang menang, ya menang, dan mereka yang kalah, ya kalah,” katanya.
Mahmoud juga yakin anaknya berada di “tempat” yang lebih baik bila dibandingkan dengan dirinya dan Mubarak yang kini masih hidup di muka bumi. Pengacara Osman al-Hefnawy juga mengutuk keputusan ini yang diduganya mendapatkan tekanan kepentingan politik.
“Keputusan ini tidak adil. Hukum di negeri ini telah dipolitisasi,” tandas Al-Hefnawy. Mubarak melambaikan tangan di hadapan para pendukungnya, termasuk anaknya Alaa, di dalam ruang sidang.
Sehari sebelumnya dia sudah menepis tuduhan keterlibatan dalam kasus pembunuhan para pengunjuk rasa dan membantah tuduhan penyediaan senjata atau mobil. “Saya tidak melakukannya,” tegas Mubarak.
Pria berusia 88 tahun itu kemudian masuk ke dalam helikopter untuk kembali ke rumah sakit (RS) di Maadi, Kairo. Seorang sumber yang dekat dengan Mubarak mengatakan, Mubarak kini bebas untuk pulang ke rumahnya.
Namun dia lebih memilih tetap tinggal di RS militer yang dianggap memiliki pengawasan medis bagus. Banyak warga Mesir yang mengkritik pemerintahan Mubarak sebagai autokrasi dan kroni kapitalisme.
Namun sebagian dari mereka merasa senang masa kediktatorannya telah berakhir. Setelah digulingkan pada 11 Februari 2011, Mesir melakukan pemilihan umum (pemilu) pertama, termasuk pilpres yang dimenangi Mohamed Mursi pada 2012.
Namun kekuasaan Mursi hanya bertahan selama setahun. Dia mengalami kudeta pada 30 Juni 2013 dan digulingkan pada 3 Juli 2013. Jenderal Abdel Fattah al-Sisi lalu menggantikan Sisi. Dia memenangi Pilpres 2014. Sejak saat itu Sisi meluncurkan penyelidikan ketat terhadap Mursi dan pendukungnya sebelum mengecapnya sebagai teroris.
Ratusan pendukung Mursi tewas dalam satu hari dan ribuan lainnya ditangkap. Sebaliknya para tokoh selama era Mubarak banyak yang terbebas dari dakwaan dan aturan hukum mengenai pembatasan berpolitik. Banyak aktivis yang khawatir rezim lama telah bangkit kembali. Mubarak juga meyakini dirinya sebagai pahlawan. Sidang Mubarak mencuri perhatian dari masyarakat Timur Tengah.
Pada 2 Juni 2012, Mubarak awalnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Namun pengadilan banding memerintahkan adanya sidang ulang yang mencapai puncak pada 2014. Pada 9 Mei 2015, dia dan anaknya juga terancam hukuman penjara atas tuduhan korupsi. Sejak lengser, kondisi kesehatan Mubarak memburuk.
Dia dilaporkan mengalami koma dan penyakit jantung. Namun laporan itu dibantah Pemerintah Mesir. Mubarak juga dilaporkan mengalami depresi, tidak mau meminum obatobatan, dan kesadarannya menurun. Selain itu kakinya patah setelah jatuh di kamar mandi.
(esn)