Senator Pengkritik Duterte Ditangkap
A
A
A
MANILA - Senator Filipina Leila de Lima yang menjadi pengkritik kebijakan perang melawan narkoba yang dicanangkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditangkap kemarin. Penangkapan itu menurut De Lima bertujuan membungkamnya. Dia pun berjanji tetap melawan Duterte yang dia sebut sebagai pembunuh berantai tersebut.
Beberapa menit sebelum polisi berompi anti peluru menangkapnya, De Lima menegaskan kepada para wartawan dia tidak bersalah atas dakwaan bahwa dia terlibat perdagangan narkoba. Tuduhan itu dapat membuat De Lima dipenjara seumur hidup.
“Ditahan atas hal yang saya perjuangkan merupakan kehormatan,” tegas De Lima seperti dikutip kantor berita Reuters. De Lima melanjutkan, pemerintah tidak akan mampu membungkam niat dan suaranya. Dia tidak akan berhenti memperjuangkan kebenaran dan keadilan serta akan terus melawan kebijakan perang narkoba ala Presiden Rodrigo Duterte yang dianggapnya tidak berperikemanusiaan dan telah menimbulkan banyak pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Surat penangkapan terhadap De Lima dikeluarkan sejak Kamis (23/2). Sebelum ditangkap pihak keamanan, dia sempat merekam dan menyebarkan satu video. Di video itu dia mendorong masyarakat Filipina agar lebih berani mengemukakan pendapat jika kebijakan pemerintah dianggap tidak tepat.
“Tidak diragukan lagi, Presiden kita warga Filipina adalah seorang pembunuh berantai dan sosiopat,” tegas De Lima di dalam video yang disebarkannya melalui akun Facebook itu.
Sejak Duterte menjadi presiden, dia berjanji membersihkan para pelaku kriminalitas. Sejauh ini, lebih dari 6.500 orang tewas dalam perang melawan narkoba. De Lima mengatakan penangkapannya merupakan aksi balas dendam atas upaya kerasnya selama satu dekade untuk menguak identitas tersembunyi Duterte.
Menurut mantan komisaris HAM itu, Duterte merupakan pemimpin regu eksekusi selama menjabat sebagai wali kota Davao. Tuduhan terhadap De Lima sudah muncul sejak Agustus tahun lalu. Saat itu De Lima yang menjabat sebagai menteri kehakiman Filipina dituduh menjadi bagian jaringan penyelundupan narkoba bagi para pelaku kriminalitas yang berada di penjara.
“Saya akan menghancurkannya di muka umum. Dia merusak negeri ini,” tegas Duterte. Pada pekan lalu De Lima mendapat tiga tuduhan atas perdagangan narkoba. Namun surat penangkapannya baru keluar pekan ini. Kemarin dia dibawa menuju pusat penahanan khusus bagi tahanan kelas atas di markas kepolisian nasional.
Kondisi ruangan tahanan itu buruk, tetapi lebih nyaman daripada di penjara lain pada umumnya. Pendukung De Lima dari kalangan pemuka agama, Robert Reyes, mengatakan penangkapan De Lima merupakan bentuk intimidasi terhadap warga Filipina yang menentang kebijakan Presiden, terutama dalam perang melawan narkoba yang telah menewaskan ribuan orang.
Menurut aktivis yang sering bertemu De Lima itu, publik saat ini ketakutan akibat kebijakan tersebut. “Jika pemerintah dapat menangkap orang besar seperti dia, bagaimana dengan orang-orang kecil? Itu merupakan pesan lain yang terkandung di dalam penangkapannya,” kata Reyes.
Wakil Presiden Filipina Leni Robredo yang juga anggota oposisi Partai Liberal bersama De Lima dan dipilih secara terpisah dari Duterte, menilai penangkapan itu sebagai pelecehan politik. Senada dengan Robredo, Amnesti Internasional menyatakan penangkapan De Lima merupakan upaya untuk membungkam suara kritis dan mengalihkan perhatian dari pelanggaran serius HAM yang dilakukan pemerintah.
Meski demikian pemerintah menegaskan De Lima memang terlibat kasus serius. Penangkapan ini menunjukkan penegakan hukum di Filipina tidak pandang bulu. “Penangkapan Senator justru menunjukkan kegigihan Presiden dalam melawan penjual, distributor, dan pelindung gembong narkoba. Perang terhadap obat-obat terlarang tidak akan tebang pilih,” tandas Juru Bicara (Jubir) Kepresidenan Filipina Ersnesto Abella.
Duterte, 71, menang pemilu presiden tahun lalu setelah berjanji menghapus narkoba dalam masyarakat dengan membunuh puluhan ribu orang. Dia segera melancarkan pembersihan narkoba setelah menjabat pada Juni lalu. Polisi melaporkan membunuh 2.555 tersangka kasus narkoba sejak saat itu dengan sekitar 4.000 orang lainnya dibunuh dengan alasan yang tidak jelas.
Amnesti memperingatkan, aksi polisi dalam perang narkoba itu dapat dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan. Duterte juga berulang kami mendorong polisi membunuh pecandu narkoba atau pun para pelaku perdagangan narkoba. Meski demikian, para ajudannya menegaskan Duterte tidak pernah melanggar hukum apa pun.
Beberapa menit sebelum polisi berompi anti peluru menangkapnya, De Lima menegaskan kepada para wartawan dia tidak bersalah atas dakwaan bahwa dia terlibat perdagangan narkoba. Tuduhan itu dapat membuat De Lima dipenjara seumur hidup.
“Ditahan atas hal yang saya perjuangkan merupakan kehormatan,” tegas De Lima seperti dikutip kantor berita Reuters. De Lima melanjutkan, pemerintah tidak akan mampu membungkam niat dan suaranya. Dia tidak akan berhenti memperjuangkan kebenaran dan keadilan serta akan terus melawan kebijakan perang narkoba ala Presiden Rodrigo Duterte yang dianggapnya tidak berperikemanusiaan dan telah menimbulkan banyak pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Surat penangkapan terhadap De Lima dikeluarkan sejak Kamis (23/2). Sebelum ditangkap pihak keamanan, dia sempat merekam dan menyebarkan satu video. Di video itu dia mendorong masyarakat Filipina agar lebih berani mengemukakan pendapat jika kebijakan pemerintah dianggap tidak tepat.
“Tidak diragukan lagi, Presiden kita warga Filipina adalah seorang pembunuh berantai dan sosiopat,” tegas De Lima di dalam video yang disebarkannya melalui akun Facebook itu.
Sejak Duterte menjadi presiden, dia berjanji membersihkan para pelaku kriminalitas. Sejauh ini, lebih dari 6.500 orang tewas dalam perang melawan narkoba. De Lima mengatakan penangkapannya merupakan aksi balas dendam atas upaya kerasnya selama satu dekade untuk menguak identitas tersembunyi Duterte.
Menurut mantan komisaris HAM itu, Duterte merupakan pemimpin regu eksekusi selama menjabat sebagai wali kota Davao. Tuduhan terhadap De Lima sudah muncul sejak Agustus tahun lalu. Saat itu De Lima yang menjabat sebagai menteri kehakiman Filipina dituduh menjadi bagian jaringan penyelundupan narkoba bagi para pelaku kriminalitas yang berada di penjara.
“Saya akan menghancurkannya di muka umum. Dia merusak negeri ini,” tegas Duterte. Pada pekan lalu De Lima mendapat tiga tuduhan atas perdagangan narkoba. Namun surat penangkapannya baru keluar pekan ini. Kemarin dia dibawa menuju pusat penahanan khusus bagi tahanan kelas atas di markas kepolisian nasional.
Kondisi ruangan tahanan itu buruk, tetapi lebih nyaman daripada di penjara lain pada umumnya. Pendukung De Lima dari kalangan pemuka agama, Robert Reyes, mengatakan penangkapan De Lima merupakan bentuk intimidasi terhadap warga Filipina yang menentang kebijakan Presiden, terutama dalam perang melawan narkoba yang telah menewaskan ribuan orang.
Menurut aktivis yang sering bertemu De Lima itu, publik saat ini ketakutan akibat kebijakan tersebut. “Jika pemerintah dapat menangkap orang besar seperti dia, bagaimana dengan orang-orang kecil? Itu merupakan pesan lain yang terkandung di dalam penangkapannya,” kata Reyes.
Wakil Presiden Filipina Leni Robredo yang juga anggota oposisi Partai Liberal bersama De Lima dan dipilih secara terpisah dari Duterte, menilai penangkapan itu sebagai pelecehan politik. Senada dengan Robredo, Amnesti Internasional menyatakan penangkapan De Lima merupakan upaya untuk membungkam suara kritis dan mengalihkan perhatian dari pelanggaran serius HAM yang dilakukan pemerintah.
Meski demikian pemerintah menegaskan De Lima memang terlibat kasus serius. Penangkapan ini menunjukkan penegakan hukum di Filipina tidak pandang bulu. “Penangkapan Senator justru menunjukkan kegigihan Presiden dalam melawan penjual, distributor, dan pelindung gembong narkoba. Perang terhadap obat-obat terlarang tidak akan tebang pilih,” tandas Juru Bicara (Jubir) Kepresidenan Filipina Ersnesto Abella.
Duterte, 71, menang pemilu presiden tahun lalu setelah berjanji menghapus narkoba dalam masyarakat dengan membunuh puluhan ribu orang. Dia segera melancarkan pembersihan narkoba setelah menjabat pada Juni lalu. Polisi melaporkan membunuh 2.555 tersangka kasus narkoba sejak saat itu dengan sekitar 4.000 orang lainnya dibunuh dengan alasan yang tidak jelas.
Amnesti memperingatkan, aksi polisi dalam perang narkoba itu dapat dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan. Duterte juga berulang kami mendorong polisi membunuh pecandu narkoba atau pun para pelaku perdagangan narkoba. Meski demikian, para ajudannya menegaskan Duterte tidak pernah melanggar hukum apa pun.
(esn)