Erdogan Jamin Stabilitas Politik dan Keamanan
A
A
A
ANKARA - Presiden Turki Tayyip Erdogan menyepakati reformasi konstitusi yang akan digelar pada 16 April mendatang. Perubahan konstitusi itu bertujuan untuk memperkuat kekuasaan Erdogan dengan mengubah dari sistem parlementer menjadi presidensial.
Perubahan konstitusi itu diperkirakan akan mendapatkan dukungan mayoritas rakyat Turki. Sistem presidensial, menurut Erdogan, dianggap sebagai jaminan stabilitas jika terjadi ketegangan dan kudeta. Meskipun oposisi menganggap perubahan konstitusi bisa menjadi celah munculnya pemimpin otoriter.
“Dengan persetujuan presiden, kini perubahan konstitusi di tangan YSK (Dewan Pemilu Tinggi). YSK akan mengumumkan 16 April akan menjadi tanggal yang tepat untuk pelaksanaan referendum,” kata Deputi Perdana Menteri Numan Kurtulmus, dilansir Reuters. Dalam konstitusi baru itu mengizinkan presiden untuk mengeluarkan dekrit, peraturan darurat, penunjukan menteri, dan pembubaran parlemen.
“Reformasi konstitusi akan mencegah perpecahan koalisi parlemen seperti yang terjadi di masa lalu. Itu juga dibutuhkan ketika Turki menghadapi situasi keamanan yang tidak kondusif dan serangkaian pengeboman yang dilakukan gerilyawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan Kurdi,” ungkap Erdogan.
Reformasi konstitusi itu akan berjalan mulus karena Erdogan dan para pendukungnya menguasai stasiun televisi dan media. Apalagi, Erdogan yang telah berkuasa sejak 2003 mengatakan siapa yang menentang perubahan konstitusi berarti memberikan kesempatan bagi kelompok gerilyawan yang ingin memecah belah Turki.
Dua partai utama oposisi menolak reformasi konstitusi. Mereka khawatir itu akan memperkuat kekuasaan Erdogan. Ketidakpastian politik Turki kerap mengganggu investor, apalagi pertumbuhan ekonomi sudah melambat dan gangguan keamanan kerap terjadi di negara tersebut. Parlemen Turki menyepakati reformasi konstitusi pada bulan lalu dengan meraih 330 suara dari 550 kursi.
Jika konstitusi disepakati pada referendum April mendatang, itu akan menjadi kesempatan bagi Erdogan untuk berkuasa hingga 2029. Dalam pandangan pakar politik dari Universitas Kadir Has, Ahmet Kasim Han, juri sebenarnya telah keluar. “Kelemahan utama adalah terlalu tergesa-gesa untuk meloloskan reformasi,” kata Han dilansir BBC. Dia mengatakan pemerintah tidak menjelaskan perubahan 2.000 undang-undang lainnya.
Perubahan konstitusi itu diperkirakan akan mendapatkan dukungan mayoritas rakyat Turki. Sistem presidensial, menurut Erdogan, dianggap sebagai jaminan stabilitas jika terjadi ketegangan dan kudeta. Meskipun oposisi menganggap perubahan konstitusi bisa menjadi celah munculnya pemimpin otoriter.
“Dengan persetujuan presiden, kini perubahan konstitusi di tangan YSK (Dewan Pemilu Tinggi). YSK akan mengumumkan 16 April akan menjadi tanggal yang tepat untuk pelaksanaan referendum,” kata Deputi Perdana Menteri Numan Kurtulmus, dilansir Reuters. Dalam konstitusi baru itu mengizinkan presiden untuk mengeluarkan dekrit, peraturan darurat, penunjukan menteri, dan pembubaran parlemen.
“Reformasi konstitusi akan mencegah perpecahan koalisi parlemen seperti yang terjadi di masa lalu. Itu juga dibutuhkan ketika Turki menghadapi situasi keamanan yang tidak kondusif dan serangkaian pengeboman yang dilakukan gerilyawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan Kurdi,” ungkap Erdogan.
Reformasi konstitusi itu akan berjalan mulus karena Erdogan dan para pendukungnya menguasai stasiun televisi dan media. Apalagi, Erdogan yang telah berkuasa sejak 2003 mengatakan siapa yang menentang perubahan konstitusi berarti memberikan kesempatan bagi kelompok gerilyawan yang ingin memecah belah Turki.
Dua partai utama oposisi menolak reformasi konstitusi. Mereka khawatir itu akan memperkuat kekuasaan Erdogan. Ketidakpastian politik Turki kerap mengganggu investor, apalagi pertumbuhan ekonomi sudah melambat dan gangguan keamanan kerap terjadi di negara tersebut. Parlemen Turki menyepakati reformasi konstitusi pada bulan lalu dengan meraih 330 suara dari 550 kursi.
Jika konstitusi disepakati pada referendum April mendatang, itu akan menjadi kesempatan bagi Erdogan untuk berkuasa hingga 2029. Dalam pandangan pakar politik dari Universitas Kadir Has, Ahmet Kasim Han, juri sebenarnya telah keluar. “Kelemahan utama adalah terlalu tergesa-gesa untuk meloloskan reformasi,” kata Han dilansir BBC. Dia mengatakan pemerintah tidak menjelaskan perubahan 2.000 undang-undang lainnya.
(esn)