Economist Intelligence Unit: Demokrasi AS Sudah Cacat
A
A
A
WASHINGTON - Level demokrasi di Amerika Serikat (AS) untuk pertama kalinya mengalami kemerosotan, di mana demokrasi di Negeri Paman Sam ini sudah cacat. Demikian laporan tahunan Economist Intelligence Unit (EIU) yang dirilis hari Rabu waktu AS.
Indikasi status demokrasi di AS dinilai sudah cacat itu ditandai dengan menurunnya kepercayaan dalam sistem politiknya. Tren menurunnya kepercayaan itulah yang turut membantu miliarder Donald Trump sukses menuju Gedung Putih.
Kendati demikian, EIU, menegaskan bahwa kemenangan Trump dalam pemilu AS tidak bisa disalahkan atas kemerosotan demokrasi di AS.
Sebaliknya, lanjut laporan EIU, pudarnya kepercayaan dalam sistem politik didukung oleh kondisi untuk penggulingan kelas politik yang didirikan oleh pengusaha kaya New York tersebut.
Laporan tahunan Indeks demokrasi berjudul “Revenge of the deplorables” itu menyuguhkan peringkat demokrasi negara-negara di dunia berdasarkan sejumlah faktor. Penilaian indeks tersebut mengacu pada lima kategori yakni, kebebasan sipil, proses pemilu dan pluralisme, fungsi pemerintah, budaya politik dan partisipasi politik.
Skor indeks AS untuk 2016 turun menjadi 7,98 dari peringkat 8,05 pada tahun 2015. “Judul laporan mengacu pada pemberontakan populer pada tahun 2016 terhadap elite politik yang dirasakan oleh banyak orang, keluar dari sentuhan dan gagal untuk mewakili kepentingan rakyat,” bunyi laporan EIU yang dikutip Kamis (26/1/2017).
”AS telah tertatih-tatih di ambang menjadi demokrasi yang cacat selama beberapa tahun, dan bahkan jika tak ada pemilu presiden pada tahun 2016, skor akan tergelincir di bawah 8,0,” lanjut laporan EIU.
AS bergabung negara-negara seperti Jepang, Prancis, Israel, India dan Chile dalam kategori ”demokrasi cacat”.
Norwegia, Islandia, Swedia, Selandia Baru, Denmark, Kanada dan Irlandia tampil dengan level “demokrasi penuh”. Sementara Chad, Suriah dan Korea Utara berada di peringkat terendah di bawah kategori ”otoriter”.
Indikasi status demokrasi di AS dinilai sudah cacat itu ditandai dengan menurunnya kepercayaan dalam sistem politiknya. Tren menurunnya kepercayaan itulah yang turut membantu miliarder Donald Trump sukses menuju Gedung Putih.
Kendati demikian, EIU, menegaskan bahwa kemenangan Trump dalam pemilu AS tidak bisa disalahkan atas kemerosotan demokrasi di AS.
Sebaliknya, lanjut laporan EIU, pudarnya kepercayaan dalam sistem politik didukung oleh kondisi untuk penggulingan kelas politik yang didirikan oleh pengusaha kaya New York tersebut.
Laporan tahunan Indeks demokrasi berjudul “Revenge of the deplorables” itu menyuguhkan peringkat demokrasi negara-negara di dunia berdasarkan sejumlah faktor. Penilaian indeks tersebut mengacu pada lima kategori yakni, kebebasan sipil, proses pemilu dan pluralisme, fungsi pemerintah, budaya politik dan partisipasi politik.
Skor indeks AS untuk 2016 turun menjadi 7,98 dari peringkat 8,05 pada tahun 2015. “Judul laporan mengacu pada pemberontakan populer pada tahun 2016 terhadap elite politik yang dirasakan oleh banyak orang, keluar dari sentuhan dan gagal untuk mewakili kepentingan rakyat,” bunyi laporan EIU yang dikutip Kamis (26/1/2017).
”AS telah tertatih-tatih di ambang menjadi demokrasi yang cacat selama beberapa tahun, dan bahkan jika tak ada pemilu presiden pada tahun 2016, skor akan tergelincir di bawah 8,0,” lanjut laporan EIU.
AS bergabung negara-negara seperti Jepang, Prancis, Israel, India dan Chile dalam kategori ”demokrasi cacat”.
Norwegia, Islandia, Swedia, Selandia Baru, Denmark, Kanada dan Irlandia tampil dengan level “demokrasi penuh”. Sementara Chad, Suriah dan Korea Utara berada di peringkat terendah di bawah kategori ”otoriter”.
(mas)