Gencatan Senjata di Suriah Disepakati

Jum'at, 30 Desember 2016 - 12:52 WIB
Gencatan Senjata di Suriah Disepakati
Gencatan Senjata di Suriah Disepakati
A A A
DAMASKUS - Berbagai pihak yang berkonflik di Suriah kemarin menyepakati gencatan senjata yang dimediasi Rusia dan Turki. Militer Suriah menyatakan akan menghentikan seluruh operasi militer sejak kemarin malam.

Kubu oposisi yang diwakili Koalisi Nasional juga mendukung kesepakatan tersebut. ”Jenderal Militer Suriah mengumumkan penghentian seluruh serangan di wilayah Suriah sejak pukul 00.00 tepat pada 30 Desember,” demikian pernyataan militer Suriah. Sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan kesepakatan gencatan senjata telah ditandatangani kelompok oposisi bersenjata dan rezim Suriah.

Kelompok Koalisi Nasional, entitas politik berbasis di Turki, juga membenarkan gencatan senjata tersebut. ”Koalisi Nasional mendukung kesepakatan dan menyarankan semua pihak untuk mematuhinya,” kata juru bicara Koalisi Nasional Ahmed Ramadan kepada AFP. Dia mengatakan, kelompok bersenjata yang ikut dalam kesepakatan itu adalah Ahrar al-Sham dan Army of Islam.

Sebelumnya kantor berita Turki, Anadolu, melaporkan rencana gencatan senjata telah dikirim ke berbagai pihak yang bertikai di Suriah. Tentara Pembebasan Suriah (FSA) dan beberapa kelompok gerilyawan anti-Presiden Bashar al- Assad lainnya telah menerima draf kesepakatan tersebut.

”Kita menerapkan kesepakatan gencatan senjata sebelum Tahun Baru 2017,” kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu dalam wawancara dengan stasiun televisi A Haber dilansir AFP. Kabar itu setelah sehari sebelumnya Turki-Rusia mencapai kesepakatan mengenai gencatan senjata.

Namun, banyak pihak yang berkonflik di Suriah belum memberikan konfirmasi mengenai gencatan senjata tersebut. Jika kesepakatan gencatan senjata sukses, menurut Cavusoglu, negosiasi politik antara Presiden Bashar al- Assad dan oposisi akan dilaksanakan di ibu kota Astana, Kazakstan.

Dia bersikeras perundingan Astana hanya dimediasi Turki dan Rusia, bukan sebagai perundingan tandingan yang dimediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang biasanya dilaksanakan di Jenewa dalam beberapa tahun terakhir. ”Ini (negosiasi politik) bukan perundingan alternatif Jenewa. Ini hanya langkah tambahan,” kata Cavusoglu. ”Perundingan di Astana akan di bawah pengawasan kita,” ujarnya.

Dia menambahkan, kelompok yang ikut ambil bagian dalam perundingan itu masih didiskusikan. Cavusoglu juga menjelaskan Ankara dan Moskow masih melanjutkan upaya intensif untuk mengamankan gencatan senjata. Rusia akan bertindak sebagai ”penjamin” rezim Assad dan Turki akan menjalankan peran yang sama yakni penjamin dari kelompok gerilyawan anti- Assad.

Iran belum ada kabar apakah akan dijadikan penjamin atau tidak dalam perundingan tersebut. Kata Cavusoglu, Ankara inginseluruhkelompokpejuang asing di Suriah - termasuk Hizbullah- harus meninggalkan negara itu. ”Seluruh pejuang asing harus meninggalkan Suriah. Hizbullah harus kembali ke Libanon,” pintanya. Tuntutan agar Hizbullah meninggalkan Suriah sepertinya tidak akan diterima Iran sebagai pendukung utama Assad.

Pasukan Hizbullah telah berperang bersama pasukan Pemerintah Suriah melawan gerilyawan anti-Assad. Meskipun Moskow-Ankara berseberangan pandangan dan sikap di perang sipil Suriah di mana Rusia tetap mendukung Assad dan Turki memintanya untuk mundur. Tetapi, mereka mulai menjalin hubungan lebih erat dalam isu Suriah sejak beberapa bulan lalu.

Hubungan antara Ankara dan Moskow kembali normal pada Juni lalu. Padahal, hubungan dua negara sempat memanas saat pesawat Rusia ditembak jatuh di perbatasan Suriah pada November 2015. Kemesraan Turki-Rusia sebenarnya buah kekecewaan diplomasi Ankara dengan Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang tidak memberikan buah yang manis.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahkan menuding AS mendukung organisasi teroris di Suriah. Ankara relatif diam ketika pasukan militer Suriah didukung Rusia berhasil menguasai Aleppo. Itu menjadi kekalahan terbesar bagi gerilyawan anti-Assad dalam perang sipil sejauh ini. ”Itu di luar pertanyaan bagi Turki untuk menggelar perundingan dengan Assad,” kata Cavusoglu.

Sumber resmi yang enggan disebutkan namanya mengatakan kepada Anadolu bahwa ”organisasi teroris” tidak akan diikutsertakan dalam kesepakatan. Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah dan Jabhat Fateh al-Sham atau Front al-Nusra dipastikan tidak ikut dalam perundingan.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4971 seconds (0.1#10.140)