RUU Baru Turki: Pria Pemerkosa Diampuni jika Nikahi Korban
A
A
A
ANKARA - Sebuah rancangan undang-undang (RUU) baru yang sedang dibahas parlemen Turki dinilai kontroversial, karena RUU ini berisi pengampunan bagi para pria pemerkosa gadis di bawah umur jika menikahi korbannya. Parlemen Turki mempertimbangkan untuk mendukung RUU ini selama tidak ada ancaman terhadap korban.
Para kritikus memperingatkan bahwa RUU baru ini akan mendorong pelecehan seksual dan melegitimasi pemerkosaan dan pernikahan anak. Pemerintah Turki telah membela RUU ini.
Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)—partai berkuasa—yang dipimpin oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, telah dituduh mencoba untuk membiarkan kasus pemerkosaan melalui RUU kontroversial ini.
Angka kasus pelecehan seksual dan fisik terhadap perempuan di Turki telah meningkat dalam satu dekade terakhir, di mana 40 persen dari perempuan di Turki telah melaporkan kasus pelecehan.
Turki sejatinya pernah memiliki UU serupa, namun dihapuskan pada tahun 2005. Jika disahkan, RUU baru di Turki ini akan membatalkan dakwaan sekitar 3.000 pria yang dituduh menyerang perempuan.
RUU baru tersebut telah diperdebatkan dan pasa Selasa nanti akan digelar debat kedua di parlemen sebelum voting untuk diloloskan atau tidaknya RUU ini.
Pemerintah Turki menyatakan bahwa hukum tersebut untuk melindungi orang-orang yang mungkin tidak menyadari bahwa tindakan mereka melanggar hukum. Namun, argumen ini dikhawatirkan akan memicu protes besar saat parlemen melakukan voting tentang nasib RUU tersebut.
Ozgur Ozel, anggota parlemen dari Partai Republik Rakyat—partai oposisi—keberatan dengan hukum baru itu. ”Pelecehan seksual adalah kejahatan dan tidak ada persetujuan di dalamnya. Beginilah AKP gagal untuk memahami,” katanya kepada AFP, yang dikutip Sabtu (19/11/2016).
Sebaliknya Menteri Kehakiman Turki, Bekir Bozdag, seperti dikutip BBC, mengatakan bahwa hukum baru ini justru bisa membantu pasangan yang telah melakukan hubungan seks konsensual dan ingin menikah.
”Ketika seorang anak kemudian lahir dari ikatan non-resmi, pria itu dikirim ke penjara, yang membuat anak dan ibunya mengalami kesulitan keuangan,” katanya.
Para kritikus memperingatkan bahwa RUU baru ini akan mendorong pelecehan seksual dan melegitimasi pemerkosaan dan pernikahan anak. Pemerintah Turki telah membela RUU ini.
Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)—partai berkuasa—yang dipimpin oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, telah dituduh mencoba untuk membiarkan kasus pemerkosaan melalui RUU kontroversial ini.
Angka kasus pelecehan seksual dan fisik terhadap perempuan di Turki telah meningkat dalam satu dekade terakhir, di mana 40 persen dari perempuan di Turki telah melaporkan kasus pelecehan.
Turki sejatinya pernah memiliki UU serupa, namun dihapuskan pada tahun 2005. Jika disahkan, RUU baru di Turki ini akan membatalkan dakwaan sekitar 3.000 pria yang dituduh menyerang perempuan.
RUU baru tersebut telah diperdebatkan dan pasa Selasa nanti akan digelar debat kedua di parlemen sebelum voting untuk diloloskan atau tidaknya RUU ini.
Pemerintah Turki menyatakan bahwa hukum tersebut untuk melindungi orang-orang yang mungkin tidak menyadari bahwa tindakan mereka melanggar hukum. Namun, argumen ini dikhawatirkan akan memicu protes besar saat parlemen melakukan voting tentang nasib RUU tersebut.
Ozgur Ozel, anggota parlemen dari Partai Republik Rakyat—partai oposisi—keberatan dengan hukum baru itu. ”Pelecehan seksual adalah kejahatan dan tidak ada persetujuan di dalamnya. Beginilah AKP gagal untuk memahami,” katanya kepada AFP, yang dikutip Sabtu (19/11/2016).
Sebaliknya Menteri Kehakiman Turki, Bekir Bozdag, seperti dikutip BBC, mengatakan bahwa hukum baru ini justru bisa membantu pasangan yang telah melakukan hubungan seks konsensual dan ingin menikah.
”Ketika seorang anak kemudian lahir dari ikatan non-resmi, pria itu dikirim ke penjara, yang membuat anak dan ibunya mengalami kesulitan keuangan,” katanya.
(mas)