Jadi Bintang Porno, Pengungsi Suriah di Jerman Diancam Dibunuh
A
A
A
BERLIN - Seorang pengungsi Suriah di Jerman bernama Antonio Suleiman, 19, memilih berkarier sebagai bintang film porno untuk menjalani kehidupan barunya. Namun, pilihan karier itu membuatnya menerima banyak ancaman pembunuhan.
Antonio Suleiman tiba di Jerman pada usia 15 tahun. Dia bersama keluarganya melarikan diri dari Suriah ketika perang sipil mulai pecah.
Pengungsi Suriah ini telah membintangi salah satu film dewasa berjudul “The Arabian King”. Pornografi dilarang di Tanah Air-nya, namun Suleiman lebih menyukai kebebasan di Eropa.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Bild, Suleiman mengatakan bahwa niatnya adalah untuk membentuk persepsi dari pencari suaka.
Selama lebih dari lima tahun sekarang, warga Suriah telah digambarkan sebagai sosok yang menderita, korban pembantaian dan kerap dipermalukan ketika melakukan perjalanan berbahaya ke Eropa guna mencari suaka.
Ancaman pembunuhan itu tak hanya menyasar pada dirinya, tapi juga pada keluarganya. Ancaman pembunuhan muncul melalui e-mail dan pesan di Twitter.
Tapi Suleiman menganggap para pengkritik yang mengancam akan membunuhnya salah sasaran.”Saya tidak melakukan sesuatu yang buruk,” katanya.
”Mereka harus menyibukkan diri dengan orang-orang yang mengebom dan membunuh di Prancis, bukan dengan saya,” ujarnya.
“Saya menikmati kebebasan di Jerman, di mana saya bisa melakukan segala sesuatu yang saya tidak bisa lakukan di rumah (Suriah),” kata Suleiman. ”Saya ingin meningkatkan kesadaran tentang penderitaan negara asal saya,” katanya lagi.
Di akun Twitter-nya, yang berisi sejumlah fotonya, Suleiman yang tinggal di Berlin, menggambarkan dirinya sebagai ”Syrian Adult Performer/Filmmaker XXX”. Pengungsi Suriah ini sempat mengeluh ketika memilih berkarier sebagai bintang film dewasa, karena dia mengalami diskriminasi.
”Setiap kali produsen Jerman tahu saya orang Suriah, saya bertemu dengan (kesan) negatif dan penolakan,” ujarnya. ”Banyak orang Suriah di Jerman mengklaim bahwa tidak ada rasisme, dan bahwa segala sesuatunya baik. Saya pikir mereka berbohong kepada diri mereka sendiri,” imbuh dia, seperti dikutip Daily Mail, semalam (2/11/2016).
Antonio Suleiman tiba di Jerman pada usia 15 tahun. Dia bersama keluarganya melarikan diri dari Suriah ketika perang sipil mulai pecah.
Pengungsi Suriah ini telah membintangi salah satu film dewasa berjudul “The Arabian King”. Pornografi dilarang di Tanah Air-nya, namun Suleiman lebih menyukai kebebasan di Eropa.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Bild, Suleiman mengatakan bahwa niatnya adalah untuk membentuk persepsi dari pencari suaka.
Selama lebih dari lima tahun sekarang, warga Suriah telah digambarkan sebagai sosok yang menderita, korban pembantaian dan kerap dipermalukan ketika melakukan perjalanan berbahaya ke Eropa guna mencari suaka.
Ancaman pembunuhan itu tak hanya menyasar pada dirinya, tapi juga pada keluarganya. Ancaman pembunuhan muncul melalui e-mail dan pesan di Twitter.
Tapi Suleiman menganggap para pengkritik yang mengancam akan membunuhnya salah sasaran.”Saya tidak melakukan sesuatu yang buruk,” katanya.
”Mereka harus menyibukkan diri dengan orang-orang yang mengebom dan membunuh di Prancis, bukan dengan saya,” ujarnya.
“Saya menikmati kebebasan di Jerman, di mana saya bisa melakukan segala sesuatu yang saya tidak bisa lakukan di rumah (Suriah),” kata Suleiman. ”Saya ingin meningkatkan kesadaran tentang penderitaan negara asal saya,” katanya lagi.
Di akun Twitter-nya, yang berisi sejumlah fotonya, Suleiman yang tinggal di Berlin, menggambarkan dirinya sebagai ”Syrian Adult Performer/Filmmaker XXX”. Pengungsi Suriah ini sempat mengeluh ketika memilih berkarier sebagai bintang film dewasa, karena dia mengalami diskriminasi.
”Setiap kali produsen Jerman tahu saya orang Suriah, saya bertemu dengan (kesan) negatif dan penolakan,” ujarnya. ”Banyak orang Suriah di Jerman mengklaim bahwa tidak ada rasisme, dan bahwa segala sesuatunya baik. Saya pikir mereka berbohong kepada diri mereka sendiri,” imbuh dia, seperti dikutip Daily Mail, semalam (2/11/2016).
(mas)